Setelah puas menangis, Belva pulang ke rumahnya dengan langkah yang ragu-ragu. Tidak tahu apa yang harus dia lakukan sekarang. Keadaannya benar-benar sangat berantakan hingga sudah seperti orang gila karena stres.
Jalan begitu sunyi, dan itu menbuat Belva heran. Biasanya ada orang yang membuntutinya hingga mau menculiknya, namun ini berbeda bahkan ini adalah waktu yang tepat untuk menculiknya. Tapi tidak tau kenapa orang-orang itu menghilang. Apa mungkin pelakunya sudah ketahuan, jadi mereka tidak mau menakutinya lagi? Pikirnya.
Hah! Langit sangatlah cerah dan sinar matahari sangat terang, namun hatinya tidak mendukung hal itu. Sinar matanya seperti ingin meredup. Wajahnya lesuh dan bibirnya memucat.
"Lo temannya Glen kan?" tanya laki-laki itu membuat Belva menoleh.
"Muka lo pucet banget, Lo sakit?" tanyanya lagi.
"Kamu siapa?" tanya Belva balik
"Gue Joni, sahabatnya Glen" katanya sambil mengulurkan tangannya berkenalan.
Pasti dia mata-matanya Glen juga. Batin Belva melihat Joni.
"Gue Joni. Lo dengar kan?" ucapnya sekali lagi sambil mengibaskan tangannya di depan wajah Belva.
"Hm. Aku dengar, kok" jawab Belva.
"Aku Belva" lanjutnya mengulurkan tangannya dan Joni membalasnya.
"Glen cerita banyak tentang aku" lanjutnya berkata.
"Iya" Joni mengangkuk.
"Oh iya. Gue sampai lupa. Sebenarnya gue tuh mau minta payung yang Glen kasi waktu hujan itu" ucapnya sambil memukul jidatnya.
"Oh payung itu, ada kok. Payungnya aku simpan di kamar" jawab Belva datar.
"Alhamdulillah. Akhirnya nggak di marahi lagi gue" ucap Joni sangat senang.
"Kalau gitu, aku ambilan dulu. Kamu tungguin sini aja" kata Belva lalu berjaln di trotoar menuju rumahnya.
Saat memasuki rumahnya, Belva tidak melihat siapapun di dalamnya. Dia lalu menuju kamarnya. Setelah mengambil payung, dia langsung turun dan keluar dari rumah itu.
Prank!
Suara itu mengurungkan niat Belva untuk keluar rumah. Dia kemudian mendekati sumber suara itu.
"Kenapa kalian melakukan hal kejam seperti itu pada anak yang tidak bersalah! Seandainya Nisa tidak mengatakannya waktu itu. Mungkin Papa tidak tahu!" marah Rafi dengan dada yang naik turun.
"Itu semua salah mereka, Pah. Gara-gara mereka orang tua saya meninggal!" balas Raymon tidak kalah emosi.
"Itu hanya kecelakaan Raymon!" bentak Rafi
"Tidak! Semua bukan kecelakaan. Jelas-jelas mereka yang menyebabkan kecelakaan itu," sarkas Raymon.
"Pah. Tidak usah belain mereka terus, sebenarnya Papa ini di pihak kami atau mereka?" tanya Sela melihat Papanya yang selalu membela musuh mereka.
"Papa belain mereka karena kalian salah. Hanya karena balas dendam, kalian menyiksa anak yang tidak bersalah. Papa harap kalian berhenti atau Papa yang turun tangan membereskan masalah ini!" kesal Rafi pada pasangan yang ada didepannya itu.
"Papa tidak usah ikut campur ini masalah kami. Kalau Papa ikut campur, anak sialan itu akan terima akibatnya!" ancam raymon lalu pergi.
"Pah, sebaiknya dengerin Raymon kalau Papa masih sayang dengan Belva" Sella memperingatkan Ayahnya ikut pergi.
"Papa kecewa sama kamu Sella" ucap Rafi yang masih bisa di dengar Sella.
"Papa dari dulu memang seperti itu kan sama Sella" gumamnya lalu melanjutkan langkahnya mengejar suaminya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Why Should Be Me [ Tamat ]
Mistério / Suspense> Follow dulu yah, karena sewaktu-waktu cerita ini akan di privat< Di benci oleh orang tua sendiri! Di bully! Di Teror! Di ancam! Di jadikan bahan taruhan! Dan ingin di bunuh! Siapa yang akan tahan jika menjalani hidup seperti itu? Yah, Dia Belva Am...