S2. 16

2.4K 194 5
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri.  Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.

Selamat membaca ini dan selamat menikmati cerita ini. Semoga kalian suka dengan cerita ini.
Terima kasih.

•••

"Dan, lihat, deh."

"Hmm? Lihat apa?"

"Lihat ini. Nih, coba lihat."

"Coba."

"Udah, 'kan?"

"Udah apanya? Cepet banget lo nutupnya, Sel."

"Dih! Ya udah, sekali lagi, ya."

"Hmm."

"Aa! Jangan dipegang, dong."

"Ya ampun. Cuman segitu doang juga."

"Ya, tapi sakit. Bisa pelan-an dikit nggak, sih?"

"Ya udah, dipelanin megangnya, tapi lo buka lagi, ya."

"Hah? Buka lagi? Seriusan lo?"

"Ya seriuslah. Kalau nggak dibuka, gimana gua megangnya?"

"Oke, bakalan gua buka. Lo janji, ya bakalan pelan megangnya."

"Iya, gua janji."

"Aa!"

•••

Buru-buru Desi mematikan alat perekam suara yang sedang memutar kembali obrolan panjang milik Daniel dan Sella.

Dengan mata yang melotot, Desi menutup mulut dengan kedua tangannya.

Gadis itu seakan tak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. Perlahan-lahan, Desi memundurkan tubuhnya hingga membuat jarak antara dirinya denga alat perekam suara miliknya.

"Brengsek!" Desi mengumpat dengan kesal.

Tangannya kemudian meremas selimut dengan kuat. Matanya menatap alat perekam suara yang berada di hadapannya dengan mata yang memerah.

"Gua harus ngasih tau ke Alana soal semua ini. Si Bangsat Daniel nggak boleh macam-macam sama sahabat gua! Gua bakalan bikin lo nyesel, Dan!" ucap Desi berapi-api.

Desi kemudian beranjak bangkit dari ranjangnya. Tangannya yang panjang ia ulurkan untuk mengambil alat perekam suaranya.

Usai mengambil alat perekam suara, Desi kemudian mengambil handphone miliknya yang berada di atas nakas.

Desi lalu melangkahkan kakinya menuju ke meja rias dengan cepat. Sambil membuka ponsel pintar miliknya, Desi mendudukan bokongnya ke kursi yang berada di depan meja rias.

Buru-buru Desi membuka aplikasi galeri, dan berlanjut menacari foto yang sudah lama ia simpan.

"Kirim nggak, ya?" gumam Desi bimbang.

Matanya meneliti foto itu dengan seksama. Sesekali, Desi memperbesar foto yang sedang ia lihat.

"Alana harus tau soal ini," monolog Desi semangat.

Sudah diputuskan olehnya sekarang. Foto tersebut akan Desi kirimkan pada Alana, sebagai bukti dari kebejatan Daniel sang bos.

Lalu, tanpa banyak membuang waktu, Desi menekan ikon share pada sudut handphone, dan memilih mengirim foto itu melalui whatsapp ke Alana.

Direktur Duda Tampan [End ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang