29

11.5K 3.6K 2.6K
                                    

Di balik rasa yang harus direlakan, ada impian yang harus diwujudkan.
-Olinzya Amarilis-

___
__
_

Pulang dari rumah sakit, Olin tidak lekas kembali ke ruko

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pulang dari rumah sakit, Olin tidak lekas kembali ke ruko. Ia justru pergi ke kafe tempat kerja Ibra. Karena cowok itu sedang menjadi kasir, Olin mendapatkan satu cup kopi gratis dan seporsi kentang goreng. Ia duduk di tempat yang tidak terlalu jauh, juga tidak terlalu dekat dengan kasir. Yang terpenting, cukup jelas untuk memperhatikan Ibra tanpa halangan apapun.

Olin menunggu sekitar satu jam sampai azan Zuhur berkumandang dan Ibra menghampirinya untuk melaksanakan salat berjamaah, di mushola kecil yang ada di lingkungan kafe. Kali ini salah seorang pegawai yang berumur menjadi imam dari 6 orang makmum, termasuk Olin dan Ibra.

Saat usai salat, Olin menjadi pusat perhatian karena Ibra yang membantunya mengembalikan mukenah di lemari gantung.

"Jadi ini cewekmu, Ib?" tanya seorang pria muda berseragam sama dengan Ibra.

"Kukira Kaina cewekmu. Ternyata diem-diem nyimpen yang lebih cantik. Pantesan disembunyiin," sahut yang lain.

Olin merasa kikuk dan canggung harus memberi respon seperti apa ketika semua mata memperhatikannya. Tiba-tiba saja Ibra menggenggam tangannya dan semakin membuat  orang-orang di depan mereka kaget.

"Bukan pacarku, Mas. Dia istriku."

"Hah!"

Bukan hanya teman-teman Ibra saja yang terperangah dengan pernyataan itu, Olin pun sama. Ia tidak menyangka Ibra akan membuka rahasia di depan teman-temannya. Sebelum mendapatkan pertanyaan atau bahkan ledekan, Ibra menarik Olin keluar mushola dan pergi ke bangku di bagian belakang kafe. Di bawah pohon rindang, mereka duduk berhadap-hadapan.

"Mau pesen minuman lagi?" tanya Ibra.

"Enggak. Itu tadi udah cukup."

"Bosen di rumah, ya?" tanya Ibra dan Olin mengangguk.

"Tadi habis diantar Om Zacky sama Jero ke pemakaman orang tua kandungku."

Ibra diam sejenak kemudian mengusap kepala Olin. "Gimana perasaanmu?" tanyanya kemudian.

"Aku baik-baik aja."

"Tapi matamu nggak sependapat dengan mulutmu."

Ganti Olin yang mengatupkan bibir dan Ibra menggenggam tangannya.

"Nggak mau cerita?"

Olin masih mengedarkan pandangan ke segala arah dan kembali fokus pada Ibra ketika cowok itu menepuk punggung tangannya. Mata tajam di bawah alis tebal yang rapi itu menatapnya, seakan memaksa untuk bersuara.

"Aku ... habis lihat Ummi." Ragu Olin mengatakannya. Raut wajah Ibra tidak berubah dari sebelumnya. "Aku nggak tega lihat kondisi Ummi."

"Ummi akan membaik. Doakan operasinya berjalan lancar."

SPACE OF DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang