39 - Terungkap

2.1K 160 12
                                    


Selamat membaca 💛

___

Thomas duduk di ruang tengah rumahnya bersama Theo. Terlihat tidak betah dan ingin segera pergi. Pasalnya dirinya memang malas untuk pulang. Setelah merasa diasingkan oleh ayah dan mamanya.

"Lo udah ketemu Bu Intan?" Tanya Theo serius.

"Iya, dibilang dia guru BK gue di sekolah." Sahut Thomas cepat.

Theo tersenyum haru, ia begitu lega tapi juga ada perasaan membuncah ingin bertemu ibu kandungnya.

"Gue juga pengen ketemu." Lirih Theo sambil tersenyum kecil.

"Kan lo bisa ke rumahnya, gue tahu alamatnya." Sahut Thomas lagi.

"Gak bisa semudah itu, lo juga harus mikirin perasaan Mama." Theo tersenyum lagi, kali ini terlihat miris.

Thomas tahu apa yang dirasakan Theo, sebenarnya dirinya juga merasakan hal sama. Dia tak ingin melukai perasaan Dania, tapi tetap saja dirinya ingin bertemu ibu kandungnya. Ingin menunjukkan bagaimana sebagai seorang anak semestinya. Apalagi sekarang didukung oleh egonya. Dania cukup memuakkan baginya makanya dia membutuhkan sosok seorang ibu yang lembut seperti Bu Intan.

"Ya udah sih, terserah lo aja. Gue belum sebijak diri lo." Thomas menyeringai ke arah Theo.

"Denger ibu baik-baik aja udah cukup buat gue." Theo menghela napas.
"Waktu Mama sama Ayah berantem ketika gue tau faktanya, Mama sedih. Mama takut kita ninggalin dia. Jadi gue berusaha buat gak bikin Mama mikir yang enggak-enggak. Lain kali kita bisa selesaiin dengan baik masalah ini." Sambungnya.

"Gue juga niatnya mau ngumpulin semua anggota keluarga. Tapi tahu sendiri, Ayah lo sibuk mulu." Thomas menyandarkan punggungnya ke sofa.

"Ayah gue ayah lo juga kali." Theo melempar gulungan tisu ke arah Thomas. Tepat mengenai dadanya.

"Baiknya sama lo doang dia." Thomas tak terima, kembali melemparkan tisu itu pada kakaknya.

"Gue dulu juga diperlakukan sama kayak elo. Jadi gak usah ngerasa dibedain gitu." Cibir Theo.

"Tauk ah." Thomas menjawab malas ucapan kakaknya. Ia mengambil bantal kecil dan melemparkannya ke sang kakak.

"Oy!" Teriak Theo sambil menangkap bantal itu. Ia tak terima, hendak melemparkan bantal itu balik ke Thomas. Namun sebuah suara menginterupsi.

"Kalian berhenti main-main!" Suara bariton itu berhasil menghentikan aksi lempar-melempar mereka.

Theo dan Thomas kompak menatap ke arah suara. Sang ayah datang bersama dua orang wanita di sebelahnya. Yang membuat mereka berdua menelan ludah adalah kedua wanita itu. Mama Dania dan Bu Intan. Mereka datang bersama? Tidak salah?

Thomas dan Theo segara berdiri dengan tegak. Menatap mereka bertiga. Ada perasaan gugup namun penasaran juga ada apa gerangan. Theo melirik ke arah Thomas, mencoba bertanya lewat tatapan mata.

"Itu Bu Intan." Bisik Thomas memberitahu.

Theo langsung mengamati wanita itu lekat-lekat. Kedua matanya berkaca-kaca. Jadi ini sosok ibu kandungnya? Sangat cantik dan anggun.

"Kalian berdua duduk!" Perintah ayahnya singkat saja.

Theo dan Thomas tanpa memberikan protes langsung menuruti perintah ayahnya. Mereka mengambil tempat duduk bersebelahan di sofa panjang. Menunggu instruksi dari ayahnya lagi. Namun ayahnya hanya diam, lalu mempersilakan Bu Intan duduk di sebuah sofa berhadapan dengan Theo dan Thomas. Mata Theo tak lepas dari Bu Intan.

"Ibu?" Ujar Theo yang tak dapat menahan rasa harunya.

Bu Intan tersenyum kecil, mengangguk pelan pada Theo.

Bad SeniorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang