S2. 26. Romero Caldwell

6K 239 5
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri.  Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.

Selamat membaca ini dan selamat menikmati cerita ini. Semoga kalian suka dengan cerita ini.
Terima kasih.

•••

Dengan raut wajah yang kelelahan, Daniel memasuki ruangan Alana. Derap langkah perlahan mendekati Alana yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit.

Beberapa bagian tubuh Alana terlihat dibalut dengan perban. Selang infus juga terlihat menempel di tangannya.

Sedikit menarik napas panjang, Daniel kemudian memanggil Alana dengan suara seraknya. Alana yang sedang terbaring dalam keadaan lemah tidak menanggapi panggilan Daniel padanya.

Daniel lalu mengulurkan tangannya untuk membelai halus wajah dan rambut  Alana. Wanita di depannya telah berjuang mati-matian agar bisa melahirkan sang buah hati.

Daniel kemudian menarik sebuah kursi dan didekatkannya pada ranjang Alana.

"Al, makasih. Makasih karena udah berjuang untuk anak kita, untuk aku, dan untuk Alayya. Kamu pantas mendapatkan penghargaan, Al," lirih Daniel sambil menggenggam erat tangan Alana.

Senyum manis terbit di bibir Daniel sekilas, lalu kembali meredup dengan cepat.

"Maafin aku, Al. Aku belum bisa jadi suami yang baik untuk kamu, aku terlalu keras ke kamu. Bahkan gara-gara aku, kamu jadi seperti ini. Maafin aku, Al. Maafin aku." Daniel kembali berucap lirih pada Alana yang masih terbaring lemah. Isak tangis perlahan keluar dari mulut Daniel.

Air mata tak lagi dapat dibendung oleh Daniel. Di samping Alana, Daniel menumpahkan semua rasa sesalnya atas kejadian yang menimpa sang istri.

Di sela tangisnya, Daniel merasakan pergerakan dari tangan Alana. Cepat pria itu menghentikan tangisnya dan menghapus air mata yang masih mengalir deras di pipi.

"Mas ...." Alana memanggil Daniel dengan lirih.

"Alana? Al, kamu udah sadar?" sahut Daniel cepat. "Kamu butuh sesuatu? Kamu butuh apa? Bilang sama Mas, biar Mas bawain untuk kamu. Mau apa?"

"Mas," lirih Alana sekali lagi.

"Apa, Al? Butuh apa? Kamu mau minum? Atau mau apa? Bilang ayo, biar Mas bawain untuk kamu," tanya Daniel sekali lagi.

"Ya udah, aku mau minum aja, Mas," jawab Alana pelan.

Usai mendapatkan jawaban Alana, Daniel bergegas untuk mengambil segelas air putih untuk Alana.

Setelah air putih didapatkan, Daniel kembali berjalan mendekati Alana yang masih terbaring lemah.

Perlahan, Daniel membantu Alana agar bisa duduk dengan posisi yang senyaman mungkin. Setelahnya, Daniel.membantu Alana untuk meneguk air putih yang diinginkan Alana.

"Makasih, Mas," ucap Alana dengan dibarengi senyum hangat.

Daniel menerima gelas kosong pemberian Alana dan melegakannya di atas nakas. Sedikit berdiam diri, Daniel lalu memberanikan diri untuk menatap Alana dengan dalam.

"Mas Daniel habis nangis?" tebak Alana dengan suara paraunya.

Daniel hanya menganggukkan kepalanya. Pria itu tak ingin berbohong pada Alana tentang perasaannya kali ini.

"Kenapa?" tanya Alana.

"Mas khawatir sama kamu, Al. Kan dari awal udah Mas bilang, jangan ngelakuin apa-apa sendiri. Kalau butuh sesuatu, langsung dikasih tau sama orang rumah biar dibantuin. Sekarang kamu lihat, kan apa yang terjadi dengan kamu sekarang?" ucap Daniel dengan sedikit menekankan setiap kata yang ia ucapkan.

Direktur Duda Tampan [End ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang