35. Bola Senyuman

13 3 0
                                    

   Ekor matanya bergerak ke kanan-kiri sembari menegang ponsel erat. Ia tidak tahu, apa yang ada di dalam pikirannya Hokuto tentang bermain sepak bola atau tidak? Hokuto malah mencoba untuk memikirkan terlebih dahulu ikut bermain bola atau tidak. Ini seperti seorang gadis yang ingin menembak lelaki yang ia cintai, harus kuat walau cintanya di tolak.

   Tama menyimpan ponselnya kembali ke dalam saku dan menuju ke kelasnya kembali. Sampai di kelas, di dalam sana ada Yugo sedang mengobrol santai bersama Shota dan Yuka. Pemuda itu menoleh ke Tama yang memasang wajah suram, putus cinta.

"Bagaimana?" tanya Yugo saat Tama sudah duduk di sampingnya.

Ia menghela nafas kasar sejenak," Matsumura harus memikirkan secara matang untuk mengambil permainan bola ini. Kau tahu, dia seperti ingin..." kedua alisnya bertaut dan heran dengan murid pandai itu, adik kelas.

Biasanya kalau seseorang diajak bermain atau apapun langsung tancap gas. Sedangkan ini tidak sama sekali. Yugo tersenyum tipis mendengar cerita singkat Tama, menepuk bahu bidang Tama membuat si empu menoleh ke Yugo.

"Tenang aja, Hokuto kun bakal ikut permainannya kok." kata Yugo menyakinkan.

"Bagaimana bisa kau tahu? Kochi kun?" tanya Shota dibalas anggukkan Yuka, pemuda berambut blonde. Yugo tertawa kecil.

"Ia selalu saja begitu. Dan pasti ujung-ujungnya ikut juga, aku sudah tahu sifat asli Hokuto kun." kata Yugo tanpa ada rasa keraguan sedikit pun.

     Di koridor sekolah terlihat seorang pemuda tinggi semampai, ia memiliki kharisma yang luar biasa. Membuat para gadis di sana selalu memandang pemuda tinggi semampai tersebut. Pemuda itu sangat populer di sekolah walau sifatnya bobrok setengah mati apalagi tawa khasnya.

Hahaha.

Jesse Lewis yang memiliki blasteran Amerika dan Jepang membuat kharisma seorang Jesse Lewis bertambah memesona. Ia tidak hanya pemuda populer dikalangan para gadis-gadis melainkan Jesse juga selalu aktif di ekstrakulikuler di sekolahnya dan ahli karate, sabuk hitam.

   Jesse berjalan menelusuri koridor mengabaikan teriakan dari para gadis. Ia mencari kelasnya Juri Tanaka. Pemuda bernama Juri Tanaka adalah teman sekolah Jesse saat duduk di SMP, mereka berdua sering mengabiskan waktu bersama-sama dan juga pernah nakal di sekolah.

Memori yang tidak bisa terlupakan, begitu saja.

"Permisi, apakah di sini ada Juri kun?" tanya Jesse sudah berdiri diambang pintu kelas. Penghuni kelas sempat cengo ada cogan menuju ke kelas mereka.

Lalu seorang gadis berkata kalau Juri berada di kantin sekolah dengan cepat, Jesse menuju ke kantin sekolah dan tidak lupa mengucapkan terima kasih banyak pada gadis itu.

"Terima kasih banyak, nona cantik!" kata Jesse membuat si gadis melayang ke udara, kupu-kupu di dalam perutnya terbang bebas lalu pingsan.

Tap tap tap!

Suara hentakan kaki sepanjang koridor terdengar begitu khas. Jesse melewati beberapa murid yang menghalangi jalannya.

"Permisi, permisi." ucapnya. Kedua kakinya menuruni tangga dengan cepat lalu berbelok ke kanan menuju kantin sekolah.

   Setelah sampai di kantin sekolah, kantin itu nampak sepi dan hanya beberapa murid saja yang singgah untuk mengobrol sesuatu. Jesse mengedarkan pandang ke seluruh penjuru kantin mencari sosok pemuda kurus, rambut lurus hitam dan bermata sipit. Ia berhenti di suatu tempat, matanya menyipit untuk memastikan kalau penglihatannya tidak salah kalau bangku pojok sendiri ada seorang pemuda yang duduk sendirian.

Melamun.

Jesse tersenyum sumringah dan berjalan santai menuju ke Juri. Arah pandang pemuda bernama Juri mengarah ke luar jendela, salah satu tangan menyangga pipi tirusnya. Ia begitu banyak pikiran.

The Story World Of The System {TAMAT}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang