Hanya ada keheningan di dalam mobil, karena aku dan Alex memutuskan untuk bungkam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Aku tahu Alex juga memikirkan hal yang sama denganku, hanya saja pria itu belum berkomentar apa-apa.
Mungkin saat ini ia juga tengah meruntut semua kejadian yang terjadi sebulan terakhir di kepalanya—seperti yang sejak tadi aku lakukan. Seminggu ini, aku dan Alex memang tidak begitu intens ada di Twogether, kami sesekali menginap di apartemen. Ditambah dengan skandal Siska yang menyita perhatianku selama beberapa hari terakhir, sehingga aku semakin jarang pulang ke Twogether. Namun, walau begitu, setiap malam biasanya grup Line Twogether akan selalu ramai, entah dengan obrolan random atau meme nggak jelas.
Semuanya baik-baik saja. Ya, awalnya aku pikir juga begitu, sebelum tadi pagi aku tahu sesuatu yang membuat kepalaku pening luar biasa.
Dewi berselingkuh dengan Bayu! Mereka ciuman di atap dan Anna menyaksikannya!
Dan tahu apa yang lebih lucu lagi? Anna juga berciuman dengan Reza yang merupakan tunangan dari Dewi.
Astaga ... ini mereka semua lagi main sinetron hidayah apa, sih?
Aku memijit pelipisku yang terasa pening, karena bahkan di imajinasiku yang paling liar sekalipun, aku tak pernah bisa menemukan di mana benang merah ini bermulai. Dan daripada aku malah berasumsi sendiri, mungkin nanti aku akan langsung bertanya pada Dewi, jika gadis itu sudah siap bercerita dan mau terbuka.
“Dewi sama Bayu, heh? Kayaknya sekarang kita udah bisa go public! Karena udah jelas skandal kita kalah pamor,” kekeh Alex—akhirnya pria itu membuka topik ini.
“Gue dari awal udah tahu sih ada yang nggak beres di antara Bayu sama Dewi, tapi gue nggak nyangka kalo mereka bakal sejauh ini. Dan mengingat betapa toksiknya si Reza, sejak awal gue juga udah tahu kalo hubungan mereka nggak bakalan berhasil. Lama-lama Dewi pasti nggak bakal tahan, but perselingkuhan? Hah! Bahkan, di imajinasi gue yang paling liar sekalipun, gue nggak bisa bayangin Dewi bisa selingkuh!”
“Ya, pada akhirnya kita emang nggak pernah tahu isi hati orang lain.”
“Ya, lo benar. Lex, kalo gue berharap semua bakal baik-baik aja, itu terlalu naif, kan?”
Sungguh, aku benci konsekuensi yang terjadi setelah kejadian ini. Twogether nggak bakalan sama lagi, pasti semua akan berubah. Kebersamaan kami tidak akan lagi sehangat dulu, dan selalu butuh proses yang lama untuk sembuh. Karena nyatanya, menyembuhkan luka memang tidak pernah mudah. Tapi, aku juga tidak bisa menyalahkan Dewi atau yang lainnya, karena aku tidak menjalani hidup mereka, tidak tahu apa yang terjadi di hidup mereka, dan perasaan apa yang mereka rasakan setiap harinya. Menghakimi suatu pihak nggak akan membuat semua membaik. Dan aku selalu percaya setiap hal ada alasan dan balasannya masing-masing.
“Ya, itu emang naif banget, Sayang. Tapi aku tahu semua pasti bakal baik-baik saja, tapi ya mungkin bakal perlu waktu.”
Alex menghentikan mobilnya di parkiran Queen Bakery. Dan aku pun segera membuka seatbelt yang mengurung tubuhku.
“Kalo pulang bilang, oke? Nanti aku jemput.”
Aku tersenyum seraya mengangguk. “Okay, baby. By the way, sini deh majuin kepala kamu?”
Alex juga ikut tersenyum lebar, senyum pria itu terlihat jahil. “Kenapa? Mau kiss?”
Aku meraih leher Alex mendekat, lalu membenarkan dasi pria itu yang selalu saja terpasang tidak benar. Sumpah, Alex selalu payah kalo soal memasang dasi, dan itu membuat aku gregetan setengah mati.
“Makan aja tuh permen kiss! Lagian kamu kenapa sih kalo pasang dasi selalu miring gini? Bikin gregetan tahu nggak!” seruku seraya mengangkat kerah Alex sebelum menekuknya kembali sehingga dasi pria itu kini tertata rapih di belakang kerah.
Alex mengecup lengan kananku yang melingkari lehernya, lalu menatap mataku lembut. “Thanks, Sayang. Dan ini emang sengaja, biar selalu kamu benerin. Inget pertemuan pertama kita, kan?”
“Oh, jadi selama ini kamu ngelunjak?”
“Karena ternyata lucu juga liat kamu dengan jarak sedekat ini pas kamu marah-marah. Ah, aku baru sadar kalo aku dari awal emang udah suka kamu.” Alex tersenyum lebar, mungkin pria itu tengah membayangkan pertemuan pertama kami yang memang cukup absurd itu.
“Dan aku sama sekali nggak masalah liat kamu marah-marah setiap hari gara-gara dasi aku miring. Aku janji nggak bakalan protes sama sekali walau kamu bakal marahin aku selama bertahun-tahun, atau berpuluh-puluh tahun kemudian. Makanya, Wina, soal cincin itu. Tolong pikirkan dengan baik, oke?”
Alex mengecup pipiku sebelum mengantar aku masuk ke Queen Bakery sekalian membeli americano. Lalu pria itu meninggalkan Queen Bakery setelah pesanan kopinya jadi, dan aku masih setia berdiri di dekat pintu walau mobil Alex sudah tidak ada di jangkauan mataku lagi.
Segala hal bercampur aduk di kepala, dan sialnya masih ada fakta mencengangkan yang harus aku terima pagi ini. Rahasia-rahasia itu terkuak satu persatu, menghantamku dari segala sisi hingga aku tidak tahu kehidupan apa yang tengah aku jalani. Apa semua orang memang selalu pintar kalo soal masalah pura-pura baik-baik saja?
***
Pokoknya kehidupan Wina buat seminggu ke depan bakal seru! Jangan bosan-bosan ya, kalian! Terus kalo gabut jangan lupa mampir ke Tiktok-nya, Sa, ya! @saros_01
Sa, galau dan gagal move on WKWK. Jadi, bikin adegan cerita-cerita Sa di sana, Hi, Mate! juga bakal ada, kok, nanti! Tapi mungkin setelah SC sama DBA beres!
Sayang kalian banyak-banyak!
Ps : Yang mau baca sinetron hidayah ala Dewi dan lain-lain, bisa baca Twogether, ya!
Xoxo.
Eh, ada yang mau chapter khusus pertemuan Alex-Wina, nggak? '-')/ ngacung sini! ❤️🖖
KAMU SEDANG MEMBACA
Hi, Mate! (Completed)
Romance#Twogetherseries2 Alexandre Rajendra dan Wina Rakasiwi Soebarjo adalah teman satu rumah sejak dua tahun lalu. Anggota Twogether menjuluki mereka Tom and Jerry karena tidak pernah akur. Namun bagaimana jika pada suatu malam penuh bintang mereka memb...