06. Kondangan

5.6K 772 34
                                    

Aku dan Alex memasuki gedung pernikahan Geri dengan bergandengan tangan. Aku memasuki gedung dengan langkah pasti nan percaya diri. Aku juga menebar senyum ke semua orang yang aku kenal di sini, karena sebagian teman Geri adalah temanku juga.

Sebenarnya gara-gara keusilan Alex tadi, kami jadi datang terlambat. Makanya aku tak melihat cecunguk itu ijab qobul. Sekarang sudah acara resepsi, sehingga semua tamu terlihat mengantre untuk bersalaman dengan kedua mempelai.

Sebab malas ikut mengantre, aku dan Alex memutuskan untuk duduk dulu di kursi yang tersedia--menunggu antrean panjang bak dapat sembako gratis itu terurai. Aku memilih bergabung dengan beberapa orang yang sudah aku kenal, karena semua meja bundar terlihat sudah penuh.

"Hai, beb! Siapa blasteran kece yang lo bawa hari ini? Lo tau nggak sih betapa syoknya gue pas terima undangan nikahan dari Geri tapi nama cewek yang ada di undangan itu bukan lo? Sumpah gue langsung tercengang. Padahal gue taunya seminggu lalu Geri pacaran sama lo," ujar Sera seraya mengajakku cipika-cipiki.

"Ya, gitu, Ser, emang ada orang yang ditakdirkan cuma jagain jodoh orang doang," nyinyir Sila dengan ekspresi simpati yang dibuat-buat.

Aku segera melepas pelukan Sera lalu memutar bola mata malas. "Ya, hidup emang begitu, Ser. Bener kata Sila, kadang kita emang cuma ditakdirin jagain jodoh orang doang. Tapi, Sil, kalo gue yang nikah sama Geri sekarang, gue nggak bakalan bawa gandengan cowok super kece yang dari tadi lo pelototin padahal suami lo ada di samping lo," ujarku yang sontak membuat kedua mata Sila membola, wajahnya memerah. Gadis itu terlihat malu luar biasa. 

"Cieee~ Coba dong dikenalin, cowok super kece ini siapa?" tanya Sera menggoda.

Sebelum aku berbicara Alex sudah memperkenalkan diri lebih dulu. "Hai, gue Alexandre. Lo bisa panggil gue Alex," ujar pria itu seraya mengulurkan tangan pada Sera yang langsung disambut oleh gadis itu.

"Hai, Lex, gue Sera. Salam kenal."

Lalu semua orang yang ada di meja bundar ini berkenalan dengan Alex. Mengingat teman-temanku tahu kebiasaan burukku yang suka gonta-ganti pacar tapi aku masih perawan, aku pun memutuskan untuk menceritakan proses bagaimana kami berkenalan. 

Aku juga bercerita jika kami tinggal bersama di Twogether selama dua tahun, dan Alex sering memakai sikat gigiku karena letak cangkir tempat sikat gigi kami bersebelahan. Biar terlihat jika Alex bucin sekali padaku. Padahal kenyataanya, itu terjadi karena pria  nggak bisa membedakan warna biru tua dan biru muda. Pria itu selalu mendadak buta warna saat masuk kamar mandi! Bah! Tapi ini biar jadi rahasia anggota Twogether saja.

Lalu aku juga bercerita bagaimana kami saling jatuh cinta karena bertemu setiap hari. Kalo pepatah jawa bilang; witing tresno jalaran soko kulino. Aku pula bercerita tentang betapa manisnya cinta kami yang bertebaran di setiap sudut Twogether seperti permen gula-gula. Padahal kenyataannya ada dua rekaman perjanjian dengan kalimat; Wina dan Alex tidak boleh saling jatuh cinta yang diulang sampai tiga kali.

"Wah, kadang jodoh juga begitu ya, Win. Udah cari ke sana-ke mari, eh, ternyata doi ada di depan mata," tutur Sera yang aku angguki setuju.

"Jadi, kapan nih lo nyusul Geri nikah?" tanya Sila lagi.

Pertanyaan Sila sontak membuatku memutar kedua bola mata malas. Pertanyaan seperti inilah yang kadang membuatku malas datang ke kondangan. Pertanyaan 'kapan nyusul?' 'kapan nih lo juga nikah?' benar-benar sangat mengganggu. 

Hei, nggak semua orang ingin menikah dan pertanyaan seperti itu bisa menjadi tekanan dan beban tersendiri bagi orang lain. Tetapi menjadi manusia yang hidup di negara +62 memang susah sekali. Belum nikah bakal terus ditanya kapan nikah. Sudah menikah bakal ditanya kapan punya anak. Sudah punya anak bakal ditanya kapan nambah. Punya anak banyak juga tetap dinyinyiri; 'iya, sih, banyak anak banyak rejeki, tapi kalo kira-kira nggak mampu ya sadar diri, kek. Punya anak satu aja udah cukup.' Dan ... orang yang bilang begitu adalah orang yang sama yang nanya 'kapan tambah anak' melulu.

Padahal setiap orang berhak untuk memutuskan segala hal yang membuat hidup mereka bahagia. Setiap orang berhak menjalani kehidupan seperti yang mereka mau. Memutuskan untuk menikah silahkan, tidak mau menikah juga tidak apa-apa. Memutuskan childfree boleh, mau punya anak lima juga monggo

Aku tersenyum lebar pada Sila. "Doain aja, Sil. Kalo gue nikah, entar lo juga gue undang," jawabku kalem. Sebenarnya aku juga bisa menanya balik, 'Lah lo kapan punya anak, Sil?' karena Sila yang sudah menikah selama tiga tahun belum dikaruniai momongan. Tetapi aku tahu, pertanyaan seperti itu hanya akan menyakiti Sila, makanya aku memutuskan untuk tetap bungkam.

Aku tidak tahu apa yang dialami Sila selama tiga tahun ini. Bisa jadi ia memang memutuskan untuk tidak punya anak dan hidup berdua selamanya dengan Joni--suaminya. Aku bisa malu sendiri jika tetap melontarkan pertanyaan itu. Atau Sila sedang berusaha punya anak hingga program sana-sini, ia sedang semangat, bisa jadi pertanyaanku nanti justru membuatnya tertekan dan kehilangan harapan. Pada akhirnya kita sendiri yang memutuskan, balik nyinyir, atau menjadi manusia yang berkelas.

Akhirnya antrian di depan sana mulai terurai. Aku pun segera menghabiskan bolu yang ada di mulutku, lalu menggandeng lengan Alex untuk bersalaman dengan Geri dan Sari.

Dagu terangkat, langkah pasti nan percaya diri, serta senyuman super lebar terus terpampang si bibir saat aku menaiki panggung. "Hei, Ger, congrats buat pernikahan lo. Semoga lo selalu bahagia," doaku tulus. Aku percaya Tuhan hanya mengabulkan doa yang baik, sedangkan doa-doa yang buruk akan kembali padaku. Makanya, walau cecunguk ini menyelingkuhiku aku tidak mau mendoakan hal buruk padanya. Aku hanya mau Geri tahu, jika saat ini aku baik-baik saja.

"Thanks, karena lo udah dateng. Jadi, dia selingkuhan lo?" tanya Geri sinis seraya melirik tajam Alex. Ah, pria dan harga dirinya yang tinggi. 

"Nggak, Ger, perselingkuhan lo yang berhasil. Makanya congrats buat lo dan Mbak Sari. Kenalin ini Alex pacar gue yang sekarang, kapan-kapan lo main aja ke Twogether kalo mau kenalan lebih jauh. Sori, kayaknya kita nggak bisa ngobrol lama, antrian makin banyak, sekali lagi selamat buat pernikahan lo."

"Wow! Seorang Wina memang luar biasa. Setelah putus sama selingkuhan lo, sekarang lo punya pacar lagi. Padahal ini jaraknya baru seminggu. Gue bersyukur karena waktu itu lo nolak lamaran gue," ujar Geri dengan nada sinis merendahkan. Ah, ternyata pria ini masih sakit hati.

Sekali lagi aku menatap Geri dengan senyuman. "Udah gue bilang perselingkuhan gue gagal, karena Jo In Sung susah sekali digapai. Lo kok yang menang, tenang aja. Harga diri lo terselamatkan."

"Jo In Sung? Lo ditolak cowok Korea? Mampus! Makanya jadi cewek punya harga diri sedikit!" ejek Geri tak menahan tawanya sama sekali. Sedangkan Sari sudah menunduk menahan malu. Orang-orang di antrian juga ikut tertawa seiring tawa Geri yang semakin keras. Pria itu pasti merasa sudah berhasil mempermalukanku tanpa sadar jika ia sedang mempermalukan dirinya sendiri.

"Bro, boleh minta kontak lo? Nanti gue share tutorial buka google biar lo tau siapa Jo In Sung. Dan gue juga bersyukur karena Wina nolak lamaran lo, jadi suatu saat nanti dia bisa nerima lamaran gue. Tunggu ya ... Entar gue kirimin link youtube tutorial cara buka google." Setelah mengatakan itu Alex mengajakku turun dari panggung dengan langkah percaya diri. 

Alex merangkul pundakku. "Wah ... pembalasan dendam lo benar-benar luar biasa," puji Alex.

Aku merangkulkan lenganku ke pinggang Alex. "Akting lo sebagai pacar boongan juga luar biasa," pujiku balik.

Lalu kami keluar dari gedung pernikahan dengan netra bertatapan dan senyum lebar bertengger di bibir masing-masing. Di belakang sana, acara pernikahan Geri dan Sari terdengar gaduh. Karena Sari mengomel pada Geri, dan tamu undangan yang tertawa terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi.

Hi, Mate! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang