33. Sifat Jahil Vega🥀

70 8 0
                                    

Didalam kamar yang gelap hanya cahaya rembulan yang menyinari kegelapan malam. Sosok gadis berpakaian piyama bernyanyi kecil mengiringi irama gitar. Ia terlihat bersedih sembari menatap foto keluarganya.

Oh, Tuhan, tolonglah, bawa dia kembali.

Bersamaku di sini, menjagaku selalu

Dengarlah doaku yang tak pernah meminta

Bawa dia kembali bersama walau hanya sesaat

Vega menangis tersedu-sedu menatap sesosok anak lelaki yang bersama dengannya. Ia terus mengelus lembut foto itu hingga kesadarannya menghilang lalu tertidur karena kelelahan.

***

Kring! Kring!

Bunyi barang terjatuh membuat gadis itu terbangun dari tidur panjangnya. Ia menatap jam yang tadinya masih berbunyi sekarang hancur dengan beling kaca yang berceceran dimana-mana.

Vega menghela nafas panjang lalu menatap malas beling kaca yang berceceran itu. Ia mengambilnya dengan malas-malasan hingga tangannya tergores kaca.

"Duh, berdarah lagi kalau tangan gue nggak mulus lagi gimana," gumam Vega dengan menutupi jarinya dengan tisu untuk menghentikan pendarahan.

Ia mandi terlebih dahulu walaupun agak pedih saat memakai sabun karena lukanya masih baru juga terbuka. Seusai mandi baru dia mengobati lukanya lalu menutupnya dengan perban agar tidak infeksi karena jari merupakan tempat rentan untuk terkontaminasi oleh debu dan sebagainya.

Vega segera bergegas menuju mobilnya ditambah 15 menit lagi masukkan, apalagi Jakarta itu sering macet sepertinya kali ini dia akan balap motor. Dia sudah menyiapkan mental dimarahin oleh pengguna jalan dan kali ini benar-benar banyak yang memaki dirinya.

"Maaf semuanya buru-buru soalnya," batin Vega kalau secara langsung mana berani.

Saat ini entah kenapa tidak macet seperti biasanya apa mungkin mereka lagi bertapa. Ia semakin menambah kecepatan motornya hingga hanya sampai dalam 5 menit biasanya 15 menit alasannya karena rumahnya termasuk dekat. Kini hanya tinggal 10 menit sebelum masuk kelas, Vega bergegas menuju kelasnya saat memasuki kelas dia tidak melihat teman sekelasnya.

Ia mengerlingkan seluruh kelasnya tetapi tidak ada tanda-tanda kehidupan murid kelasnya. Ia menatap mejanya lalu menemukan sticky note menempel diatas mejanya.

Vega, lo cepat ke lab biologi! Hari ini kita ada materi yang harus dilakukan di laboratorium.

Dari temanmu,
Dila cantik.

Vega meletakkan tasnya dan membawa alat-alat yang diperlukan termasuk handphonenya. Ia berlari kecil sekarang tinggal 5 menit sebelum bel masukkan berbunyi.

Vega mendobrak pintu laboratorium yang menampilkan beberapa murid terkejut. Gadis itu mengerutkan keningnya saat yang dilihatnya bukan kelasnya melainkan XI IPS 1 yaitu kelas Liam berada.

"Ini laboratorium biologi bukan?" Tanya Vega dengan mengerutkan keningnya.

Para murid-murid lain seketika tertawa terbahak-bahak sedangkan Vega menatap bingung para kakak kelasnya itu. Ia terus-menerus menatap hingga kesabarannya terkuras. Ia menatap dengan muka dingin dan bersedekap dada, matanya menatap satu-persatu yang menertawainya.

Liam menyadari perubahan ekspresi wajah Vega. Ia meminta teman sekelasnya untuk berhenti tertawa bukannya berhenti malah semakin tertawa.

"Hahaha! Ini bukan lab biologi ini lab fisika," jawab Zai dengan tertawa terbahak-bahak.

Vega mengangguk lalu mengeluarkan pisau dari saku bajunya. Ia menatap sekeliling dengan tersenyum simpul lalu memutarkan pisau itu dan membukanya.

Para murid seketika berhenti tertawa menatap Vega dengan susah meneguk ludah. Vega mengangkat alisnya kemudian terkekeh kecil.

Love You Head PMR [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang