46

10.8K 3.5K 1.3K
                                    

Mana yang lebih baik dari menerima sesuatu yang tidak kita inginkan atau memilih satu dari dua hal yang sama-sama kita inginkan?
___
__
_

Mana yang lebih baik dari menerima sesuatu yang tidak kita inginkan atau memilih satu dari dua hal yang sama-sama kita inginkan?______

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tidak akan mudah mematahkan keinginan seorang anak kecil. Bahkan orang dewasa saja sangat susah menerima sesuatu yang bertentangan dengan keinginannya. Apalagi Una, yang usianya masih sangat dini. Olin dan Jero tidak bisa berharap hari itu juga Una akan mengerti. Mereka pilih untuk bicara perlahan.

Acara mereka untuk bersenang-senang tidak lagi didapatkan. Olin tinggal di tepi danau sendiri. Menatap kosong ke tengah telaga yang tenang itu, memikirkan bagaimana Una pergi tanpa mau melihatnya tadi.

Anak kecil itu sudah pulang beberapa waktu yang lalu. Tidak mau berpamitan dan tidak mau dipegang. Sedih, karena ia mengecewakan Una. Namun ia juga tidak bisa menjanjikan apapun hanya untuk mendapatkan perhatian anak itu lagi.

"Hei!"

Sebuah sentuhan di pipi membuat Olin terkesiap. Ia menoleh ke samping. Ibra sudah ada di sampingnya. Entah sejak kapan pria itu datang dan Olin tidak menyadari sama sekali.

"Udah selesai?" tanya Olin dan mendapat gelengan. "Kok udah ke sini? Yang lain, mana?"

"Udah mau masuk jam makan siang, jadi istirahat dulu," jelas Ibra. Ia meraih satu tangan Olin dan menggenggamnya. "Nanti pelan-pelan kita jelasin ke Una, ya?"

"Kamu denger semua?" tanya Olin penasaran.

"Cuma sebagian, tapi aku tahu arahnya kemana."

"Kamu nggak marah?"

"Untuk?"

"Ya ... karena Una minta aku jadi mamanya." Ibra terkekeh mendengar pertanyaan Olin. "Kenapa malah ketawa, sih?" tanya Olin kesal.

"Ngapain juga aku marah dengan hal kayak gitu, Sayang. Wajar sih, Una mau kamu jadi mamanya. Dari kecil, kamu yang urus dia." Ibra mencubit gemas pipi Olin.

"Kamu bolehin aku jadi mamanya Una?" tanya Olin dan Ibra menggeleng.

"Kamu boleh jadi mamanya tanpa melepas status sebagai istriku," jawab Ibra. Tidak lantang, tetapi sangat tegas.

Olin paham maksud Ibra dan ia pun sependapat dengan itu. Ia sayang Una. Tidak bisa dijelaskan lagi sebesar atau sedalam apa perasaannya. Namun, untuk menjadi mama dalam bentuk nyata dan menikah dengan Jero, Olin tidak bisa melakukan itu. Ia tidak mungkin melepaskan Ibra.

"InsyaAllah, lambat laun Una akan paham, Sayang. Kita tunggu waktu yang tepat untuk bicara dengannya. Yang jelas, sekarang fokus kita ke pengobatan Una dulu aja, ya. Buat sementara waktu, kita jaga jarak di depannya."

"Kamu nggak apa?" tanya Olin khawatir.  Ibra justru menariknya ke dalam pelukan. Pria itu menyandarkan pipi di atas kepala Olin dan beberapa kali memberikan kecupan.

SPACE OF DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang