36. TULUS?

93 19 10
                                    

Selagi lo ngerasa baik-baik aja sama tubuh lo, jangan mikirin pendapat buruk orang lain

-Rachel.

❤️✨

Sania merapikan make up-nya. Hari ini, ia harus tampil cantik. Pasalnya, pertandingan persahabatan antara futsal Tunas Bangsa dan sekolah lain. Ini waktunya bagi Sania untuk tebar pesona. Tujuannya hanya satu, agar banyak siswa sekolah lain yang mengenalnya membuat namanya semakin dikenal.

Sania, si ratu caper.

"Sania!"

Sania menoleh, ia memandang sosok yang baru saja memanggil namanya. Ia berdeham manja, sambil melirik dengan tatapan centil.

"Eh, Farrel. Kenapa nih? Tumben manggil aku."

Farrel memanjatkan banyak do'a dalam hati, semoga ia dihindarkan dari wanita-wanita cantik berhati iblis seperti wanita dihadapannya.

"Gue mau ngomong sama lo, empat mata. Bisa?"

"Bisa dong, mau dimana?"

"Gak sekarang, nanti habis gue tanding."

"Ok, semangat ya!"

Farrel hanya mengangguk tak menjawab. Ia bergidik, ternyata di balik keanggunan Sania ada sifat centil dan manja.

Dari pada berlama-lama memandang Sania. Lebih baik Farrel pergi menemui Rachel yang ia undang untuk menontonnya bertanding.  Hitung-hitung, membantu Rachel keluar dari pikirannya tentang pohon kesayangannya itu.

Rachel sudah ada pinggir lapangan. Matanya bergerak mencari Farrel dan Arsya. Sebenarnya, ia tak begitu senang dengan keramaian seperti ini. Begitu juga dengan dua sahabatnya. Mereka lebih senang melihat dari kelas, atau hanya melihat sekilas saat mereka hendak ke kantin.

Pada dasarnya, mereka bukan tipikal orang yang senang tebar pesona.

Namun karena Farrel dan Arsya memintanya untuk memberikan semangat saat di lapangan, akhirnya Rachel bersedia dan langsung mengajak dua sahabatnya yang saat ini sedang memasang wajah datar. Terlebih Afifah, gadis berhijab itu sengaja membeli masker untuk menutupi wajahnya.

Sedikit informasi, Afifah memang memiliki rasa kurang percaya diri yang rendah. Terlebih, saat berat badannya naik sejak SMA dan susah turun. Padahal sebentar lagi ia sudah mau masuk kelas dua belas, Afifah takut jika ia tak bisa lagi kurus.

Beda dengan Afifah, Vania justru memasang wajah datar karena bingung. Ia melirik ke arah siswa sekolah lain yang sedang bersiap untuk tanding.

"Ini acara apa sih? Banyak wajah asing."

Afifah mendelik. "Lo bisa baca 'kan? Baca tuh, pertandingan persahabatan!" Sewotnya.

"Ya maaf, gue 'kan tadi gak baca kesana."

Afifah memutar bola matanya. Moodnya sedang kacau karena permasalahan dengan teman sekelas mereka. Sekarang, Vania membuatnya semakin kesal saja.

"Chel, kok abang gue ada disini ya?" Tanya Vania.

Rachel menoleh. "Ya tanya dong, lo 'kan adiknya. Gue mana tahu maksud dan tujuan abang lo kemari."

Afifah masih terdiam. Ia seperti sedang menutupi sesuatu. Rachel peka akan kondisi itu, namun saat ia hendak bertanya Farrel terlebih dahulu menyapanya.

"Hi, Chel. Makasih ya udah nyempetin waktunya," ujar Farrel.

Rachel tersenyum. "Iya, cuman nonton doang gak di suruh main 'kan?" Selorohnya.

DIARY RACHELTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang