24. Bingkai Foto, dan Sebuah Janji

16.1K 1.6K 215
                                    

JANGAN LUPA VOTE NYA HIHI
-
-
-

Kini Ayra sudah berada dirumahnya dan hanya sendiri, karna Zefran memang belum pulang dari kantornya. Ayra membawa beberapa baju yang sudah terlipat rapih ke kamar Zefran lalu menaruhnya di lemari Zefran. Saat ingin keluar dan melangkahkan kakinya pergi, Ayra melirik salah satu ruangan yang belum pernah ia masuki ruangan yang di larang oleh Zefran. Ayra mendekati ruangan itu, ruang kerja Zefran ia sangat penasaran ada apa disana hingga dirinya tidak boleh memasuki ruangan itu.

Ayra berhenti dan memejamkan matanya agar dirinya tidak memasuki ruangan itu namun entah mengapa rasanya ia ingin sekali memasukinya. Jemarinya bergerak membuka gagang pintu itu dengan pelan, pertama kali yang Ayra lihat ruangan itu terlihat rapih, bersih dan sangat terjaga.

Matanya beralih melihat tembok yang persis didepan meja kerja Zefran, senyuman yang tadi berada diwajahnya kini memudar dengan cepat. Ia tahu alasan mengapa dirinya tidak pernah boleh memasuki ruangan ini. Zefran benar-benar mencintai Zahra fikirnya dengan cepat muncul di benak Ayra setelah melihat bingkai foto berukuran besar.

Disana foto Zahra dan Mas Zefran terpajang sangat jelas. Bingkai foto berukuran besar dengan foto Zahra yang sedang tersenyum ketika mengenakan kebaya lalu Mas Zefran yang mengenakan batik, bahkan sangat indah jika di pandang.

Ayra terduduk lemas, kakinya sangat lemas hingga tidak bisa menopang tubuhnya lagi, bulir air matanya mulai turun membasahi pipinya. Dadanya sangat sesak melihat ini, meskipun hanya sebuah foto namun rasanya sangat saki di hatinya.

Ayra memandangi foto Zahra dan Mas Zefran dengan air mata yang menetes juga dirinya sudah terduduk di lantai.

"Sebesar itu cinta kamu kepadanya?" suaranya serak sambil menatapi foto itu.

"Kenapa rasanya sakit ketika melihat ini." ucap Ayra mengelus dadanya yang terasa sesak.

"Rasanya sesakit ini." Ayra memukul-mukul dadanya dengan tangisan terisak.

Ayra menyeka air matanya dengan kasar lalu pergi dari ruangan kerja Zefran ia sudah tidak tahan melihatnya. Keinginan nya salah, seharusnya ia tidak pernah memasuki ruangan itu. Karena itu hanya akan membuat hatinya sakit, Ayra berjalan lemas di tangga dengan tatapan kosong.

Zefran yang baru saja memasuki rumahnya langsung berjalan cepat ketika melihat Ayra, dan langsung menyekal tangan Ayra.

"Ayra, kamu menangis?" Zefran menatap Ayra khawatir.

Ayra menoleh tepat melihat wajah Zefran, air matanya turun lagi. Entah mengapa ia tidak bisa menahan air mata yang sudah membendung dipelupuk matanya saat Zefran bertanya.

Zefran memegang kedua pundak Ayra.

"Ayra?"

Jemari Ayra perlahan-lahan melepaskan kedua tangan Zefran dari pundaknya dengan lembut.

"Aku nggak papa." jawabnya dengan senyuman diwajahnya lalu dengan cepat menyeka air matanya.

Ayra berjalan pergi menuju kamarnya, lagi lagi Zefran menyekal tangannya. Ayra menghembuskan napasnya lalu bertanya.

"Ada apa lagi?" tanyanya masih dengan nada lembut.

"Kamu bohong sama saya, kamu kenapa Ayra."

"Aku sudah bilang sama kamu kalau tidak apa-apa mas."

"Bohong, kamu habis menangis, iya kan?"

"Mas. Stop--"

"Stop khawatir sama aku, kenapa di saat aku ingin menjauhi kamu, kamu seakan-akan menarik aku untuk kembali? Namun disaat aku sudah kembali kamu dengan mudahnya menyuruh aku pergi lagi? Aku harus bagaimana?" nada bicaranya mulai melemah. Karena sungguh Ayra sudah tidak tau mau bagaimana lagi.

Ayra Zahira [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang