Dark Romance (18+)
"Ketua geng memiliki kutukan dimana setiap orang yang terlibat denganmu, akan ikut hancur bersamamu. Jika kau mencintainya, kau harus membiarkannya hidup tanpamu."
Selama hidupnya, Thunder memegang teguh prinsip untuk menjauhi ora...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kadang kau harus keluar dari zona nyaman untuk mendapatkan kenyamanan.
•••
Setelah kepergian Thunder dari kamarnya, Iris tidak bisa bernapas dengan tenang. Dia menggigit jari telunjuknya dan mondar-mandir gelisah di dalam kamar. Kepalanya pusing memikirkan apa motif pria itu memperingatinya untuk tidak mencuri perhatian di kampus. Iris ingin membicarakan situasi ini pada Ayahnya untuk meminta pertolongan, tapi sejak pertemuan mereka malam itu, Iris tidak bisa menghubungi ayahnya lagi. Pria itu seolah menghilang ditelan bumi.
Akhirnya Iris keluar dari kamar. Dia ingin menceritakan kejadian itu pada Lexi untuk berjaga-jaga jika terjadi sesuatu padanya nanti.
"Lexi?!" Panggil Iris seraya mengetuk pintu kamar wanita itu kencang. Tapi tidak ada suara sahutan dari dalam.
Ragu-ragu, Iris mencoba untuk meraih gagang pintunya yang ternyata terkunci rapat. Di dalam sana juga gelap, tidak ada sedikitpun sinar cahaya yang keluar dari celah fentilasi di atas pintu yang menandakan kamar itu hampa.
Iris menghela napas panjang. Sekarang dia benar-benar tidak memiliki siapa-siapa. Dengan rasa frustrasi memenuhi kepala, Iris mencoba melangkah menyusuri lorong asrama yang diterangi lampu pijar pada langit-langit yang dibuat dari batu alam sebagai penyangga atap. Ada beberapa lampu aksen yang menyorot lukisan di dinding yang kini menjadi pusat perhatian Iris. Setidaknya pikiran wanita itu sedikit teralihkan pada seni di asrama itu.
Tapi tidak bertahan lama. Karena di detik berikut perhatian Iris teralihkan oleh melodi musik piano yang mengalun lembut berasal dari ruangan di sisi timur. Pelan-pelan, Iris melangkah ke arah sumber suara, masuk ke dalam ruangan hingga mata birunya menangkap wujud seorang pria sedang duduk di depan grand piano dengan jemari bergerak lihai di atas permukaan tuts.
Dari arah samping, pria itu terlihat menawan. Rambut hitamnya terbelah tengah dengan sedikit helaian mencuat ke dahi. Sewaktu masih memiliki Ibunya, Iris dan Daisy sering menonton film lawas yang diperankan oleh Leonardo Dicaprio, dan pria itu mengingkatkan Iris dengan Leo versi muda saat memerankan karakter Romeo. Iris bisa melihat itu dari jarak mereka yang hanya terbentang dua meter sehingga minusnya tidak menghalangi kejernihan matanya kali ini.
Menyadari tatapan intens Iris, pria itu menghentikan permainan pianonya. Iris langsung membuang pandangan ke arah lain, pada lemari yang tersusun rapi oleh buku-buku. Seketika wajahnya memerah.
"Ada yang bisa aku bantu?" Tanya pria itu. Badannya yang tadinya menyamping kini menghadap lurus menatap Iris.
Iris langsung menunduk. Dia tersadar jika sekarang tidak memakai tudung untuk menutupi wajah dan rambut ginger-nya.