36

11.4K 1.2K 53
                                    

Previously on Thunder

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Previously on Thunder ...

Denyutan nadi di kepala Iris terasa begitu perih ketika dia tersadar. Wanita itu berusaha membuka mata pelan-pelan. Seluruh tubuhnya pegal dan lemas. Matanya bahkan hanya mampu menatap sekeliling dengan samar.

Tempat itu cukup gelap, hanya ada satu ranjang kasur yang dia tempati dan sisanya lantai yang berdebu. Di langit-langit terlihat sarang laba-laba berkumpul dan aroma yang diciptakan dari ruangan itu tak mengenakan. Entah dia sedang bermimpi atau dia memang berada di ruangan bagai penjara.

Sontak, Iris membelalak detik itu juga dan beranjak dari tidurnya. Ingatannya kembali pada kejadian beberapa saat lalu ketika seseorang menyerangnya di lingkungan asrama. Ternyata itu bukan mimpi, seseorang benar-benar menculiknya! Detik itu juga Iris memojokkan diri di sudut ranjang dan memeluk kakinya kuat-kuat. Panik menyerangnya.

Dia berada di mana sekarang?

Thunder di mana?

Pertanyaan-pertanyaan itu muncul di kepala Iris, tapi tak lama, karena pertanyaan itu sebentar lagi akan terjawab.

Derap langkah kaki seseorang terdengar, membuka pintu ruangan itu dari luar. Pelan-pelan, pintu melebar, sampai akhirnya menempakkan sosok yang membuat wanita itu membisu.

Mata Iris terbuka lebar dengan aliran darah yang berhenti untuk sesaat. Kepalanya seperti dijatuhkan batu besar dan tidak mampu mencerna apa yang baru saja dia lihat.

Mengapa wanita itu ada di sini?

"Lexi?"

---

Iris masih tidak percaya dengan apa yang dia lihat dengan mata kepalanya. Napasnya tercekat diikuti tubuh yang membeku sesaat. Lexi, teman asramanya, teman kampusnya, teman terdekat satu-satunya selama berada di Chicago, adalah orang terakhir yang Iris harapkan berada di tempat itu, tapi wanita itu justru berdiri di depan matanya. Tersenyum miring.

Itu bukanlah ekspresi yang Iris ingin lihat dalam situasi seperti ini. Iris berharap wanita itu menunjukkan raut kekhawatiran, agar dia percaya bahwa kehadiran Lexi di dalam ruang kumuh itu mungkin sebagai penolongnya. Namun, senyum wanita itu memancarkan kepuasan, seolah memberi kejelasan bahwa kemalangan yang tengah Iris alami sekarang, adalah bagian dari rancangannya. 

Cukup lama, mereka saling menatap tanpa suara, sampai akhirnya Iris meyakinkan diri untuk membuka mulut lebih dulu.

"Apa... Apa yang kau lakukan di sini, Lexi?" Tanya Iris gagap. Suaranya terdengar parau dan serak, akibat belum minum sedari pagi dan juga syok disaat bersamaan.

Meskipun pikiran Iris telah dipenuhi dengan skenario terburuk, dia masih berharap mendengar jawaban  baik dari wanita itu, mungkin saja, dia hanya overthingking sedari tadi. 

THUNDERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang