Bab 35

3.4K 149 1
                                    

Rico Marcellino

Minggu pagi..

Semalaman aku tidak bisa tidur memikirkan pagi ini yang mana aku akan olahraga bersama Angela. Akhirnya jam lima pagi aku bangun dan mandi.

Banyak yang bilang kalau mau olahraga tidak perlu mandi karena nanti juga berkeringat, namun aku tidak seperti itu. Walau akan berolahraga, aku akan tetap mandi.

Aku menyiapkan segala perlengkapan untuk nanti lari pagi ini dari mulai baju, sepatu olah raga, kaos kaki, handuk kecil, pakaian ganti, dan juga air mineral untuk kami berdua.

Aku melihat jam menunjukkan pukul 5.30. Aku mengirim pesan lewat sms ke Angela dan mengabari kalau aku sedang menuju ke apartemennya.

"Angela, aku berangkat ya kesana sekarang.."

Tak berapa lama kemudian, ada pesan balasan darinya.

"Baik, Mas. Aku tunggu di depan lobby.."

20 menit kemudian aku sampai di apartemennya.

"Pagi, Angela! Ayo masuk." ucapku lewat jendela mobil. Angela pun segera berjalan ke arah mobilku.

"Pagi, Mas." ujar Angela sambil menutup pintu mobil.

"Maaf kamu jadi nunggu lama ya?!"

"Gak kok, Mas. Oya, ini bekalnya, Mas."

"Makasih ya, taruh saja makanannya di jok belakang. Makannya setelah lari aja."

"Pagi ini kita lari dimana, Mas? Apa GOR nya jauh?"

"Di GOR Widya Bakti Manunggal.  Gak jauh kok. Sebentar lagi kita sampai."

"Mas memang suka lari pagi ya?"

"Iya, selain lari saya juga suka berenang. Kalau kamu suka olahraga apa?"

"Lari sama basket, Mas. Tapi ya kalo sempat dan ada temennya juga, hehehe.."

"Lain kali kita main basket, gimana?" tanyaku.

"Boleh, tinggal cari teman yang lainnya."

"Siap. Nanti aku carikan."

"Setelah ini apa kamu ada janji di luar?"

"Ehhm, iya tapi nanti siang kok, Mas."

"Oooh.. Tadinya aku mau ngajak kamu pergi, tapi ya udah next time kita pergi ya."

"Iya, Mas."

"Nah kita sampaiii.."

Kami pun turun dari mobil dan mulai berlari bersama. Banyak hal yang kami bicarakan selama berlari. Kadang kami tertawa saat ada hal lucu yang diceritakan.

Tikk.. tikkk..

Hujan tiba-tiba turun agak deras.

"Angela.. Ayo kita berteduh." ucapku sambil menggandeng tangannya agar dia mengikutiku. Kami berlari dan berteduh di pinggir GOR. Tidak ada orang lain di sana.

"Yahh.. Sayang sekali hujan, padahal baru 3 putaran," ujar Angela sambil menatap langit.

"Iya.." balasku. Aku baru menyadari kalau pegangan tangan kami belum terlepas.  "Uhm, kita tunggu sampai hujan agak reda ya. Apa kamu masih mau lari kalo hujan reda? Becek loh.."

"Hehehe.. Aku sih gak masalah lari lagi walau becek. Mas gimana?" ujarnya sambil tersenyum padaku.

"Aku juga, hehehe.. Apalagi kalo pegangan tangan seperti ini.." ucapku lagi.

"Ehh.." Angela tampak terkejut dengan perkataanku dan menyadari kalau tangan kami masih bertautan. Dia ingin melepaskan genggaman tangannya dariku, namun aku semakin mempererat genggamanku padanya.

"Biarkan seperti ini dulu, Angela." ujarku lagi. Aku tersenyum padanya lalu mengarahkan pandanganku ke arah langit dan menutup kedua mataku.

Tuhan, terima kasih sudah mengirimkan hujan pada kami pagi ini..

Terima kasih karena kami dapat berlari bersama dan bergandengan tangan seperti ini..

Dan Tuhan, aku mohon.. Perkenankanlah kami tuk bisa saling mencintai dan bersatu selamanya..

Kubuka kedua mataku dan menoleh ke arah Angela. Rupanya dia juga melakukan hal yang sama denganku. Dia mengarahkan wajahnya ke langit dan menutup matanya.

"Angela.." ucapku.

"Ya?!" Dia membuka matanya dan menoleh padaku.

"Aaa.. Aku ingin jujur padamu. Saat kemarin aku melihatmu bersama pria di kantin itu, aku merasa cemburu. Aku baru sadar kalau aku sedang jatuh cinta sama kamu. Aku takut kehilangan kamu. Jadi, Angela Jelita.. Bolehkah aku menyelami hatimu? Bolehkah aku mencintaimu dan menjadi pelindungmu? Dan bolehkah aku menjadikanmu obat bagi luka di hatiku?"

Angela tampak terkejut lagi mendengar penuturanku. Dia diam cukup lama. Aku jadi gugup. Jantungku semakin berdebar-debar.

"Ehm.. Kamu tidak perlu menjawab hal itu sekarang. Mungkin ini terlalu cepat bagimu. Aku akan menunggu, Angela.." ujarku lagi. Aku kembali menatap langit, mencoba menguatkan hati.

"Kamu tidak perlu menunggu, Mas.."

Aku menoleh lagi padanya.

"Akuuu.. Aku mengijinkanmu menyelami hatiku, menjadi pelindungku, dan mencintaiku. Tapi aku ini hanyalah orang biasa, aku bukan siapa-siapa.. Apa Mas mau menerima keadaanku juga keluargaku yang seperti ini?"

"Tentu saja, aku menerimanya. Aku tidak melihat seseorang dari kemampuan ekonominya, Angela. Aku juga bukan pria sempurna. Aku pernah gagal membina rumah tangga. Maukah kamu menerima kondisiku seperti ini?" ucapku lagi. Aku kini menggenggam kedua tangannya semakin erat dan menatapnya.

"Iya, aku menerimanya, Mas. Aku yakin Mas akan belajar dari kesalahan di masa lalu dan menjadi lebih baik ke depannya.."

Aku berkaca-kaca mendengar perkataan Angela. Ada rasa bahagia melingkupi relung hatiku. Kupeluk tubuh mungilnya dalam dekapanku. "Terima kasih, Angela.. Terima kasih untuk kesempatan yang kamu berikan padaku. Percayalah akan cintaku.."

"Terima kasih mau menerimaku apa adanya, Mas.. Aku akan belajar mencintaimu dan membahagiakan kamu.." Dia membalas pelukanku erat.

Kami berpelukan cukup lama. Hujan pun turun semakin deras.

"Angelaaa.." bisikku.

Aku mencium keningnya. Dia menutup kedua matanya. Aku menciumnya kembali dengan perlahan, meluapkan segala perasaan cintaku padanya dan aku harap dia merasakannya.

Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang