Saat kebahagiaan sederhana hancur tak lagi bermakna.
-Rachel
❤️✨
Siang hari yang amat melelahkan bagi Rachel. Di tambah, Arsya tak bisa mengantarnya karena harus mengikuti ekstrakurikuler futsal.
Dari kejauhan, rumahnya nampak ramai sekali orang. Rachel bertanya-tanya sendiri, ada acara apa di rumahnya?
"Assalamualaikum, ada apa nih?" Tanya Rachel.
Semuanya menoleh ke arah Rachel. Mereka saling menatap, memberi kode agar menjelaskan apa yang terjadi pada gadis itu. Namun, sebelum semuanya menjelaskan ia membelalakkan matanya terkejut.
"Apa ini? Kenapa rumah pohon Rachel di hancurkan?" Tanyanya mata yang mulai memanas.
Semua orang yang ada di sana terdiam. Dirla, Azka, Mahendra, dan Edo hanya bisa melihat raut wajah kecewa Rachel.
"Jawab dong. Mah, yah kenapa?" Katanya sendu. Ia menatap Mahendra dan Edo, "Kek, kenapa? Kenapa rumah pohon Rachel di hancurkan?!" Katanya seraya menutup wajahnya.
Dirla menghampiri anak gadisnya, mencoba untuk menenangkannya.
"Mah, Kenapa?!" Lirihnya terdengar sangat miris. "Kalian, turun. Jangan tebang pohon Rachel!" Teriaknya meminta para pekerja yang sedang menebang pohonnya untuk berhenti.
Mahendra mengistirahatkan para pekerja itu untuk turun. Ini saatnya, ia harus menjelaskan.
"Chel, pohon ini harus ditebang. Karena, tadi ada ranting tua yang jatuh dan menimpa rumah tetangga. Kakek rasa, ini bisa membahayakan kamu dan Arsya. Jadi, kita tebang dulu saja ya? Nanti, setelah aman kita buat lagi rumah pohonnya?" Bujuk Mahendra.
Rachel menggeleng dengan air mata yang sudah membasahi pipinya.
"Gak! Rachel gak mau. Cukup, jangan hancurkan lagi pohon Rachel!" Teriaknya.
Fahri dan Rangga menghampiri mereka. Disini, Rangga melihat Rachel begitu hancur. Padahal, hanya perkara pohon tua yang ditebang karena membahayakan keselamatannya dan orang lain.
"Yah, mah. Bantu Rachel. Bilang sama kakek, jangan tebang lagi pohon Rachel!" Pintanya.
Wajahnya sudah memerah, ia menahan sesak di dadanya. Bagi Rachel, pohon itu bukan sekedar pohon tua yang membahayakan. Namun, hanya disini ia dapat melihat Rangga, melihat indahnya langit sore, dan tempat tenang untuk mencari inspirasi kala malam. Disini juga, ia tumbuh dengan Arsya memainkan drama bodohnya setiap malam Minggu. Dan disini juga, ia banyak menceritakan betapa mengagumkannya Rangga dimatanya.
"Neng, ini keputusan terbaik. Setelah ranting-ranting tua itu di tebang, kita bisa bangun lagi rumah pohonnya. Ya?" Bujuk Dirla
Rachel menggeleng, "Gak, mah! Banyak catatan diary Rachel disana. Banyak kenangan masa kecil Rachel juga disana. Kenapa gak ada yang bicarakan ini terlebih dahulu sama Rachel? Kenapa?!"
"Buku diary, kostum drama, hiasannya sudah mamah rapikan. Ayah harap, kamu bisa menerima keputusan kami ya? Ini sangat membahayakannya untuk keselamatan banyak orang, sayang." Ujar Azka memberikan pengertian.
Rachel tetap menggeleng dengan wajah yang sudah sembab. Rangga memperhatikannya, ia melihat Rachel sangat terpukul.
"Om Fahri, bantu Rachel bilang sama kakek jangan tebang lagi pohon Rachel!" Pintanya menatap Fahri sendu.
Fahri menggeleng ia tak dapat berbuat banyak. Tak mungkin ia melawan keputusan Mahendra.
"Ga, bantuin gue. Bilang sama kakek jangan sakiti lagi pohon gue!" Katanya seraya menatap Rangga memohon.
![](https://img.wattpad.com/cover/263247570-288-k777760.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIARY RACHEL
Ficção AdolescenteCinta pada pandangan pertama. Itulah yang Rachel rasakan. Dahulu, yang Rachel tahu itu hanya sekedar rasa kagum. sebelum, detak jantungnya mulai tak karuan saat memperhatikan lelaki itu dari kejauhan. dialah Rangga. sosok laki-laki yang matanya ber...