Dirga Saputra
Tadi setelah aku berpamitan dengan Jelita, aku langsung pergi rapat dengan Pak Santoso. Beliau menungguku di salah satu restoran Eropa di dekat kantornya.
Pak Santoso adalah pengusaha di bidang perhotelan yang sangat terkenal di kota ini. Beliau juga memiliki bisnis lain berupa real estate dan apartemen, showroom mobil mewah, dan juga restoran.
Aku sebenarnya senang dapat bertemu dan bekerja sama dengan beliau, akan tetapi ada hal yang membuatku selalu merasa kurang nyaman.
Beliau juga sering sekali membicarakan mengenai putri semata wayangnya yang sudah lulus dari sebuah universitas ternama di Amerika. Tak jarang pula dia menyatakan keinginannya untuk menjodohkanku dengan putrinya itu. Ya seperti saat ini.
"Pak Dirga, apa anda sudah memiliki kekasih?" tanya Pak Santoso padaku.
"Iya Pak, saya malah sudah bertunangan dengan kekasih saya." jelasku dengan sopan.
"Apa anda berniat menikahi kekasih anda?" tanyanya lagi.
"Tentu saja, Pak."
"Hmm.. Saya rasa ini saat yang tepat untuk memberikan surat ini pada anda Pak Dirga.." ujar Pak Santoso sambil memberikan sebuah amplop besar padaku. "Silakan dibuka dan dibaca. Saya rasa anda mengerti maksud saya," ujar Pak Santoso.
Iniii.. Surat perjanjian antara Pak Santoso dan Ayahku..
"Itu adalah surat perjanjian perjodohan yang dibuat ayah anda dengan saya beberapa tahun lalu. Di sana tertulis bahwa apabila perjodohan ditolak oleh putra Pak Saputra, maka putra Pak Saputra harus membayar sebanyak yang tertulis di sana. Karena putra Pak Saputra hanya anda seorang, maka anda yang harus memilih apakah menyetujui perjodohan ini atau bahkan menolaknya." jelas Pak Santoso.
"Tapi Pak, mengapa Pak Santoso baru mengatakan hal ini sekarang?" tanyaku.
"Karena tadinya saya ingin semuanya berjalan natural, tapi rupanya tidak berhasil. Maka dari itu saya memakai jalan ini."
Aku hanya bisa terdiam mendengarkan semua penjelasan dari Pak Santoso.
"Semua itu dikarenakan ayah anda masih memiliki hutang dengan saya dan akan saya anggap lunas bila anda mau menjadi menantu saya. Saya akan memberikan anda waktu berpikir selama satu minggu. Bijaklah dalam mengambil keputusan, anak muda."
Apaaaa??
"Satu lagi, saya rasa anda harus kehilangan banyak harta keluarga anda dan malahan harus berhutang lagi ke orang lain untuk melunasinya bila anda menolak perjodohan ini."
Tapi yang dikatakannya memang benar, harta keluarga ditambah tabunganku pun tidak cukup untuk melunasi hutang ayah padanya. Oh ayah, kenapa ayah melakukan ini padaku?
"Saya permisi dulu, Pak Dirga."
Tak lama setelah Pak Santoso meninggalkanku, aku pun pergi dan mengendarai mobil menuju pantai. Hujan turun cukup lebat mengiringi perjalananku. Aku menangis, pikiranku kalut, dan hatiku terasa pilu karena aku teringat akan sosok wanita yang kini mengisi hidupku, Jelita. Aku tidak mungkin meninggalkannya. Aku begitu mencintainya.
"Kenapa jadi seperti ini?!!" Aku berteriak dan memukul setir. Aku menambah kecepatan mobilku dan...
"Aaaaaaarrrrgghhh!!!!"
...
"Jjjjeee..lliiiittaaa.."
***
Siska
Kringgg... krrringg..
Ya ampun, siapa yang subuh-subuh begini menelepon.
"Halo, Bu. Selamat malam. Apa benar ini nomor Bu Siska?"
"Halo. Iya benar, maaf ini siapa?"
"Kami dari Rumah Sakit Kasih, Bu. Kami dapat nomor Ibu dari Dokter Rico. Saat ini Bapak Dirga Saputra tengah dirawat di sini pasca mengalami kecelakaan di tol tadi. Kondisinya kritis, kami harap Ibu bisa segera ke sini."
"Apaaa?! Baik saya segera ke sana." ujarku sambil mengambil dompet, handphone dan kunci mobil lalu memasukkannya ke tas. Aku menangis, aku takut sesuatu yang lebih buruk menimpa Mas Dirga.
Aku menitipkan apartemen pada pembantuku dan kini aku sudah berada di depan ruang apartemen Jelita.
Tok.. tok.. tokk..
Tokkk.. tokk.. tok..
Jel, ayo buka pintunya..
Aku berusaha menelepon Jelita dan keluarganya, tapi nomornya tidak ada yang aktif.
Tokk.. tokk.. tokk..
Pelan-pelan pintu terbuka dan Jelita tampak heran melihatku.
"Siska?" tanyanya.
"Jel.. Mas Dirgaa.." ucapku sedih.
"Mas Dirga kenapaaa, Sis?! Cepaaat bilang sama aku!!" teriaknya tak sabar sambil mengguncang tubuhku. Mila memegang tangannyadan menenangkannya.
"Diaaa.. Mas Dirgaaa kecelakaan, Jel."
Aku menangis dan menghambur ke pelukan Jelita.Jelita menangis sejadi-jadinya dan jatuh ke lantai.
Mila membangunkan Ayah dan Bunda. Mereka kini ada di samping Jelita dan memeluknya.
"Bagaimana kondisinya, Sis?!" tanya Jelita lagi.
"Dia kritis, Jel. Tadi aku di telepon dari Rumah Sakit Kasih. Ayo kita kesana secepatnya, Jel!" ucapku lagi.
"Ayah ikut ya menemani kalian berdua. Bunda dan Mila tunggu di apartemen saja ya.." ujar Ayah Jelita.
Kami pun segera berangkat ke Rumah Sakit Kasih bersama-sama. Jelita duduk di kursi mobil belakang ditemani ayahnya.
"Ayo, kita sampai.." ujarku sambil bergegas turun dari mobil. Kami bertiga masuk ke ruangan gawat darurat dan diantar oleh salah satu perawat di sana dimana Mas Dirga ditangani. Kami juga melihat tim medis sedang melakukan tindakan pada Mas Dirga.
"Maasss Dirgaaaa!!!" teriak Jelita sambil berusaha mendekati Mas Dirga tapi aku menahannya. Dia menangis, begitu pun dengan aku dan ayah Jelita.
"Jel, Mas Dirga sedang ditangani. Kita tunggu di sini dan berdoa agar Mas Dirga dapat selamat," ucapku.
"Sis.. Aaaaku takut kehilangan dia.." ujar Jelita. Dia menunduk dan aku memeluknya.
"Aku juga, Jel.."
"Siska," ucap seseorang padaku. Aku menoleh ke asal suara tersebut.
"Mas Rico?!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Love & Economy
Romance3 kali menjalin cinta, 3 kali pula hubungan itu harus kandas karena penyebab yang sama. Penyebabnya adalah perbedaan status ekonomi keluarga seorang wanita cantik yang bernama Angela Jelita yang tidak sederajat dengan keluarga mantan-mantannya itu...