S2. 17. Amarah Desi

2.6K 202 4
                                    

Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri.  Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.

Selamat membaca ini dan selamat menikmati cerita ini. Semoga kalian suka dengan cerita ini.
Terima kasih.

•••

Malam yang semakin larut tak membuat Desi menghentikan niatnya untuk bertandang ke rumah Alana.

Bersama motor matic hitamnya, Desi berkendara membelah jalanan dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Kecepatan motor yang kian kencang, membuat Desi sempat diklakson oleh beberapa pengguna jalanan lain.

Namun, Desi seakan menulikan telinganya. Motor yang dikendarainya berjalan dengan semakin pesat. Satu per satu pengendara Desi lewati.

Agaknya, foto yang Alana kirimkan padanya benar-benar membuat gadis cantik itu terbakar amarahnya. Sambil mengumpat di dalam hatinya, Desi menatap jalanan dengan penuh amarah.

Lama berkendara dengan perasaan marah, Desi akhirnya tiba di depan kompleks perumahan Alana.

Sedikit berbasa-basi dengan satpam yang berjaga di depan kompleks, Desi kemudian dipersilakan masuk. Pemalang jalan dinaikkan perlahan oleh satpam yang berjaga, lalu pada detik berikutnya Desi segera menjalankan kembali motor matic-nya.

Memasuki lorong kompleks, laju motor Desi mulai memelan. Gadis itu tak lagi membawa motornya dengan kecepatan penuh seperti di jalanan tadi.

Desi menghentikan laju motornya ketika berada di depan kediaman Alana. Rumah megah itu terlihat sepi.

Tanpa banyak membuang waktu, Desi kemudian berjalan mendekati gerbang rumah Alana dengan perlahan.

Matanya memperhatikan dengan seksama pintu gerbang yang terlihat sedikit terbuka.

"Terobos ajalah," gumamnya pelan.

Sedikit mengeluarkan tenaganya, Desi membuka gerbang hingga terbuka lebar. Meninggalkan motornya yang masih berada di luar, Desi melangkahkan kakinya ke dalam.

Desi berjalan masuk dengan langkah tegap. Bahkan, setiap langkah yang Desi lakukan bisa didengar. Wajah Desi juga terlihat menahan amarah yang menggebu.

Ketika sampai di depan pintu, Desi menghentikan sejenak langkahnya. Desi lalu menarik napas panjang, dan mengembuskannya perlahan sebelum benar-benar membuka pintu rumah Alana.

"Daniel! Keluar lo!" Teriakan yang begitu kencang Desi keluarkan ketika kakinya menginjak ruang tamu.

Alhasil, aksi yang Desi berikan membuat kehebohan pada seisi rumah.

Dari arah belakang Desi, seorang satpam muncul dengan langkah tergopoh. Sementara dari arah dapur, muncul Bik Sum, Susan, Nisa, dan Sarah secara bersamaan.

Semuanya melihat ke arah Desi dengan pandangan heran. Untuk apa dia ada di sini?

Bik Sum berjalan mendekat ke arah Desi, memegang bahu gadis itu perlahan dan mencoba menenangkan gadis itu.

"Bik, Daniel mana? Saya pengen ketemu sama dia," ucap Desi yang masih diliputi rasa amarah.

Napasnya terlihat tak beraturan, matanya menatap ke sekeliling dengan seksama.

"Emang ada perlu apa sama Tuan Daniel, Des? Malam-malam gini kamu sendirian ke sini? Masalah penting apa?" Bik Sum mengelus pundak Desi perlahan, berharap agar emosi gadis itu bisa mereda dengan segera.

"Iya, Des. Ada masalah apa, sih?" Sarah yang berada di belakang Bik Sum turut bersuara.

Perlahan, Desi menepis tangan Bik Sum. Desi lalu menatap semua pelayan dengan tatapan mengintimidasi.

Direktur Duda Tampan [End ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang