-L I A M-

16K 3.4K 2.7K
                                    


Tidak apa jadi bodoh, tetapi harus belajar dari kebodohan itu agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Tidak apa, jangan khawatir. Karena kita tidak akan pernah duga bagaimana indahnya keadaan mengajarkan kita menjadi dewasa.
___
__
_

Assalamu'alaikum, Gais. Ini bab terakhir dari Space Of Destiny. Mohon maaf kalau ada paragraf berantakan ya, karena dari tadi susah diatur, agar rewel wattpadku. Semoga tampilannya tetep normal di tempat kalian.

Sekitar pukul dua siang, Olin dan Ibra menjejakkan kakinya di pintu kedatangan domestik Bandara Adi Soemarmo Solo

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sekitar pukul dua siang, Olin dan Ibra menjejakkan kakinya di pintu kedatangan domestik Bandara Adi Soemarmo Solo. Seorang sopir dari salah satu kantor di kota tersebut datang menjemput mereka. Yang mengejutkan untuk Olin, tujuan kendaraan itu bukan ke hotel, homestay ataupun tempat penginapan. Melainkan, ke sebuah komplek perumahan tempatnya dulu di besarkan.

Air mata berlinang begitu saja, mengamati tiap jalan yang ia lewati. Kenangan-kenangan masa lalunya kembali berputar. Ayah, Bunda, Ibra dan Jero dari masa lalu seakan sedang beraktivitas di tempat-tempat tertentu. Senang, sedih, bercampur jadi satu. Ia benar-benar merindukan kebersamaan itu.

Sampai kendaraan yang ia tumpangi berhenti di depan rumah yang menjadi tempat tinggalnya selama belasan tahun. Bangunannya tidak berubah, hanya berbeda cat dan juga lebih gresang. Tanaman-tanamannya sudah tidak ada di sana.  Pohon mangga dan belimbing sudah tidak ada.

"Rumahnya nggak terawat, By," ujar Olin saat turun dari mobil.

"Iya. Pemiliknya nggak selalu ada di sini," jelas Ibra dan mendapat anggukan dari Olin. "Mau tidur di sini, atau di hotel?" tanyanya.

"Kalo di rumah Ummi, apa nggak nyeremin, By? Kan udah ditinggal lama. Kalo rumah ditinggal lama 'kan ada—"

"Nggak ada hantunya." Ibra menenteng dua koper dan menyuruh sopirnya untuk melanjutkan pekerjaan di kantor, lalu mengajak istrinya masuk ke halaman rumah. "Kaina ngerawat rumah ummi, kok."

Olin terbelalak. "Kaina tinggal di sana?" Ia menghentikan langkah. "By. Maaf ... aku nginap di hotel aja."

Pria itu berhenti dan membalikkan badan. "Kenapa? Takut sama hantu?" tanya Ibra.

Bibir Olin mengatup rapat. Ia melirik ke arah lain, sedang berpikir untuk mengatakan alasannya atau tidak.

"Sayang ...." Ibra terlihat tidak sabar mendengar jawaban.

"Mending kita serumah sama hantu dari pada serumah sama Kaina, By. Aku tahu kamu sama Kaina nggak ada hubungan apa-apa, tapi tetep aja perasaanku nggak nyaman. Dia pasti masih lebih baik dariku, dia pasti masih lemah lembut. Dulu aja dia udah ngerti kamu banget, apalagi setelah aku pergi. Dia pas—"

"Salah siapa suruh ninggalin aku?" tanya Ibra dan melanjutkan langkahnya.

"By!" Olin mengejar pria itu. "Aku 'kan pergi karena nggak mau repotin kamu! Aku—"

SPACE OF DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang