Aku pikir setelah seharian berkutat dengan berbagai pesanan coffee art dan selai-selai roti bakar, aku bisa langsung mengistirahatkan tubuhku yang super lelah begitu sampai Twogether. Namun, nyatanya aku malah overthinking sampai tengah malam.
Geri memang sialan!
Bisa-bisanya seminggu lalu pria itu memutuskanku dengan alasan aku terlalu baik, tapi hari ini ia malah menyebar undangan pernikahan. Kami baru putus seminggu dan ia sudah mau menikah saja?
Sialan! Selama pacaran ternyata gue diselingkuhin!
Aku tahu di mata orang lain aku adalah seorang player karena begitu mudah bergonta-ganti pacar. Namun, bagiku kesetiaan adalah harga mati yang tidak bisa ditawar-tawar. Jadi, walau saat putus dengan Geri aku mengaku tidak sebaik yang pria itu pikirkan karena punya selingkuhan, itu hanya demi menyelamatkan harga diriku saja. Tetapi lihat siapa yang benar-benar selingkuh sekarang? Haha, lucu sekali.
Aku meremas kartu undangan dengan nama Geri & Sari yang ditulis dengan font aprodhite pro berwarna emas. Sumpah saat ini aku buntu sekali harus membawa siapa ke pernikahan mantanku itu.
Oke, jelas aku bisa saja tidak usah datang dengan sejuta alasan super masuk akal, tapi harga diriku sama sekali tidak mengizinkan. Aku harus datang. Titik.
Aku memijat pelipisku yang terasa nyeri karena berpikir berlebihan. Saat ini aku sedang super bingung memikirkan bagaimana mendapatkan pacar dalam satu hari. Kalau aku membawa random people, aku tahu Geri langsung paham jika aku sedang membual, pria itu terlalu mengenalku yang suka 'main-main' dalam menjalin hubungan. Makanya, kali ini aku harus membawa pacar betulan. Aku harus membawa seseorang yang bisa meyakinkan semua orang jika kami dalam hubungan yang serius. Tetapi siapa?
"Dor!" seru Alex yang sontak membuat aku berjingkat kaget.
Aku melempar sandal ke arah Alex. "Kampret! Ngagetin aja lo!"
"Woy, santai dong! Bar-bar banget lo jadi cewek! Kasian banget nanti yang jadi suami lo karena punya istri pengabdi kekerasan," tutur pria itu hiperbola.
Sebenarnya aku ingin mendebat Alex, tapi aku sudah terlalu lelah walau sekedar untuk adu bacot. Makanya aku tak menggubris perkataan menyebalkan pria itu.
"Idih tumben diem aja. Dan tumben lo jam segini belum tidur? Kenapa? Insecure sama Siska karena dia masuk Metro Magazine?”
Aku memutar bola mata malas, lalu mengangkat dagu tinggi-tinggi. "Sori, insecure hanya untuk orang-orang lemah yang nggak percaya sama dirinya sendiri. Dan jelas, orang lemah itu bukan gue.”
Alex berdecak terang-terangan. "Ck, gue lupa kalo lagi ngomong sama manusia over-pede sekaligus ratu narsis sejagad!"
"Nggak ada yang salah sama percaya diri dan itu nggak narsis."
"Iya iya, Yang Mulia.”
Lalu hanya ada keheningan di antara kami. Aku dan Alex hanya diam dengan pikiran masing-masing. Hingga akhirnya aku memutuskan membuka pembicaraan.
"Kalo lo kenapa belum tidur? Begadang lagi gara-gara that fucking inspiration?" ejekku sinis.
Alex menggelengkan kepalanya. "Nggak, gue lagi nggak ada proyek," jawab pria itu sebelum terdiam cukup lama. Mungkin Alex bimbang harus menceritakan masalahnya atau tidak, tapi akhirnya ia buka suara. "Besok gue dijodohin lagi sama mama dan nggak tau harus gimana lagi nolaknya."
Kali ini aku menatap Alex serius. "Gue tau setiap orang tua mau yang terbaik buat anaknya. Tapi kadang mereka lupa, kalo pada akhirnya yang menjalani kehidupan ya, anak mereka sendiri. Lo punya hak untuk berkata 'Tidak' bahkan sama orang tua lo sendiri, Lex. Karena kadang orang tua juga bisa salah," ujarku seraya tersenyum kecut karena rasa sesak yang tiba-tiba menghantam dada.
Aku kenal dengan mamanya Alex. Sebab wanita itu kadang mampir ke Twogether sebulan sekali saat akhir pekan. Tante Risma memang bisa dibilang orang tua yang super perhatian, berbeda sekali dengan seseorang yang kukenal.
Perhatian berlebihan ini juga yang membuat Alex menjadi yang paling manja di Twogether dan kadang menjadi balita menyebalkan. Tetapi memang tidak ada manusia yang sempurna, dibalik semua segala kasih sayang Tante Risma pada Alex, wanita paruh baya itu juga suka mengatur-atur Alex tentang segalanya.
Bahkan, sampai masalah jodoh. Entah sudah berapa kali Alex disuruh kencan buta dan dijodohkan. Saking putus asanya Alex sampai menyewa pacar bohongan yang pria itu bayar perjam hanya untuk menjadi obat nyamuk saat kencan buta dilakukan.
Alex mengangguk. "Gue tau gue punya hak itu. Tapi gue nggak mau ngecewain mama, Win. Seenggaknya kalo gue emang bisa nggak ngecewain mama ya, nggak bakal gue lakuin. Makanya kali ini pun gue bakal ketemu sama cewek yang mama jodohin. Walau mungkin harus bawa pacar boongan lagi."
"Oke, kalo itu pilihan lo," kataku seraya mengedikan bahu tak peduli. Padahal tengah iri setengah mati.
Lalu Alex mengambil undangan yang ada di tanganku. "Widih siapa nih yang nikahan?"
"Mantan gue."
Pria itu tertawa keras. "Oh ... jadi lo overthinking sampe nggak bisa tidur karena mantan lo nikahan? Mampus ditinggal kawin kan lo. Jangan main serong sama Om-Om makanya," ejeknya sinis.
"Om Rizaldi bukan sugar daddy gue," tuturku datar.
Sebenarnya ini sangat menyebalkan. Jadi, minggu lalu Alex tidak sengaja melihatku makan siang bersama Om Rizaldi di PIM. Seperti kebiasaan pria paruh baya itu, sebelum pergi ia pasti selalu mencium kening atau pipiku. Kebetulan Alex yang tengah rapat dengan klien melihat adegan itu dan hingga saat ini aku terus diejeknya seenak jidat. Padahal pria itu tidak tahu apa-apa.
"Bukan tapi pake cium pipi segala," sinisnya.
Aku mengembuskan napas kasar. "Apa salahnya papa Mas Jodi cium pipi gue?"
Perkataanku membuat kedua bola mata Alex membola. "Dia papa tiri lo?" tanyanya dengan nada tak percaya.
"Hmm."
"Astaga ... kenapa lo nggak jelasin dari awal biar gue nggak terus-terusan salah paham sih, Win?" tanyanya frustrasi dengan mimik bersalah.
"Kebanyakan manusia hanya percaya apa yang mereka mau percaya. Nggak peduli apa faktanya. Buat apa gue capek-capek ngejelasin?" tanyaku malas.
"Seenggaknya kalo lo jelasin gue bis--" Alex menghela napas panjang. "Sorry, karena gue salah paham," lanjutnya penuh penyesalan.
"It's okay. Jadiin pelajaran aja kalo lo nggak bisa seenaknya nge-judge kalo nggak tau apa-apa."
"I am sorry....”
“It's okay,” jawabku lirih.
Alex terdiam lumayan lama sebelum akhirnya bertanya, "Win, gimana kalo kita kerjasama?"
"Hah?" tanyaku seraya menelengkan kepala ke arah pria itu.
"Gue jadi temen kondangan lo. Lo jadi pacar pura-pura gue. Anggep aja kayak friend with benefits. Kita bisa saling memanfaatkan karena saling membutuhkan."
Sontak aku langsung melotot. "Friends with benefits gundulmu! Ogah gue!" seruku seraya menggeplak kepala Alex. Agar otak pria itu yang mungkin sedikit bergeser, bisa kembali ke tempatnya.
Aku harus segera menyuruh Alex tidur. Keseringan begadang benar-benar membuat pria itu tidak waras!
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Mate! (Completed)
Romance#Twogetherseries2 Alexandre Rajendra dan Wina Rakasiwi Soebarjo adalah teman satu rumah sejak dua tahun lalu. Anggota Twogether menjuluki mereka Tom and Jerry karena tidak pernah akur. Namun bagaimana jika pada suatu malam penuh bintang mereka memb...