43. Head Over Heels

4.2K 506 32
                                    

"Lexi, kamu belum jawab pertanyaan aku. Gimana kamu bisa nebak kalo aku suka kamu duluan?" tanyaku seraya mengikat rambutku ekor kuda.

Alex tersenyum menggoda, senyum menyebalkan yang aku tahu hanya untuk mengejekku. "Mendingan kamu nggak tau, Win. Yang ini lebih parah daripada jadi 'model majalah dewasa'," jawabnya ambigu.

Kampret! Drunk Wina benar-benar memalukan. Shit, ini aku tidak menembak Alex ala-ala Cleopatra atau Romeo dan Juliet, kan? Entah kenapa membayangkan itu saja membuatku malu setengah mati. Again, fuck my fantasy.

"Untuk semua peserta outbound dimohon untuk segera berkumpul di lapangan!" seru Arsen yang sontak membuat kami semua yang masih stay di sekitar tenda berjalan berbondong-bondong ke lapangan yang dimaksud.

Dengan mengabaikan panggilan Alex, aku pun berjalan mendahului pria itu. Membayangkan apa yang aku lakukan di apartemen pria itu saat mabuk selain berpose ala-ala adult magazine model benar-benar membuatku ingin tenggelam ke dasar bumi. Please ... Setidaknya jangan Anastasia Steele.

Alex meraih pinggangku dan mengecup kepalaku lembut. "Julia Roberts, Runaway Bride. Aku suka adegan Maggie Carpenter ngelamar Ike setelah dengan kampretnya ninggalin dia di altar."

"Oh, aku emang suka adegan itu," ujarku seraya mengembuskan napas lega. Setidaknya betulan bukan jadi Anastasia Steele. Bisa berabe, Sis!

"Dan aku tau kamu pasti lupa, karena setelah itu kamu nggak pernah nyinggung lagi. Tapi Wina ... aku cuma mau kamu tau, sejak malam di apartemen itu. Jawabanku adalah 'iya' pas kamu ngajakin aku pacaran."

Aku membalik tubuhku dan mengalungkan kedua tanganku di leher pria itu. "Lex, kalo aku cium kamu sekarang, itu bad idea, kan?"

Alex mengangguk seraya tertawa kecil. "Ya, itu emang bad idea. Arsen bakal langsung nendang kita, dan believe me kamu nggak mau ngelewatin acara siang ini. Dijamin seru."

"Oke, kita bisa lakuin ini nanti." Setelah mengatakan itu aku pun segera kembali berjalan ke lapangan dan menempati tempat yang kosong.

Ya, aku dan Alex bisa membahas tentang ini nanti. Mungkin saat kami tidak pulang ke Twogether karena peraturan tertulis yang super konyol di sana yang juga ikut aku tandatangani. Aku dan Alex akan beralasan pulang ke apartemen masing-masing, padahal kenyataannya kami pulang ke apartemen berdua.

Atau bisa saat diam-diam kami menyelinap ke kamar masing-masing di Twogether tanpa seorang pun yang tahu. Kalau ketahuan bakal bilang nobar Jigsaw, padahal aslinya cuddle sampai pagi. Atau saat memutuskan bergadang di atap berdua pukul 2 pagi, dan sesekali mencuri kecup di bawah bintang-bintang. Aku pastikan aku bakal melakukan itu semua dengan Alex, tapi ya ... masa depan siapa yang tahu? Dan perjalanan panjang kami berdua tidak pernah semudah itu.

Tidak pernah.

***

"Tolong nanti ikutin petunjuk arahnya oke? Setiap pos juga bakal ada yang jaga, jadi kalian nggak usah khawatir bakal nyasar. Area ini udah ditelusuri dengan benar dan seksama. Gue cuma minta tolong kalian ikutin map dan petunjuk arahnya."

"Siap, Sen!"

Selain camping, rumah pohon, api unggun, dan segala fasilitas lainnya. Outbound memang salah satu kegiatan seru yang dijanjikan oleh Soul Grounds. Kita akan dibagi menjadi beberapa tim yang minimal berisi 5 orang. Dan tentu saja aku satu tim dengan Alex. Lalu kami menyusuri hutan dan melakukan challenge yang sudah disediakan.

Aku dan Alex ada di tim biru. Makanya kami memakai pita berwarna biru yang dikat di pergelangan tangan masing-masing. Kami berkenalan dengan 3 anggota tim lainnya. Yaitu Lana, Darius, dan Beno.

Setelah berbaris dan mengutus Darius sebagai ketua, kami pun berjalan menuju pos pertama yang ternyata adalah pos jaring laba-laba. Jaring raksasa setinggi 2,5 meter itu tampak berdiri kokoh di depan sana. Jangan lupakan lumpur yang ada di bawah jaring sehingga dijamin baju putih yang kami kenakan langsung kotor di permainan pertama.

Kali ini kami melawan tim kuning dan yang orang pertama yang bakal melewati jaring adalah Darius. "Dar, semangat!" teriak kami begitu peluit dibunyikan oleh panitia.

Dan karena Darius memanjat dengan tergesa-gesa, pria itu pun langsung terpleset, sehingga langsung nyemplung ke kolam lumpur yang sontak membuat kami berempat meringis bersamaan. Namun, Darius langsung bangkit seraya mengacungkan jari jempolnya. Tim kami kalah telak, tapi tetap kami berlima masih bisa tertawa bahagia. Toh, tujuan kami ikut outbound memang untuk bersenang-senang bukan untuk menang.

"Bener kata kamu. Ini seru, Lex!" ujarku seraya tertawa dan mengelap wajahku yang penuh lumpur.

Alex ikut tertawa, lalu ia mendekat dan mengelap wajahku dengan hati-hati. "Pasti hari ini Tuhan lagi sayang banget sama aku. Karena bisa liat cantiknya malaikat ketawa."

Perkataan Alex sontak membuatku tersipu, ah dasar pacarku itu!

Lalu kami melanjutkan ke permainan selanjutnya. Yaitu ada lomba bakiak, rope course, arum jeram, dan ditutup dengan flying fox. Semua permainan ini super seru, walau tim kami kalah telak, dan baju putih kami sudah berubah warna menjadi coklat serta setengah basah.

Setelah ber-high five ria dengan anggota tim untuk merayakan kekalahan. Alex diam-diam menuntunku untuk meninggalkan acara penutupan outbound dan pengumuman siapa tim yang memenangkan lomba.

Alex membawaku berjalan sekitar 300 meter dari Soul Grounds. Ternyata pria itu membawaku ke padang bunga daisy. Aku pun melepaskan genggaman tangan Alex, lalu berlari ke tengah padang bunga seraya merentangkan kedua tangan. Hangatnya matahari sore yang mencumbu kulitku, membuatku memejamkan mata sejenak.

Aku kembali membuka mata, lalu menghampiri Alex dan ikut rebah disamping pria itu. Alex menjadikan lengannya sebagai bantalan kepalaku. Sehingga aku menyender di dada pria itu dan dapat mendengar detak jantungnya yang super berisik. Berdetak dengan begitu cepat, ternyata bukan hanya aku yang deg-degan setengah mati dan debar-debar ini menyenangkan.

Senyumanku mengembang saat aku mengingat perjanjian konyol itu. Tidak boleh saling jatuh cinta yang diulang sampai tiga kali. Saat itu aku sudah kalah, dan Alex tahu kebenarannya.

"Lex, nggak adil kalo kamu tau kapan aku jatuh cinta sama kamu. Tapi aku nggak tau kapan kamu mulai suka aku," ujarku seraya bangkit dari dada Alex dan kini aku tengkurap seraya menatap pria itu.

"Tapi sekarang yang cinta Alex bukan cuma Tante, tapi aku juga. Dan begini cara aku mencintai Alex, dengan percaya padanya, dan pilihan-pilihannya sendiri. Kamu tau Wina, walau aku tau waktu itu kamu cuma pura-pura, aku menghibur diriku sendiri kalo sejenak kita bisa jadi pacar beneran. Dan di traffic light waktu itu, aku menahan diri mati-matian buat nggak peluk dan cium kamu. Kamu memang paling tau gimana cara nyiksa aku."

Aku mengelus pipi Alex, kalau Alex sudah tau pengakuan cintaku, harusnya pria itu paling tahu kalau waktu itu aku sama sekali nggak pura-pura.

"Dan saat ini kamu nggak perlu nahan diri lagi. So, Hi, Mate! Mau cium aku?"

***
Sa nangis pas Alex bilang tawa Wina kayak tawa malaikat. Wina ini jarang banget ketawa yang benar-benar bahagia, dan kali ini dia bahagia beneran. Sa jadi ikut bahagia buat Wina, dan tanpa sadar ngetik sambil nangis.

Thank you, Alex, karena udah bikin Wina ketawa bahagia ♥️

Eh, Sa, bikin logo baru. What do you think guys?

Hi, Mate! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang