48

13.3K 3.9K 2.4K
                                    

Menyatu!
___
__
_

"Kamu jahat, By! Aku sayang sama Una, tapi aku juga mikir buat ngucapin hal seperti yang kamu bilang tadi!" seru Olin ketika Ibra mendatanginya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Kamu jahat, By! Aku sayang sama Una, tapi aku juga mikir buat ngucapin hal seperti yang kamu bilang tadi!" seru Olin ketika Ibra mendatanginya. "Aku bisa nahan ucapanku, tapi kenapa kamu malah memperjelas itu! Kamu kasih harapan besar yang nggak mungkin bisa aku lakuin!"

Ibra meraih tangan Olin, tetapi lekas ditepis kasar pemiliknya. Ia tidak menyerah, justru menarik wanita itu ke dalam pelukannya. Olin memberontak, tetapi Ibra lebih kuat menahan.

"Kamu sayang sama Una," ujar Ibra dan Olin mengangguk.

"Tapi aku lebih sayang kamu." Olin peluk erat-erat pria itu. "Jangan buat keputusan yang nggak kusukai. Aku mau pilih sesuai kemauanku."

"Biar aku yang putuskan. Kalaupun suatu hari nanti ada penyesalan. Biar aku yang ngerasain itu. Bukan kamu."

Olin melepas pelukan itu. Ia pukul dada Ibra diiringi air matanya yang semakin deras bercucuran. Ia luapkan rasa sakit dan sesak di dadanya. Didorong berulang kali tubuh pria itu, tetapi keseimbangannya terlalu bagus untuk ditumbangkan.

Ketika pukulan Olin mulai lemah, Ibra menahan kedua tangan wanita tersebut dan menatap mata itu lekat-lekat. "Keputusannya bukan sekarang, Sayang. Yang terpenting, Una punya semangat untuk sembuh dan mau berobat."

"Itu artinya ... kalau Una sembuh, aku harus lepasin kamu."

"Aku yang buat keputusan. Bukan kamu," tegas Ibra.

Olin mendengkus kesal dan menyeka air mata dengan punggung tangannya. "Kamu tetap membuatku harus memilih. Mendoakan keselamatan Una, atau pernikahan kita!"

"Sayang ...." Ibra meraih tangan Olin tetapi kembali ditepis. Sangat kasar, tergambar jelas kemarahannya.

"Aku pulang dulu, By. Assalamu'alaikum!" Olin mencium tangan Ibra kemudian membalikkan badan.

"Wa'alaikumusalam. Sayang!" jawab sekaligus ia mengejar Olin. "Biar Ima jemput kamu, ya.  Aku nggak bisa—"

"Nggak usah. Aku bisa pulang sendiri!"

"Sayang!"

"Jangan ikuti aku!"

Pria itu berhenti, menuruti kemauannya dan Olin mempercepat langkah untuk menjauh.

Ia kecewa pada Ibra. Suaminya tidak sesayang itu padanya. Pikirannya masih bisa terkontrol saat hampir mengabulkan keinginan Una. Namun, dengan mudahnya pria itu meneruskan kalimatnya. Baru kali ini, ia tidak menyetujui apa yang dilakukan Ibra.  Ia benci, sangat benci.

🌻🌻🌻

Baru bangun dari tidurnya yang sekejap, Olin mendapatkan sebuah pesan dari Mbak Anis kalau Una masih tidak mau menerima pengobatan. Ia tidak bisa berpikir jernih. Hatinya sedang terluka dan ia pilih menonaktifkan ponselnya.

SPACE OF DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang