'Ummi, Surgaku. Sedangkan kamu, doaku'
Ganendra Ibraksa
___
__
_Yang pada rame di grub karena semalem dikasih spoileran. Aku jadi takut berdosa, jadi publis lebih awal dah.
Hari itu begitu membahagiakan bagi Olin. Bisa membuktikan kesuksesan pada orang yang sering menghinanya membuat kelegaan tersendiri. Memang keterlaluan sih ucapannya tadi. Sudah lama sekali mulutnya terjaga, tetapi sifat bar-bar itu diam-diam masih terpendam. Maaf ya Allah, bukan maksud menyombongkan diri. Cuma mau nyadarin kalau di atas langit masih ada langit lagi.
"Teh Isa. Dari Amarilis WO udah ditransfer?" tanya Olin ketika sampai di tokonya.
"Belum, Mbak. Kata bagian keuangan WO belum ada kejelasan dari manajer marketing, Mbak. Tadi saya coba hubungin Pak Radit, katanya akan dibicarakan nanti."
"Wah! Nggak beres nih! Mereka mau bikin ulah kayaknya. Mentang-mentang aku masih muda, jadi dianggap remeh." Olin membalikkan badan dan beranjak keluar. "Aku mau samperin manajernya Amarilis itu, Teh. Mau kutegasin kalau dia nggak bisa main-main denganku."
"Tapi, apa nggak sebaiknya kita tunggu beberapa hari dulu, Mbak. Ini 'kan baru dua hari."
"Feeling aku nggak enak, Teh!"
"Mau saya temenin, Mbak?"
Olin berpikir sejenak kemudian mengangguk. "Bawa berkas-berkasnya, Teh. Biar nggak bisa ngelak lagi mereka!" ujarnya kemudian keluar toko.
Setelah beberapa menit menunggu Mbak Isa, Olin menancap gas dan pergi menuju ke kantor Amarilis WO. Alasan pertama Olin mau bekerja sama dengan WO itu karena tersemat namanya di sana. Sayang sekali, perlakuan pegawai terhadap vendor yang bekerja sama dengan mereka sangat buruk.
Menempuh jarak sekitar setengah jam perjalanan ditambah dengan melewati kemacetan kota Bandung, akhirnya mereka sampai di sebuah deretan ruko yang cukup panjang. Amarilis WO sendiri memiliki lahan cukup lebar dibanding yang lain. Dua ruko dijadikan satu tempat. Dari selentingan yang Olin dengar, Amarilis WO memiliki beberapa cabang di kota-kota lain.
"Yuk, Mbak," ajak Olin kemudian turun dari mobil. Sebuah mobil SUV hitam membuat ia berhenti dan reflek melihat pantulan dirinya di sana. "Kayak dejavu, deh," gumamnya. Merapikan hijabnya sejenak kemudian bersama Teh Isa menuju ruko.
Pertama kali Olin masuk ke tempat itu, dua orang resepsionis sudah berdiri di balik meja. Mereka menyambut dengan senyum ramah dan mengatupkan tangan. Di sisi lain ruangan yang cukup besar itu, ada 4 buah meja bulat dengan sofa yang cukup nyaman. Tiga di antaranya berisi oleh klien yang sedang berdiskusi dengan masing-masing marketingnya.
"Selamat datang di Amarilis Wedding Organizer."
Rasa kesalnya mendadak surut melihat Standar Operasional Prosedur yang diterapkan pegawai tempat itu. Olin dan Teh Isa kompak duduk di kursi yang sudah disediakan di depan meja resepsionis.
KAMU SEDANG MEMBACA
SPACE OF DESTINY [END]
Roman d'amour[DIWAJIBKAN FOLLOW SEBELUM BACA] "Nggak apa jadi bodoh, tapi belajarlah dari kebodohan itu agar kamu nggak mengulangi kesalahan yang sama. Nggak apa, jangan khawatir. Begitulah cara keadaan menjadikanmu dewasa." 🌻🌻🌻 Ini adalah cerita tentang kebo...