05

11.8K 2.8K 1K
                                    

Tidaklah mungkin bagi matahari mengejar bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Masing-masing beredar pada garis edarnya.
[QS. Yasin:40]

Ibra adalah orang yang menelepon Jero

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Ibra adalah orang yang menelepon Jero. Olin senang sekali ketika tahu cowok tersebut mencarinya. Akan tetapi, rasa senang itu berganti pilu beribu-ribu kali lipat ketika mendengar apa yang sudah disampaikan Ibra. Itulah alasan kenapa ia menangis di sepanjang perjalanan pulang. Meskipun mobil Jero sudah  melaju kencang, ia masih merasa cukup lambat untuk sampai ke rumah. Ia menyesal kenapa harus pergi terlalu jauh dari rumah sampai membuat perjalanan sangat lama.

Sampai di tujuan, Jero menghentikan mobil beberapa meter dari rumah Olin. Bagian jalan depan rumah gadis itu terdapat banyak orang yang sedang duduk. Sebagian berpakaian takwa dan rapi. Olin keluar dari mobil. Kakinya lemas ketika melihat bendera merah penanda kabar duka terpasang di pagar rumah. Air mata yang sedari tadi mengalir terhenti seketika. Langkah kecilnya tertatih, berharap apa yang dia lihat bukanlah kenyataan.

"Ayah," pekiknya lirih kemudian berlari masuk  ke rumah.

Suara ibu-ibu pengajian yang membaca surah Yasin terdengar semakin jelas. Langkahnya melemah ketika memasuki teras.

"Olin."

Ia mendengar suara yang dia sukai memanggil namanya, tetapi hal itu tidak mampu membuat kepalanya teralihkan dari sosok Ayah yang sudah terbujur kaku di atas keranda.  Cairan bening yang hangat kembali meleleh saat kakinya menginjak ruang tamu.

"A-ayaaah." Semakin jelas sosok orang yang sangat dicintainya sudah berbalut kain putih dan terlelap dalam keabadian.

Olin jatuh lemas beberapa langkah dari jasad Ayah. Dadanya begitu sesak dan penuh penyesalan mengingat bagaimana cara mereka berpisah tadi pagi.

"Ayaaaaaaaaah!" teriakan kepiluan itu akhirnya keluar dari mulut Olin. Ia merasakan pelukan Bunda, tetapi tidak membuat keadaan membaik. "Kenapa Ayah pergi secepat ini? Kenapa Allah ambil Ayah begitu cepat? Kenapa harus berpisah seperti ini? Olin enggak mau begini. Olin belum minta maaf sama Ayah!"

"Kamu ke mana aja? Ayahmu cuma mau ketemu kamu di detik-detik terakhirnya. Kamu malah nggak ada!"

"Mbak ... bukan waktunya seperti ini."

"Bela saja terus dia!"

Perdebatan antara Bunda dan Budhe semakin membuat Olin merasa terpuruk. Ia hanya bisa menangis dalam pelukan Bunda tanpa mengalihkan pandangan dari wajah Ayah yabg belum tertutup kain kafan. Ia ingin menyentuh Ayah untuk terakhir kali, tetapi Bunda menahan dan terus memeluknya.

Hari ini, adalah hari terberat Olin di sepanjang hidup. Ia mengantar kepergian Ayah dengan tangis tanpa henti. Ia belum bisa mengikhlaskan keadaan ini. Ia pasti akan mengutuk diri sepanjang waktu karena belum bisa mengucap maaf pada Ayah. Kata-katanya terlalu tajam dan itu pasti membuat Ayah sangat terluka.

SPACE OF DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang