54. Last Kiss

3K 356 26
                                    

Setelah akhir-akhir ini mendapat banyak kejutan, akhirnya hidupku kembali normal. Aku bangun jam 05.00 pagi, lalu workout dan jogging keliling kompleks satu putaran, dan mampir ke shelter untuk memberi makan kucing liar yang ditampung di sana.

Lalu, aku segera pulang setelah membeli sarapan untuk anak-anak jalanan yang bertugas menjaga shelter hari ini. Sebenarnya sedikit menyenangkan bisa bermain dengan para kucing yang ditampung di sini, hewan menggemaskan berkaki empat itu benar-benar membuat mood-ku sangat bagus pagi ini.

Namun, sayangnya aku tidak bisa berlama-lama di sini, karena aku harus segera ke kafe jam 7 pagi. Sudah hampir seminggu aku tidak datang ke kafe, aku yakin Mila pasti sudah kerepotan. Aku kembali memasukan kucing hitam bernama Black Gordon ke dalam kandang. Lalu segera pamit pulang pada anak-anak penjaga shelter.

“Gue balik dulu, ya? Kalo butuh sesuatu atau ada apa-apa langsung hubungin gue aja. Makasih karena udah mau jagain shelter.”

“Eh, iya Mbak Win, hati-hati di jalan. Makasih sarapannya!”

Aku tersenyum kecil, lalu segera berlari kecil meninggalkan shelter. Selama di perjalanan aku sesekali menyapa beberapa tetangga yang juga tengah olahraga pagi dan tukang sayur keliling langganan anak-anak Twogether.

Sesampainya di rumah aku langsung menuju dapur dan menghampiri kulkas untuk mengambil air mineral dingin karena tenggorokanku terasa kering. Bibirku melengkung lebar saat aku melihat Alex baru saja keluar dari kamar mandi seraya membawa bayam yang baru saja dicuci.

Alex menaruh bayam itu di samping kompor, lalu menghampiriku untuk mengelus pipi kananku dan mengecup pipi kiriku. “Hi, morning baby.”

“Pagi juga, Lex. Kamu masak apa hari ini?” tanyaku seraya melangkah ke arah kompor—untuk melihat apa saja yang akan pacarku masak hari ini.

Tetapi Alex lebih dulu menahan tubuhku dan mengangkatku untuk duduk di kitchen table, sehingga kini aku duduk di hadapan Alex dengan posisi lebih tinggi dari pria itu.

“Lexi!” seruku seraya memukul bahu pria itu, lalu berusaha untuk turun, tapi Alex malah melingkarkan tangannya di pinggangku sehingga aku terkunci di tempat dan tidak mampu ke mana-mana.

“Jangan gila kamu!” seruku lagi.

Masalahnya saat ini kami sedang ada di Twogether dengan peraturannya yang sialan itu. Kalau sampai ada yang memergoki kami dengan posisi begini, sudah pasti kami berdua pasti langsung diusir tanpa ampun. Hah, aku terlalu mengenal betapa menyebalkan anggota Twogether.

“Nggak mau coba sensasi baru? Curi-curi ciuman di dapur sebelum yang lain bangun misalnya?”

Aku melingkarkan kedua lenganku ke leher Alex, lalu menunduk untuk menatap mata pria itu. “Abis itu ketahuan dan diusir sama yang lain?”

“Atau kalo Debby teriak kekencengan kita bisa digrebek Pak RT?”

“Terdengar menyenangkan,” jawab Alex sambil tersenyum lebar.

Kami semakin mendekatkan wajah kami dengan perlahan, hingga jarak yang ada di antara kami perlahan-lahan terkikis.

“We’ll regret it.”

“Yes, I think so.”

Lalu bibir kami saling bertautan. Alex mengecupku dengan begitu lembut, pria itu memang selalu memperlakukan aku dengan begitu lembut. Seolah aku adalah barang pecah belah yang akan langsung hancur jika ditekan keras-keras.

Pelukan Alex selalu membuat aku aman, ciuman pria itu selalu membuat aku merasa dicintai begitu besar. Makanya di sisa waktuku yang mungkin tidak lagi seberapa, izinkan aku mengabadikan ciuman ini untuk selamanya. Kalau memang ini ciuman terakhir kami, biar aku mengingat semuanya. Aku akan menyimpan ciuman ini di hatiku, di kepalaku, di bibirku, di setiap sarafku, di kulitku yang terasa terbakar, di dadaku yang hampir meledak, di jemariku yang gemetar, di embusan napasku yang berat, dan di tulang-tulangku yang seolah hilang. Aku akan selalu mengingat ciuman ini selamanya. Sebagai ciuman terakhir yang akan aku punya di sisa usia. Karena aku tidak akan pernah mau berciuman dengan siapa pun lagi selain Alexandre Rajendra. Ah, andai masa depan boleh sekali saja jadi milik kita....

Setelah selesai menciumku Alex langsung menciumku keningku, lalu pria itu menempelkan keningnya di keningku seraya tersenyum lebar. Membuat senyumanku juga semakin lebar.

“Lexi....”

“Yes, baby?”

“Malam Minggu nanti mau kencan?”

Bolehkan aku jadi egois untuk seminggu lagi? Seminggu lagi saja aku janji.

***

Dan dalam waktu seminggu ini, bakal banyak kejutan dor dor dor~
By the way, seminggu di hidup Wina, ya. Bukan di hidupnya Sa. Karena keknya ceritanya Wina bakal sampai tahun depan. 2023 kalian masih ditemani Wina, jangan bosen-bosen, ya!

Sa,
Xoxo.

Hi, Mate! (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang