15

11.6K 3.6K 2.2K
                                    


Assalamu'alaikum ...

Apa kabar, Gais. Semoga dalam keadaan sehat.
Sebelum lanjut baca, aku mau berbagi temuanku. Nemu kata-kata gini, nih.

"Cuma di dalam Al-Qur'an, di mana penulis jatuh cinta pada pembacanya."

Deep banget nggak tuh?

Aku seneng banget tulisanku dibaca banyak orang, tapi aku harap kalian lebih banyak membaca ayat Allah dibandingkan aksaraku. Karena aku nggak bisa menyayangi kalian sedalam Allah menyayangi hambanya.

Semangat kita ❤️

Semangat kita ❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Kamu istriku."

Deg!
Jawaban datar itu hampir membuat Olin hilang keseimbangan dan Ibra bergerak panik. Untung saja hal buruk tak sampai terjadi.

"Hati-hati!" sentak Ibra.

"Kaget, tau!" cetus Olin sambil membetulkan posisinya agar aman.

"Lurusin lagi!"

Olin menuruti perintah Ibra dan cowok itu kembali bekerja. Ia masih tetap mengamati Ibra sambil  memikirkan sesuatu. "Aku lebih suka kamu jahat ke aku, Ibra."

"Diam, jangan atur apa yang ingin kulakukan."

"Mm ... iya." Olin menyerah dan kembali diam dalam pikirannya. Apa ini yang dia maksud kalau dia bisa menyukai atau membenci seseorang cuma dengan satu wajah? Dia bersikap baik seperti ini di luar padahal dalam hatinya sangat membeciku? pikirnya.

Selama berbenah, tidak ada percakapan panjang lagi. Olin hanya membuka mulut saat Ibra bertanya atau membutuhkan sesuatu.

Pekerjaan mereka terhenti ketika azan Maghrib berkumandang. Usai salat berjamaah, Olin dan Ibra beristirahat. Menikmati makanan yang baru Olin pesan lewat aplikasi online. Olin duduk di atas kursi plastik saat menikmati makanan. Kurang nyaman memang, tapi tidak ada tempat lagi selain sofa yang dibuat duduk Ibra. Ingin duduk di sana, tapi sofa itu tidak terlalu panjang.

Mereka melanjutkan pekerjaan usai salat Isya'. Saat itu Olin mendapat kabar kalau Bunda sedang berada di Jogjakarta dan tidak bisa pulang karena besok masih harus meeting pagi.

"Olin takut tidur sendiri, Bun. Ini bukan rumah," keluh Olin.

"Dita? Bisa minta tolong dia nginap di toko?"

"Aku lagi marahan sama dia—"

"Biar saya ajak Olin tidur di rumah saja, Bun."

SPACE OF DESTINY [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang