Bab 16

3.6K 186 0
                                    

Aku jadi terngiang ucapan Siska tadi selepas rapat. Memang benar sepertinya Mas Dirga memberikan perhatian yang lebih dari sekedar atasan dan bawahan.

Contohnya saja saat aku sakit dan tidak masuk kerja, dia sampai datang ke apartemen dan membawakan makanan untukku juga untuk kedua orang tuaku dan Mila. Mungkin kalau atasan lain hanya akan mengirim pesan singkat menanyakan kesehatan bawahannya, tidak sampai datang ke rumahnya.

Mas Dirga itu cukup tampan, ramah, sopan, dan tidak sombong, dia juga sosok yang humoris. Dia seringkali menjahili orang kantor termasuk aku, tak jarang pula dia membuat guyonan hingga kami tertawa terpingkal-pingkal. Akan tetapi saat bekerja dia adalah orang yang sangat serius tapi santai.

Ahh, kenapa aku jadi memikirkan Mas Dirga. Lebih baik aku bergegas pulang membeli makanan.

***

Akhirnya aku sampai di penjual nasi goreng yang 3 minggu lalu aku kunjungi.

Untunglah tempatnya belum terlalu ramai. Aku segera memesan makanan yang ingin dibungkus lalu duduk di kursi paling ujung dan memesan segelas teh manis panas.

Aku ingat kejadian waktu itu, dimana tiba-tiba ibu hamil di sampingku merintih kesakitan karena mau melahirkan dan aku bersama seorang pria membawa ibu itu ke rumah sakit.

Rumah sakit.. Ya Tuhan, aku ingin sekali bisa menjadi dokter. Aku ingin menuntaskan pendidikanku yang sempat terhenti. Aku ingin membangga

"Mbak.. Mbak Angela?"

Aku segera tersadar dari lamunanku dan menoleh ke arah sumber suara tersebut.

"Ya. Hmm, maaf Mas yang waktu itu.."

"Yang beberapa minggu lalu di sini juga sama Mbak pas ada ibu hamil yang mau melahirkan.." lanjut pria itu melengkapi kalimatku sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya. "Apakabar?"

"Hahaha.. Iya kabar saya baik, Mas."

"Boleh saya duduk di bangku ini?" tanyanya sambil menunjuk bangku kosong di hadapanku.

"Tentu saja, silakan." jawabku lagi.

"Semoga tidak ada kejadian yang gawat lagi ya, hehehee.."

"Hmm.. Pamali loh Mas bilang kayak gitu, karena bisa malah kejadian. Heheheee.."

Tiba-tiba..

"Tolong! Tolong!"

Kami berdua dan juga Bang Ali segera berlari ke arah seorang ibu yang tengah menggendong bayi yang duduk di ujung seberang sana.

"Kenapa, Bu?!"

"Bayi saya kejang-kejang! Tolong bawa kami ke rumah sakit! Tolong Mas.. Mbak.." ujar ibu itu sambil menangis.

"Mari, Bu! Saya antar.." ujar Mas Rico dan berlari menuju mobilnya.

"Tunggu Mas Rico, saya ikut! Bang Ali, ini uangnya. Kami antar ibu ini dulu." ujarku sambil menyerahkan uang ke Bang Ali.

"Iya, Mbak!"

***

Di dalam perjalanan..

"Berapa usia bayi ibu?  Sebelumnya bayi ibu pernah kejang?" tanya Mas Rico sambil mengendarai mobilnya cepat.

"Lima bulan. Satu bulan lalu dirawat karena kejang demam. Semalam bayi saya demam dan baru kejang sekarang."

"Apa ibu membawa obat anti kejang?" tanyaku.

"Oh, ya ampun. Iya ada Mbak! Di tas bayi! Saya lupa karena panik."

Aku segera mencari obat yang dimaksud di dalam tas.

"Ada obatnya, Mas!"

"Tolong kemarikan obatnya."

Mas Rico melihat nama obat yang tertera dan memberikannya lagi padaku.

"Mbak Angela, tolong ikuti arahan dari saya bagaimana cara memasukkan obatnya."

"Baik."

Aku pun mengikuti arahan demi arahan dari Mas Rico dan juga menenangkan ibu bayi ini karena ibu ini menangis terus.

"Kita sudah sampai di rumah sakit."

Mas Rico memberhentikan mobil di depan pintu UGD, dan lagi-lagi dokter dan perawat sudah siap disana. Kami segera turun dan bayi tersebut langsung ditangani oleh tim medis. Kami pun menunggu dan duduk di luar, sementara ibu tadi menunggu di dalam.

"Mbak Angela.."

"Panggil Angela saja, Mas." ujarku sambil tersenyum.

"Baiklah, Angela. Kamu mau minum?"

"Tidak, Mas. Terima kasih sebelumnya."

"Kebetulan yang menegangkan bukan?!" ujar Mas Rico sambil bersandar di kursi dan kepalanya ditengadahkan ke atas.

"Ehemm.. Bisa dibilang seperti itu. Semoga bayi itu lekas sembuh." balasku.

"Bayi itu sudah ditangani sekarang. Kamu sudah mau pulang atau mau menunggu dulu di sini? Kalau mau pulang, biar saya antar."

"Tidak usah diantar, Mas. Merepotkan lagi. Saya naik taksi saja."

"Tidak merepotkan kok. Kamu tadi bawa motor kan?"

"Iya, Mas."

"Baiklah, kita pamit dulu dan saya akan antarkan kamu lagi ke tempat Bang Ali."

"Terima kasih, Mas."

"Oya, terima kasih atas bantuannya tadi untuk memberikan obat ke bayi itu." ucap Mas Rico sambil menoleh kepadaku. Dia tersenyum dan terlihat sangat tampan.

"Terima kasih juga karena Mas mau mengantar ibu tadi ke rumah sakit ini dan memberikan arahan ke saya." ujarku lagi.

"Yuk, kita pamit." ujarnya lalu bangkit berdiri.

Aku menganggukan kepala dan berjalan mengikutinya di belakang. Aku melihat punggung Mas Rico dan hatiku terasa hangat. Aku memegang dadaku dan berhenti berjalan.

Perasaan ini..


Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang