42 - Satu Lawan Satu

2.1K 156 8
                                        

Selamat membaca 💛

___

Amanda berlari di lorong rumah sakit, dia sudah tahu ruang rawat Thomas. Miska mengejar dengan susah payah di belakangnya. Amanda ingin segera mengetahui keadaan Thomas. Setelah tiba di ruang tunggu, di sana sudah banyak orang. Di kursi ujung, terlihat dua orang yang sangat dia kenal, Abella dan Bima.

Amanda terkesiap, bingung mencerna apa yang tengah terjadi. Dia mendekat ke arah Keisha yang duduk bersama dengan Kelvin, Tommy, dan beberapa anggota lainnya. Amanda langsung bertanya ada apa gerangan.

"Apa yang terjadi, Kak?" Tanya Amanda pada Keisha.

"Thomas dan Donny berkelahi." Jawab Keisha memberitahu.

"Astaga, gimana keadaan mereka?" Tanya Amanda panik.

"Thomas masih diobati luka-lukanya. Tapi dia dalam kondisi sadar, Donny lebih parah." Keisha masih menjelaskan dengan tenang.

"Mereka ini." Amanda sedikit lega karena Thomas tidak parah, tapi dia juga khawatir dengan Donny. "Aku ke Kakakku dulu ya, Kak." Pamit Amanda pada Keisha dan yang lainnya.

"Iya, kasihan Kakakmu sedih terus." Keisha tersenyum simpul.

Amanda langsung beranjak ke arah Abella dan Bima. Miska sudah ada di sana menghampiri sepupunya, Bima. Amanda berdiri menghadap Abella yang masih duduk, menangis. Amanda sangat jarang, atau bahkan hampir tidak pernah melihat Abella menangis.

"Kak!" Panggil Amanda lirih.

"Manda!" Abella langsung bangkit dan memeluk adiknya.

"Kakak tenang ya!" Amanda berusaha menguatkan sang kakak yang terlihat kalut. Bahkan kehadiran Bima pun tak cukup membuatnya tenang.

"Sejujurnya ini salah gue juga." Abella berujar disertai isakan.

"Tenang dulu, Kak!" Amanda mengajak Abella duduk kembali. Gadis itu masih merangkul tubuh kakaknya.

Amanda tidak tahu ada masalah apa, tapi dia tidak ingin memaksa orang-orang menjelaskan sekarang. Mereka butuh tenang, Amanda memang sangat penasaran, tapi dia tahan.

"Bim, aku mau bicara sama adikku dulu." Abella berkata pelan pada Bima, meminta privasi untuk dirinya dan Amanda.

"Okay, aku akan beli minum dulu sama Miska." Bima merangkul pundak sepupunya dan mengajaknya pergi.

Abella melepaskan diri dari rangkulan Amanda. Gadis itu menatap adiknya beberapa saat. Adiknya yang sering dia repoti. Ketika seharusnya dia yang harus lebih membantu adiknya. Amanda justru yang sering bertindak layaknya seorang kakak.

"Man." Lirih Abella seraya memegang kedua tangan adiknya.

"Iya, Kak?" Tanya Amanda lembut.

"Maafin Kakak selama ini." Ujarnya bersalah.

"Gak apa-apa, Kakak baik selama ini. Nemenin Amanda dan ngurus lainnya."

Amanda memang merasa beruntung masih ada Abella, meski gadis itu juga tidak selalu bersamanya. Namun kehadiran Abella membuatnya masih merasakan apa itu keluarga. Abella sendiri juga harus mengatur waktu. Tinggal di rumahnya dan juga tinggal di rumah ibunya dan Donny. Abella juga sama menderitanya sebenarnya. Apalagi sekarang dia memiliki ayah baru lagi. Tidak mudah menerima seseorang masuk dalam kehidupan kita.

"Sebenarnya gue ngerasa belum bisa jagain elo. Dulu pesan terakhir ayah adalah agar gue menjaga lo. Benar-benar menyayangi lo sebagaimana seorang kakak. Kadang gue merasa gagal aja, ya meski emang enggak mudah di posisi gue. Apalagi Kak Donny enggak bisa diajak kerjasama. Jujur gue kadang berantem sama Kak Donny perihal lo, Man. Dia gak mau Kakak nemenin lo, di sisi lain lo juga adik gue. Ayah bahkan memercayakan lo pada gue." Abella berkata dengan air mata berlinang. Pikirannya jauh menerawang pada kejadian masa lalu. Pesan terakhir ayahnya, saat dirinya dibisiki sebuah kalimat. Kalimat sederhana yang terasa berat untuk dijalani. Namun Abella berusaha untuk menjalankan amanat ayahnya.

Bad SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang