37

12.2K 3.8K 3.2K
                                    

حَسْبُنَا اللهُ وَنِعْمَ الْوَكِيْلُ نِعْمَ الْمَوْلَى وَنِعْمَ النَّصِيْرُ
Hasbunallah wanikmal wakil nikmal maula wanikman nasir

🌻🌻🌻

Cukuplah Allah sebagai penolong kami dan Allah sebaik-baiknya pelindung.
___
__
_

Suara lantunan azan Zuhur menarik nyawa Olin untuk keluar dari alam bawah sadar

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Suara lantunan azan Zuhur menarik nyawa Olin untuk keluar dari alam bawah sadar. Perlahan ia membuka kelopak mata dan bibirnya tersenyum. Seorang anak kecil dengan rambut sebahu sedang tidur di sampingnya. Olin terkekeh pelan dan merapikan poni anak tersebut lalu memberinya sebuah kecupan. Dari balik kelopak mata berhias bulu lentik itu, Olin melihat sebuah pergerakan. Sesaat kemudian kelopak itu terbuka, menampilkan netra putih bening dengan iris mata kecoklatan. Persis seperti milik Papanya.

"Assalamu'alaikum, Onty," salamnya membuat Olin tersenyum semakin lebar.

"Wa'alaikumussalam, Una." Olin mengusap pipi Una yang cukup tembem meski tubuhnya tidak terlalu gemuk.

"Onty, capek?" Tangan kecil itu menangkup pipi Olin.

"Sedikit. Tapi sekarang udah enggak lagi." Olin bangun dari tidurnya dan Una mengikuti. "Una sudah makan, belum? Lihat Bi Yuli, yuk. Masak apa hari ini." Ia menggendong anak itu, tak lupa membawa tongkat yang ada di dekat tempat tidur kemudian keluar kamar.

"Una ganggu kamu, ya?"

Pertanyaan dari cowok berkaus putih dengan rambut blonde itu menyambut kedatangan Olin di meja makan. Jero, sedang duduk  di sana, memotong sebuah bolu yang kelihatannya baru ia bawa dari Jakarta.

"Enggak, kok. Kebangun karena azan." Olin mendudukkan Una di dekat Papanya lalu ia duduk di seberang Jero. Ia ambil potongan bolu yang sudah Jero pindahkan ke piring. "Dikasih fans?" tanyanya.

"Gimana rasanya?" Jero balik bertanya.

"Enak, sih." Olin mengambil sepotong lagi dan melahapnya. "Kamu nggak makan?"

"Nunggu respon kamu dulu. Kalo kamu kejang-kejang ya nggak kumakan."

"Uhuk uhuk uhuk!"  Olin megambil tisu dan memuntahkan bolu di mulutnya. "Kamu jadiin aku kelinci percobaan?" protesnya marah.

"Kan kalau aku yang kenapa-kenapa bahaya! Banyak yang bakal kehilangan aku. Kalau kamu 'kan nggak apa ... siapa juga yang bakal nangisin."

"Kebangetan nih orang!" Olin berdiri, mengambil sebuah majalah di atas bufet yang berada tidak jauh dari meja makan untuk memukul Jero. Sayangnya pria itu sudah berdiri menggendong Uma untuk dijadikan tameng.

SPACE OF DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang