Cerita ini hasil pemikiran nyata penulis sendiri. Maaf jika ada nama, tempat, latar dll.
Selamat membaca ini dan selamat menikmati cerita ini. Semoga kalian suka dengan cerita ini.
Terima kasih.••••
Waktu berjalan bagaikan siput yang sedang berusaha untuk berpindah tempat. Sangat lambat dan membosankan. Tiap jarum seolah-olah enggan untuk berpindah dari posisinya.
Sementara itu, Daniel terduduk di depan ruangan operasi Alana. Kepalanya menunduk ke bawah, dengan rambut yang acak-acakan. Wajahnya pun terlihat kusut.
Daniel menghabiskan beberapa jam dari waktu berharganya untuk menunggu proses operasi Alana selesai. Pria itu bahkan tidak berpindah tempat sekali pun.
Ketika ditawari makanan oleh Bik Sum, Daniel menolak dengan tegas.
"Alana belum makan dari pagi, Bik. Aku nggak mau makan sebelum Alana sadar. Bibik sama yang lain makan aja duluan." Dengan suara parau yang ia keluarkan, Daniel menolak makanan yang disodorkan Bik Sum padanya.
Pria itu kembali menundukkan pandangannya. Jari-jemarinya kembali ia gunakan untuk meremas rambutnya.
Keadaannya benar-benar kacau membuat Bik Sum dan yang lainnya menatap iba ke arah Daniel.
"Kasihan Tuan, ya. Baru kali ini Tuan Daniel kelihatan kacau kek gitu," bisik Susan pada Nia.
Nia hanya bisa menganggukkan kepalanya, membenarkan apa yang baru saja Susan bisikan padanya.
Tak ada lagi yang bisa Daniel perbuat sekarang. Yang bisa ia lakukan sekarang hanyalah menunggu pintu ruangan operasi Alana dibuka, dan berharap akan mendapatkan kabar baik dari dokter yang menangani Alana.
Sesekali, Daniel mendongakkan kepalanya ke atas sembari menghembuskan napas panjang. Operasi yang dilakukan sudah berlangsung lama. Namun, belum ada kabar satu pun yang pria itu terima.
Keadaan perlahan semakin menegang. Tak ada yang berani mengeluarkan sepatah kata pun, atau bahkan menimbulkan suara bising.
Di depan pintu ruangan operasi, Daniel masih menundukkan kepalanya ke bawah. Menatap lantai rumah sakit dengan pandangan yang semakin mengabur.
Daniel baru bangkit dari posisinya ketika pintu ruangan operasi dibuka oleh dokter. Gegas Daniel mendekati dokter yang masih menutupi wajahnya dengan masker medis.
"Pak Daniel?" panggil sang dokter.
"Iya." Daniel menyahut dengan suaranya yang mulai melemas.
"Operasi yang dilakukan, berjalan dengan lancar. Untuk itu selamat, ya," ucap sang dokter.
Segera Daniel dan yang lainnya mengucapkan syukur ketika mendapatkan kabar baik. Semuanya menarik napas lega, senyum bahagia pun tak luput untuk diberikan.
"Tapi, Pak---"
"Tapi apa, Dok?" Belum sempat sang dokter menyelesaikan ucapannya, Daniel sudah terlebih dahulu memotongnya.
"Saat operasi berlangsung, pasien mengalami pendarahan. Walaupun jarang terjadi, tapi ini masih dalam kategori normal. Maka dari itu, pasien harus menjalani proses transfusi darah," sambung sang dokter kembali.
"Transfusi darah, Dok? Kalau begitu, lakukan saja apa yang menurut Dokter adalah yang terbaik," balas Daniel kembali.
"Sayangnya, Pak, golongan darah yang sesuai dengan pasien sedang kehabisan stok di bank darah. Maka dari itu, kita harus mendapatkan golongan darah yang sesuai dengan pasien segera," papar sang dokter kembali.
"Kehabisan stok, Dok?"
"Iya benar. Jadi, siapa di sini yang mempunyai golongan darah yang sama seperti pasien?" tanya dokter. "Pak Daniel sendiri?"
"Golongan darah saya B+, Dok. Sementara Alana A+," jawab Daniel.
Semuanya terdiam untuk sesaat, menimbang-nimbang untuk membuat keputusan yang lebih lanjut.
Daniel berjalan mendekat keempat pelayan rumahnya dengan cepat.
"Golongan darah kalian apa? Alana benar-benar membutuhkan donor darah sekarang ini. Kalau perlu, saya akan bayar mahal bagi yang mau mendonorkan darahnya," papar Daniel.
Semuanya kembali terdiam untuk sesaat.
"Tuan, golongan darah Bibik sama seperti Nyonya Alana. Biar Bibik aja yang donorin darah," ucap Bik Sum.
"Bagus, ayo, Bik." Daniel yang terlihat bahagia, langsung mengajak Bik Sum untuk mendonorkan darahnya.
Namun, sebelum melangkah lebih jauh Daniel dan Bik Sum ditahan oleh Nia.
"Bik Sum, kan nggak bisa donorin darah. Bik Sum punya tekanan darah tinggi, kan," ucap Nia mengingatkan.
Bik Sum kembali terdiam untuk sesaat, kemudian menatap Daniel dengan pandangan menyesal.
"Ya udah, kalau gitu biar saya aja. Golongan saya juga sama seperti Nyonya Alana. Saya siap, kok untuk donorin darah saya," ucap Sarah.
Sekali lagi, Daniel bisa berbahagia karena mendapatkan golongan darah yang sesuai dengan yang dibutuhkan Alana.
"Baiklah kalau begitu, kamu bisa ikut saya ke ruangan transfusi darah," titah sang dokter pada Sarah.
Sarah menurut, wanita itu langsung mengikuti langkah sang dokter ke ruangan transfusi darah.
•••
Beberapa jam berlalu dengan cepat, ketegangan yang terjadi tak lagi dirasakan oleh Daniel dan yang lainnya.
Semuanya benar-benar bisa bernapas dengan lega kali ini. Tidak ada lagi yang perlu dicemaskan tentang apa pun.
Daniel bahkan sudah diperbolehkan untuk menengok Alana yang masih terbaring lemah di ranjang rumah sakit.
Daniel masuk dengan perasaan sedih dan bahagia yang bercampur menjadi satu.
Alana sendiri sudah dipindahkan ke ruangan yang lebih baik lagi oleh pihak rumah sakit. Tentu saja dengan persetujuan dari Daniel sang suami.
•••
Halo semua!
Gimana kabar kalian? Sehat, dong pastinya.Ceritanya Daniel dan Alana udah pantas tamat belum?
Kasih komentar kalian, ya
KAMU SEDANG MEMBACA
Direktur Duda Tampan [End ✅]
Romance⛔ Follow sebelum membaca ⛔ Ps: untuk membaca season 2, kalian bisa langsung lompat ke bab dengan judul S2 di depannya. ••• 'D' for "Duda" or 'D' for "Daniel"? Pernah lihat duren yang dibekukan? Kalau belum, maka biasakan. Karena sekarang kamu akan t...