Aku pikir setelah tindakan lancangku pada Tante Risma tadi, acara makan malam ini akan canggung. Ternyata tidak sama sekali. Tante Risma tetap menjamuku dengan baik di meja makan. Suasana meja makan juga tetap hangat.
Dan seperti prediksi Tante Risma tadi sore, saat ketiga anaknya berkumpul, mereka semua ribut. Kali ini mereka merebutkan meatloaf yang tinggal sepotong.
"Udah sih yang tua ngalah," ujar Adeline seraya menusukkan garpunya di potongan meatloaf terakhir.
"Mana ada begitu, Dek? Kamu udah makan berapa tadi? Kakak baru makan dua potong, lho," protes Alexandre seraya menusukkan garpunya di depan tusukan garpu Adeline.
"Udah biar adil potongan terakhir buat gue aja. Saat si sulung dan si bungsu rebutan, anak tengah harus bertindak. Iya nggak, Ma?" tanya Marshal seraya ikut menusukkan garpunya ke meatloaf terakhir.
"Idih apaan deh, Kak Al!" protes Adeline.
"Bilang aja lo pengen kampret!" Alex juga ikut protes.
Tante Risma bangkit dari duduknya, lalu menyingkirkan semua garpu dari falscher hase terakhir sebelum membaginya menjadi tiga bagian sama rata. "Kalian berantem rebutan makanan kayak Mama nggak bikin ini tiap hari aja, deh," omel Tante Risma seraya menaruh setiap potongan falscher hase ke piring anak-anaknya.
"Ya kan, aku emang nggak makan ini tiap hari, Ma," protes Alex dengan mimik cemberut.
"Salah sendiri milih kabur dari rumah. Emangnya Mama nyuruh kamu ngekos?" sindir Tante Risma tajam yang membuat mimik cemberut Alex semakin kentara.
"Sudahlah, Ma. Kalo Alex memang masih mau, buatkan saja lagi nanti," ujar Om Charles menengahi.
Tante Risma hanya menjawab ucapan Om Charles dengan anggukkan, lalu wanita itu mengalihkan pandangan ke arahku seraya tersenyum lebar. "Nambah, Win, ini Tante sengaja masak kerang banyak karena tau kamu bakal ke sini."
Aku membalas senyuman Tante Risma. "Iya, ini aku juga makan banyak kok, Tan. Seperti biasa kerang asam manis Tante Risma yang terbaik!" seruku seraya mengacungkan jempol.
"Ah, kamu bisa aja. Padahal masakan kamu juga enak."
"Masakan Mama sama masakan si Wina sama-sama enak, kok, Ma," ujar Alex. Lalu pria itu memindahkan jamur yang ada di piringku ke piringnya.
"Jamurnya buat gu—aku, ya, Win," ujar pria itu seraya berdeham salah tingkah. Pria itu tampak canggung. Jelas, karena 'berpura-pura' tidak pernah mudah.
Aku menganggukkan kepala. "Iya, ambil aja. Aku juga udah kenyang makan kerang."
Lalu aku berdeham canggung saat bertatapan dengan tiga pasang mata yang menatap kami dengan intens.
"Kamu mau makan meatloaf Kakak, Del?" tanyaku untuk memecahkan suasana canggung yang memenjara.
Adeline tersenyum lebar. "Boleh, Kak?" tanya gadis blasteran itu antusias.
Aku mengangguk cepat. "Boleh dong. Ambil aja. Tapi kerangnya buat Kakak semua, ya!"
Gadis itu terkekeh kecil. "Ambil aja semuanya, Kak! Dasar maniak kerang!" ledeknya yang membuat suasana di meja makan kembali ceria. Di sini aku benar-benar merasa senang. Andai saja aku juga punya kesempatan seperti ini setiap hari. Tetapi aku tahu, memaksakan semua yang aku inginkan sama saja dengan bunuh diri. Ekspetasi nyatanya lebih sering membuat jiwaku nyaris mati walau ragaku tak goyah sama sekali.
***
"Tan, boleh aku bantu elapin piring yang basah?" tanyaku seraya mendekat ke wastafel di mana Tante Risma sedang mencuci piring.
Tante Risma mengangguk. "Boleh, kalo kamu nggak keberatan."
Lalu aku dan Tante Risma bekerjasama membersihkan piring. Tante Risma mencuci piring yang kotor, sedangkan aku mengelap piring basah yang sudah bersih sebelum menatanya di rak.
Lagi-lagi saat ini terasa canggung bagi kami. Sudah kubilang biasanya kami tidak pernah kehabisan obrolan jika sudah di dapur.
"Tan, aku benar-benar minta maaf soal kelancanganku tadi. Aku tau seharusnya aku nggak boleh ngomong sok tau kayak tadi, apalagi aku tergolong baru di hidupnya Alex."
Tadi sejenak aku lupa, jika Risma Rajendra bukanlah Melani Soebarjo. Aku seperti meledak di tempat yang salah.
Kali ini Tante Risma menatapku serius. "Tapi Tante tebak, kamu nggak menyesal, kan?" tanyanya.
Tentu saja aku langsung menggeleng tegas. "Ya, tebakan Tante Risma benar. Aku sama sekali nggak menyesal, karena seperti yang aku bilang tadi, kalo begini cara aku mencintai seorang Alexandre."
Tante Risma tersenyum simpul. Wajah tuanya terlihat sangat ayu walau keriput yang sangat kentara menghiasi sudut kedua netranya. "Kalo kamu mencintai Alex dengan berani, maka Tante memilih mencintai Alex dengan melindungi. Tante tau Alex sudah dewasa, Win. Tante juga paham kalo anak sulung Tante itu, bisa memilih untuk dirinya sendiri. Tante tau di mata kamu Tante kaliatan egois, tapi Tante cuma mau yang terbaik buat semua anak-anak Tante."
"Ini mungkin kedengeran klise, Win. Tapi Tante yakin kamu bakal ngerasain sendiri kalo nanti kamu punya anak. Sudah sedewasa apa pun anak kamu, kamu bakal tetep ngerasa dia adalah seorang 'anak-anak'. Seperti kata kamu tadi, semua orang tua pasti mau yang terbaik buat anaknya, dan Tante memang maunya begitu."
"Soal masalah menantu ideal, Tante pikir itu urusan Tante, kan? Jadi, Tante nggak bakal bahas ini sama kamu. Lagipula berharap kan bukan sebuah dosa. Tante senang, kalo yang cinta Alex bukan cuma Tante. Tapi kamu juga. Cuma, kalo dibandingin Tante, kamu nggak bakalan bisa menang, kan?" tanya Tante Risma dengan sorot mata yang tegas.
Aku mengangguk. "Tentu, kita berdua kenal Alex, Tan. Jelas aku nggak bakalan bisa menang. Berarti aku harus lebih berusaha, kan?"
Tante Risma tersenyum simpul. "Ya, silahkan coba saja." Lalu wanita itu mengelus bahuku lembut. "Kamu jangan pulang dulu, ya? Tante bikin puding. Kayaknya bentar lagi keras. Sayang kalo nggak ada yang makan," lanjutnya.
"Oke, Tan, kalo gitu aku ke depan dulu, ya? Kalo butuh apa-apa panggil aja."
Tante Risma mengacungkan jari jempolnya. "Oke."
Jelas, aku ditolak. Karena aku bukan Sania. Lagipula, sejak awal aku tidak melakukan permainan ini untuk jadi pemenang, kan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Mate! (Completed)
Romantik#Twogetherseries2 Alexandre Rajendra dan Wina Rakasiwi Soebarjo adalah teman satu rumah sejak dua tahun lalu. Anggota Twogether menjuluki mereka Tom and Jerry karena tidak pernah akur. Namun bagaimana jika pada suatu malam penuh bintang mereka memb...