S2. 19

3K 199 2
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri.  Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.

Selamat membaca ini dan selamat menikmati cerita ini. Semoga kalian suka dengan cerita ini.
Terima kasih.

•••

Semakin hari, usia kandungan Alana semakin bertambah. Begitu pun dengan baby bump milik Alana yang semakin terlihat jelas.

Perasaan senang tak dapat lagi Alana bendung. Usia kandungan yang sudah menginjak bulan ketujuh, membuat Alana acap kali diliputi perasaan waswas.

Bukan karena takut akan keguguran, melainkan perasaan takut akan prosesi melahirkan nantinya.

Tiap kali ada yang berbicara mengenai proses melahirkan seorang anak, sebisa mungkin Alana menutup telinganya agar tidak mendengar sepatah kata pun.

Seperti pagi ini misalnya. Ketika sedang berada di dapur bersama sang anak tiri, Sarah terus-terusan berbicara tentang bagaimana rasanya ketika kejadian yang diimpikan semua wanita itu tiba.

"Nyonya, pokoknya kalau ngeden, Nyonya harus kuat, ya. Rasanya emang sakit, tapi percaya deh, rasanya bakalan ilang pas ngeliat wajah anak Nyonya nanti," ucap Sarah sambil memotong sayuran yang akan dia masak.

Terlihat, wajah Alana sedikit berubah ekspresi. Sedikit menelan salivanya dengan kasar, Alana bertanya, "Emang sesakit apa, Sar?"

Sarah menghentikan kegiatannya sebentar, lalu mencoba mengingat seperti apa rasa sakit yang ia maksud.

"Kata orang, sih setara kayak 20 tulang rusuk yang dipatahin bersamaan," jawab Sarah.

Alana kembali menelan salivanya dengan kasar, lalu menengok ke arah Al sekilas, dan kemudian memberikan senyum canggung miliknya.

"Emang waktu Bi Sarah ngelahirin Dek Silva, sakit banget, ya?" Al kecil yang turut penasaran, akhirnya menanyakan hal tersebut.

"Nggak usah ditanya, Non. Waktu itu, Bi Sarah sampai teriak-teriak manggil nama Mang Oji," jawab Sarah yang kemudian diikuti gelak tawa.

Sarah terlihat cekikikan ketika mengingat kembali kenangan masa lalunya ketika melahirkan anak pertamanya. Kala itu, Sarah ditemani Oji---sang suami---ke rumah sakit.

"Kalau sakit, kok kamu nggak ngerasa trauma gitu?" Alana kembali bertanya.

"Ya nggaklah, Bu. Emang, sih awalnya saya sempat takut, tapi setelah ngelahirin Silva jadi ngerasa seneng. Rasanya, di dunia ini nggak ada lagi yang paling berharga selain Silva," papar Sarah.

"Emang bener gitu, Sar?" sela Alana.

Sarah menganggukkan kepalanya, dengan diiringi senyum manis, Sarah memegang pundak Alana pelan.

"Jangan takut, Nya. Punya anak itu anugerah terbesar yang dikasih sama Tuhan. Kalau Nyonya takut, itu berarti Nyonya nggak siap untuk nerima anugerah dari Tuhan," nasihat Sarah menenangkan.

Alana menarik napas panjang, kemudian menghembuskannya perlahan. Kepalanya mengangguk pelan, matanya menatap lekat ke arah Sarah.

"Percaya sama saya, Nya. Hidup Nyonya bakalan berubah setelah anak Nyonya lahir." Kembali, Sarah berusaha menenangkan Alana.

•••

Sementara di kantor, Daniel terlihat sedang kehilangan fokusnya terhadap presentasi yang dipaparkan oleh Desi dan yang lainnya.

Pria yang sebentar lagi akan menjadi ayah untuk anak keduanya terlihat sibuk memainkan ponsel miliknya.

Daniel si direktur terlihat sedang memilah beberapa perlengkapan bayi di sebuah e-commerce. Ada banyak barang lucu di dalamnya.

Direktur Duda Tampan [End ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang