Bab 2

7.9K 303 0
                                    

Angela Jelita

Hari ini adalah hari pertamaku bekerja di hotel milik Siska. Senang sekali rasanya bisa mendapatkan pekerjaan tetap. Hmm, nampaknya aku harus segera mandi dan bersiap-siap. Aku harap semuanya berjalan dengan lancar dan aku dapat beradaptasi dengan cepat.

"Semangat Jel! You can do it!" ucapku menyemangati diriku sendiri.

"Bunda, Ayah, Mila selamat pagiiii.." sapaku sembari tersenyum ke arah Bunda, Ayah, dan adikku Mila.

"Pagi juga, Jel.." balas Bunda dan Ayah bersamaan.

"Pagi kakak jellykuuu sayangg," ucap Mila sambil menjulurkan lidahnya.

Langsung saja kutarik kursi kosong di samping Mila dan mencubit pipi gembilnya itu.

"Kamu itu ya, masih aja manggil kakak jelly! Emangnya kakakmu ini agar-agar."

"Aaaduhhh, sakitttt Kak! Ampuuuunnn!" seru Mila dengan memelas dan memperlihatkan puppy eyes nya itu. Sebal rasanya karena aku selalu tak tega setiap kali adikku ini memperlihatkan puppy eyes nya itu.

"Gak usah melas gitu dech, Mil. Bweeee tembem jelek, liat itu pipinya merah jadi kayak Jeng Kelin, hahahahaaaa.." balasku sambil menjulurkan lidah.

"Ayahhhh, Bundaaa.. Kak Jel jahat nieee.." adu adikku sambil memanyunkan bibirnya.

"Sudah-sudah! Kalian ini bisa gak sich gak saling iseng sehariii ajaaa. Seneng banget ya bikin Ayah sama Bunda pusing. Hayo buruan sarapan, nanti telat semua," omel Bunda.

"Maaf Bundaaaa.." ujar aku dan Mila bersamaan.

Kulihat Ayah tersenyum dan Bunda hanya geleng-geleng kepala melihat kelakuan ku dan adikku yang selalu membuat "keceriaan" di pagi hari. Hehehe..

"Bun, gimana penampilan Jelita udah rapi belum?" tanyaku pada Bunda seraya berdiri. Ya, aku selalu bertanya soal pakaian sama Bunda. Baik itu soal warna atau cocok tidaknya pakaian yang kukenakan.

"Sudah kok, cocok dan rapi banget. Jangan lupa bawa sandal kalo pegel pake stilleto mu itu, Jel.. Dimakan lagi ya sarapannya.." ujar Bunda sambil tersenyum.

Akhirnya setelah selesai sarapan, aku dan Mila berpamitan pada Ayah dan Bunda. Kami berdua berjalan ke arah jalan besar untuk menunggu angkutan umum yang akan membawaku ke hotel dan sekolah Mila.

"Mil, kamu ada keperluan yang harus dibeli gak bulan ini?" tanyaku pada Mila di sela langkahku.

"Uhmm, kalo bulan ini kayaknya gak ada, Kak. Paling perlunya masih 3 bulan lagi, buat buku pelajaran untuk masuk tahun ajaran baru aja Kak."

"Ya udah begitu bulan ini Kakak gajian, nanti bakal langsung Kakak sisihkan untuk keperluan kamu.

"Makasih ya. Kak. Maaf Mila belum bisa bantuin Kak Jel kerja. Kalo Mila kerja, seengaknya kakak sekarang bisaaa masuk ke..." ujar Mila dengan raut wajah yang sedih.

"Sssssttt, jangan diterusin. Kakak ikhlas kok ngejalanin semua," potongku pada kalimat yang akan Mila katakan. Aku tidak ingin Mila meneruskan kalimatnya. Aku rela melepas cita-citaku sementara, asalkan aku bisa membantu Ayah dan Bunda.

"Kak.."

"Adik Kak Jel yang cantik ga boleh sedih, nanti cantiknya ilang lho, terus nanti gak ada yang naksir, hehehe.." candaku sambil terkekeh.

"Kakak nie bisa aja dechhh.." jawabnya malu-malu.

"Hahahaa, ada yang malu nie.. Yang penting kamu sekolah yang rajin ya biar bikin Ayah, Bunda, dan Kak Jel bangga. Masalah rejeki, kita bawa dalam doa aja ya. Tuhan pasti beri."

"Iya, Kak." ujar Mila sembari tersenyum.

"Dan ini uang jajan dan ongkos kamu untuk minggu ini. Ati-ati nyimpennya," pesanku.

"Sipp Bos!"

"Yuk Mil, itu angkotnya udah dateng."

**

Jalanan pagi ini lumayan padat, tapi beruntung aku tidak terlambat tiba di hotel milik Siska. Aku pun melangkahkan kakiku ke arah lobby.

"Jelitaaaa! Siniiii.. Aku di ataasss!" seru Siska memanggilku.

Aku pun menoleh ke asal suara yang 100% adalah suara Siska. Dia melambaikan tangannya dan aku pun membalasnya dengan tersenyum.

Lift yang aku datangi rupanya sangat ramai, dan kulihat masih akan lama tiba di lantai 1 ini. Akhirnya aku memilih naik tangga saja yang ada di samping lift dan berlari agar cepat sampai ke hadapan Siska.

"Huhhh hhheeehh huhhh hehhhh! Cape juga yaaaa lari sambil naik tangga pake stilleto gini," kataku pada Siska seraya mengatur nafasku yang masih terengh-engah.

"DL, hahahahaa!" ucap Siska sambil tertawa melihatku.

"Ihh, sahabat kecapean gini bukannya ngasi minum gitu malah ketawa," balasku sambil memanyunkan bibirku.

"Kalo manyun manyun gitu, kamu jadi kayak Mila aja, hehehe.. Kayak anak kecil, wkwk.. Lagian niat banget sich pagi-pagi gini lari-lari cantik di tangga ke lantai 3 pake stilleto, pake lift aja napa.." ucap Siska sambil mencubit pipiku.

"Iye pengennya juga gitu, Sis.. Tapi tau sendiri itu lift rame bangettsss.."

"Iya dechhh.. Btw, aku harap kamu betah ya kerja di sini, Jel.." ucap Siska. Aku langsung memeluk Siska dengan erat.

"Aku pasti betah, Sis.. Makasih bnget karena kamu udah mau bantuin aku dengan nerima aku kerja di tempat kmu. Kamu emang sahabat terbaik aku. Mohon bimbingannya ya. Khan kamu tau sendiri basic aku berbeda jauh dengan pekerjaanku di sini. Aku gak tau lagi harus gimana bales semua kebaikan kamu," ucapku seraya melepaskan pelukan kami.

"Kamu gak usah khawatirin hal itu, aku pasti bantuin kamu. Kamu juga gak perlu mikirin balesnya gimana. Cukup dengan selalu menjadi sahabatku selamanya, Jel. Itu udah sangat berarti buat aku.." ucap Siska seraya tersenyum.

Aku berkaca-kaca mendengar ucapan sahabatku ini dan tak terasa air mataku jatuh.

"Jeliiitaaa.. jangan nangis donk. Nanti dikiranya aku ngapa-ngapain kamu," ucap Siska sambil menyentil dahiku kuat-kuat. Siska pun terkekeh setelah menjahiliku.

"Aawww! Siskaaa! Kamu emang seneng nyakitin aku ya? Tadi nyubit pipi, barusan nyentil dahi keceku ini.."  ujarku seraya mengelus dahi. Aku yakin dahiku kini terlihat merah. Tapi aku gak marah sama perbuatan Siska kepadaku, karena dia gak pernah mau aku tenggelam dalam kesedihan. Sungguh baiknya dia.

"Hahahahaaa! Maaf yaaa, Jelitaaa.." ujarnya sambil menunjukkan ahhhh lagi-lagi puppy eyes. Kenapa hari ini aku disuguhkan puppy eyes terus sich.

"Baiklahhh.. Tapi jangan lagi tunjukin mata memelasmu itu ya."

"Ok, kalo gitu aku mau tunjukin ruangan kerja kamu dulu. Ada di lantai 2. Yuk!" ujar Siska sambil menarik tanganku. 

Aku pun mengangguk dan bersama Siska menuju lantai 2 menggunakan tangga.

Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang