Bab 8

4.4K 211 0
                                    

Alunan lagu Maps dari Maroon 5 terdengar dari handphone ku.
Segera kulihat layar dan tertera nama teman kecilku Dirga.

"Hallo, Co.. Ini gue Dirga.. hehehe!  what's up brother?"

"Hallo, Ga! Baik bro.. Tumben banget loe telfon gue.. Hmm, naga-naganya loe mau minta tolong khan ke gue?"

"Eitsss, tau aje loe, hahahaa! "

"Gue ada di RS sampe jam 9 malem. Loe langsung aja ke sini dari kantor. Jangan lupa bawain gue makanan bro! Hahahaaa.."

"Oke! See u!"

Udah jadi kebiasaan Dirga kalau menelfon pasti dia mau minta tolong atau sekedar sharing mengenai pekerjaan mau pun urusan pribadi.
Aku pun banyak bertukar pendapat dengan Dirga dalam hal apa pun termasuk masalah rumah tanggaku dulu. 

Saat tahun lalu aku terpuruk akibat perceraianku, Dirga-lah yang selalu menyemangatiku.

Dia bahkan sering mendatangiku sebentar di apartemen atau rumah sakit tentunya sambil membawakanku makanan karena dia tahu aku sering lupa makan setelah aku bercerai.

Saat aku tanya kenapa dia sering mengunjungiku, dia malah bergurau takut aku bunuh diri atau melakukan hal-hal bodoh lainnya. Hahahaaa, dasar Dirga. Selalu saja dapat mood ku membaik dengan candaannya.

**

"Suster, apa masih ada pasien lagi?"

"Tidak ada, Dok.."

"Baiklah, saya mau istirahat sebentar ya Suster Clara.."

"Oya, dokter mau saya pesankan makanan apa untuk makan malam?" tanya Suster Clara.

"Tidak usah, Suster. Nanti teman saya yang tampan itu lho mau datang ke sini. Dia mau membawakan saya makanan," jawabku sambil tersenyum jahil padanya.

"Pak Dirga, Dok? Wahhh!!! Saya ikutan makan sama Dokter aja deh nanti.. Boleh ya, Dok? Biar saya bisa ngeliatin wajah tampannya temen dokter ituuuu.." pinta Suster Clara dengan mata yang berbinar-binar.

"Hahahahaaa.. Tentu saja boleh Suster. Tapi jangan lupa buatin saya dan Dirga....."

"Udah tau kok, Dok.. Dua cangkir hot chocolate khan?"

"100 buat Suster. Terimakasih.."

"Sama-sama, Dok. Ya sudah Dokter istirahat saja, nanti kalau ada Pak Dirga saya beritahu. Saya permisi ke meja depan dulu, Dok."

Aku pun mengangguk dan menuju sofa panjang di ruanganku. Ruangan kerjaku ini cukup besar, aku dulu membaginya lagi menjadi dua bagian.

Bagian yang satu aku gunakan untuk keperluan praktik dan aku isi dengan meja dan kursi, wastafel, tempat tidur pasien, alat EKG dan juga treadmill dan perlengkapan lainnya.

Sedangkan di bagian ruangan yang satunya lagi ada sebuah kamar mandi dan juga lemari, kulkas, sofa panjang yang empuk, meja kecil, dan TV. Menurutku ruangan yang ini lebih mirip rumah keduaku karena di sini juga aku menaruh barang kebutuhanku sehari-hari termasuk beberapa pakaian, bantal, selimut, perlengkapan mandi dan makan.

Krrruuyuukkkk.. Kkkrkkk..
Ahh, perutku sudah lapar rupanya. Aku pakai tidur dulu dech sambil menunggu Dirga.

Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang