Aku tersenyum lebar saat bangun pagi ini. Tubuhku terasa lebih segar setelah tidur hampir 10 jam. Tetapi tak bisa dipungkiri jika saat ini kakiku lelah luar biasa. Efek outbound kemarin nyatanya masih terasa. Badanku masih pegal di beberapa tempat. Namun, untungnya koyo cabe pemberian Alex membuat rasa pegal itu banyak berkurang.
Yak ... pasti sekarang aku sudah gila karena senyum-senyum sendiri seraya melihat koyo cabe yang menempel di kaki kanan!
Setelah mengikat rambutku dengan gaya bun hair, aku segera keluar kamar untuk membersihkan diri. Tak lupa aku membawa handuk yang aku sangkutkan di leher. Senyumku langsung melebar begitu aku melihat Alex tengah memasak di dapur.
Yeah, sialan ... spatula, wajan, dan Alexandre adalah perpaduan yang tak bisa dilewatkan. He’s damn fucking hot!
Dengan langkah menjijit—agar pria itu tak mendengar suara kakiku—aku menghampiri Alex. Lalu aku memeluk pria itu dari belakang. Awalnya pria itu berjingkat kaget, tapi kemudian ia menengokkan kepalanya ke belakang seraya tersenyum lebar, kemudian ia mengecup pipi kiriku singkat membuat aku tertawa kecil.
Aku kembali berjinjit, lalu mengecup pundak Alex singkat. Setelah itu aku melepaskan pelukanku dari tubuh pacarku itu. Kemudian aku bersandar di kitchen set dan kembali mengamatinya memasak. Yeah ... persetan dengan mandi. Itu bisa ditunda dulu.
”Gimana badan kamu? Masih pada sakit?” tanya Alex seraya memasukkan bawang merah ke dalam minyak yang sudah panas.
Aku bersedekap dada, lalu tersenyum manis kepada pria itu. “Udah membaik. And thanks to Bapak Alexandre Rajendra karena jadiin aku bucin tolol yang senyum-senyum sendiri gara-gara liat koyo cabe!”
Alex terkekeh seraya memasukkan nasi goreng ke dalam wajan. Lalu ia memandangku dengan tatapan menggoda. “Ini bakal jadi penyiksaan yang bagus. Biar setiap liat koyo cabe kamu bakal selalu inget aku. Dan ini adil, karena aku benci tersiksa sendirian karena selalu inget kamu setiap nyium aroma parfum kamu di mana-mana. Di seluruh sudut rumah ini.”
Ya, aku sangat paham dengan maksud Alex, karena aku juga merasakan hal yang sama. Mau tidak mau saat ini kami memang harus backstreet sebab peraturan di Twogether yang melarang sesama anggota untuk kencan. Memang peraturan super konyol, yang sialnya akulah pencetusnya sejak awal. Ya, memangnya siapa sangka kalau kedatangan Alex dua tahun lalu aku akan membuat semua perasaanku berantakan?
“Nanti malem kamu bisa pulang ke apartemen aku,” ujarku seraya mengedipkan mata yang sontak diangguki Alex dengan anggukan setuju. “Deal. Tapi mungkin aku bakal pulang telat hari ini. Aku harus ketemu klien di SCBD,” jelas pria itu.
Aku mengangguk mengerti. “It’s okay. Take your time, Lexi. Aku bakal tunggu kamu di apartemen. Aku bakal buatin puding susu kesukaan kamu.”
Alex hendak membawa aku ke pelukannya, tapi pria itu menahan gerakannya karena Dewi memasuki dapur dengan wajah super kusut.
“Wi, are you okay?” tanyaku khawatir.Dewi menganggukkan kepala setelah meminum setengah botol air mineral yang gadis itu ambil dari kulkas. “I am fine, Win. Cuma lagi dapet. First day, jadinya bad mood.”
“Nah, pas banget, Wi. Karena lo lagi bad mood gue masakin nasi goreng cumi-cumi. Kurang baik apalagi gue coba?”
“Gue sukanya nasi goreng udang. Yang lo masak kesukaan Wina bangke!” seru Dewi yang saat ini memang sedang mode senggol bacok.
“Ya, emang sengaja gue masak makanan kesukaan Wina. Ngapain gue masakin makanan kesukaan lo saat lo bad mood? Ogah amat, Buk! Gue bukan pacar lo!”
“Ya, terus lo pacarnya Wina gitu, Lex?” tanya Jonathan yang baru selesai jogging. Terlihat dari kaus putih pria itu yang basah kuyup oleh keringat.
Pertanyaan Jonathan membuat Alex langsung bungkam dan membuat pria itu gelagapan. Sedangkan aku memilih segera kabur ke kamar mandi sebelum semuanya semakin awkward. Ya, backstreet memang sialan tapi ternyata pacaran diam-diam punya sensasi mendebarkan tersendiri. Aku suka.
***
Jatuh cinta memang selalu sekonyol ini, kan? Overthinking karena pacar nggak membalas pesan cepat padahal ia online. Senyuman lebar saat akhirnya dikabari karena ia baru sempat membuka hp sebab baru beres rapat. Rasa lega karena nyatanya ia masih peduli dan perhatian dengan bertanya sudah makan siang atau belum. Sungguh, saat ini aku mirip seperti remaja kelebihan hormon yang baru pertama kali pacaran dengan segala salah tingkahnya yang super konyol.
“Oke guys, ayo taruhan. Menurut kalian apa yang bikin seorang Wina senyum-senyum kayak orang tolol dengan muka mupeng di siang bolong begini? 100k untuk film porno Jepang yang aktornya manis,” ujar Dewi setelah menelan indomie yang ada di mulutnya.
Sungguh, aku tidak tahu apa yang salah dengan Dewi. Karena tiba-tiba ia mampir ke Queen Bakery dan merecokiku yang sedang bekerja. Aku yakin ini bukan hanya tentang menstruasi di hari pertama, tapi ada hal lain yang menggangu gadis itu yang entah apa karena ia tidak mau bilang. Tapi yang jelas aku tahu jika gadis itu tidak sedang baik-baik saja.
Dan aku tidak bisa memaksanya bercerita sebelum Dewi yang memutuskan untuk menceritakan apa masalahnya. Makanya, saat ini aku membiarkan gadis itu berbuat seenaknya di sini.“100k untuk foto shirtless-nya Ardhito Sahala,” sambar Mila.
“Ya, dan selamat Mila lo baru aja mengaku kalah. Nenek-nenek buta juga tau kalo Bos Wina nggak pernah tertarik sama Ardhito Sahala. Tolol aja kalo masih nge-ship mereka,” ujar Topan mengejek. “100k buat foto tas Channel terbaru atau Jo Malone yang modelnya Austin Butler naked dan hanya Bos Wina doang yang punya,” lanjut pria itu.
“Bacot lo puting beliung! Apa salahnya sebagai sih sebagai fans berharap?” seru Mila seraya menoyor kepala Topan.
“Heh, fangirl gila! Perasaan itu nggak bisa dipaksa. I know ini terdengar menyakitkan, tapi yeah welcome to the reality baby~”
Aku meletakkan ponsel setelah membalas pesan Alex dan memperingati pria itu untuk makan siang sampai kenyang. Lalu menatap tiga orang yang sejak tadi menjadikaku bahan taruhan tepat di depan mataku sendiri. Memang sialan punya teman dan karyawan kampret begini.
“Dan lo tau apa yang lebih menyakitkan, Pan? Dijadiin bahan taruhan depan muka dan dipandang sebagai porn maniac! Enak aja kalian nuduhnya! Lo sama Reza mungkin suka make out di mobil sebelum masuk Twogether, Wi. Terus Mila sama Topan suka ‘adu mulut’ di gudang sebelum pulang kerja, tapi sorry to say, gue bukan kalian semua!”
Karena yang di tenda waktu itu ... hanya hampir.
Dan ya ... mampus! Ucapanku barusan membuat mereka bertiga keselek berjamaah.
Dewi meminum teh tawar yang tersisa setengah, lalu memandangku dengan pandangan kesal. “Ya, jangan salahin kita dong kalo mikir gitu. Lo daritadi senyum-senyum sendiri kayak bucin tolol yang akhirnya selesai overthinking karena pacar lo akhirnya bales chat lo, padahal dari tadi lo dikacangin, dan lo harus liat betapa menggelikannya ekspresi seorang Wina dari tadi. Bikin sakit mata,” ujar Dewi sewot.
Kan, Dewi memang menyebalkan saat bad mood begini dan sudah pasti masalahnya adalah Reza.
“Lo kalo ada masalah sama Reza omongin dulu sana.”
“Skip, Win.”
Aku mengangguk mengerti, lalu membiarkan Dewi bertingkah menyebalkan dan menggangguku di sisa hari ini. Untungnya pekerjaanku tidak terlalu banyak sehingga sesekali aku masih bisa menimpali tingkah menyebalkan Dewi.
“Wi, pulang kerja mau gabut di Ikea?” tanya Dewi lagi.
“Oh, sorry, Wi hari ini gue balik ke apartemen—“
“Oke, nggak usah lo jelasin. Gue ngerti dan nggak mau denger.” Setelah mengatakan itu ia segera kembali ke bilik komik dan melanjutkan membaca dengan muka masih super kusut. Sedangkan aku hanya bisa mengerjap bingung karena bingung memangnya apa yang salah dari yang baru saja aku katakan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Mate! (Completed)
Romance#Twogetherseries2 Alexandre Rajendra dan Wina Rakasiwi Soebarjo adalah teman satu rumah sejak dua tahun lalu. Anggota Twogether menjuluki mereka Tom and Jerry karena tidak pernah akur. Namun bagaimana jika pada suatu malam penuh bintang mereka memb...