Bab 32

3.3K 155 0
                                    

Angela Jelita

Drrrttt.. Drrrtttt..

Jel, nanti setelah kamu beres, bisa ngobrol sebentar? Aku akan tunggu kamu di food court dari jam 2.

Aku membaca sebuah pesan dari Sammy yang masuk ke WA ku. Apa yang mau dia sampaikan padaku?

Baiklah.. Nanti kalau sudah beres aku ke sana.

Aku mengetikkan balasan kepada Sammy. Hhh, semoga tidak ada masalah nanti.

"Ssstt.. Jel, tadi aku denger dari Reva, dia pesen makanan dari catering kamu. Aku sama Gita juga mau dong.." bisik Cindy padaku. Saat ini kami sedang melihat presentasi kasus yang dibawakan oleh Andi.

"Oke.. Aku kirimin menunya.." bisikku lagi. Akhirnya aku mengirimkan gambar daftar menu masakan ke grup kelompok kami di LINE. Di situ juga sudah tertera harga untuk masing-masing masakan.

Cindy dan Gita masih terlihat sibuk memilih masakan di menu tersebut, ya walau sembunyi-sembunyi. Karena kalau sampai terlihat Dokter Dimas, bisa-bisa kena marah.

Akhirnya, tiba waktunya sesi tanya jawab. Kami masing-masing mengajukan pertanyaan seputar kasus yang dipresentasikan Andi. Dokter Dimas juga kadang menambahkan penjelasan mengenai hal tersebut.

"Baik, saya rasa hari ini cukup sampai di sini. Besok saya mau langsung dua orang yang maju presentasi. Silakan kalian undi sendiri siapa yang maju. Besok mulai dari jam 1 siang, oke?!"

"Baik, Dok. Terimakasih." ucap kami bersamaan.

Kami mulai mengundi siapa yang maju besok. Andi membuat gulungan kertas berisi nama-nama kami dan meminta Haris untuk mengambil gulungan kertas itu.

"Di sini yang belum maju Angela, Cindy, Gita, Reva, dan Haris. Silakan Haris ambil 2 gulungan kertas," ujar Andi pada kami semua. Andi merupakan ketua kelompok kami. Dia sangat tegas dan berwibawa.

Haris mengambil 2 gulungan kertas lalu membuka keduanya dan membacakan nama yang tertera. "Yes! Yang maju besok adalaahhhhh aku sama Reva tersayang, hehehe.."

"Whattt? Kenapa sih aku selalu maju sama kamu, Ris. Ulang ahhh ngundinya." balas Reva.

"Ya ampun, Reva sayang. Sama aja kali mau maju besok atau nanti, bakalan sama aja kok hasil undiannya. Bakalan bareng Kang Haris juga. Hihihi!" ujar Haris.

"Ciyeee, Reva. Kang Haris nya jangan dianggurin dong, kasian loh.." goda Cindy.

"Hahaha! Jangan nolak gitu Rev, ntar jodoh loh.." Gita ikut menimpali.

"Hadeuh, udah deh aksi goda-godaannya. Mending sekarang, bubarrr jalan!" ujarku menengahi mereka.

Kami pun segera beres-beres dan bersiap pulang, tak lupa untuk melepas jas putih kesayangan kami.

Cindy menepuk bahuku. "Angela, nanti kita LINE aja yang pesenan makanannya."

"Sip deh. Ya udah, aku duluan ya." balasku pada Cindy.

Aku pergi ke arah kantin untuk menemui Sammy. Dan ternyata dia memang sudah menungguku di sana.

"Sammy.."

"Angela, silakan duduk."

"Kamu mau pesan apa?"

"Gak usah, Sam. Aku gak bisa lama-lama soalnya."

"Sebentar ya, aku pesenin. Paling gak minum dulu."

"Oke."

Tidak lama kemudian Sammy datang membawakan dua gelas minuman.

"Milo dingin untukmu. Yup, aku masih inget kesukaan kamu, Jel."

"Thank's, Sam.."

"Diminum, Jel.." ujar Sammy lagi.

"Uhum.. Aku minum ya." Aku meneguk minuman favoritku sedikit.

"Btw, selamat ya kamu sekarang udah jadi dokter. Aku ikut seneng."

"Makasih, Sam. Ya semua berkat Tuhan. Sekarang aku masih dokter muda alias koas."

"Tinggal sedikit lagi juga dokter seutuhnya, Jel. Semangattt!"

"Amin.. Hmm, kamu sendiri gimana?"

"Aku kerja di perusahaan yang kubangun sendiri, Jel. Masih kecil sih, tapi aku senang akhirnya aku bisa mewujudkan impianku untuk bisa membuka lapangan kerja bagi orang lain."

"Wow, selamat ya, Sam. Aku juga ikut seneng dengan keberhasilan kamu."

Kami terdiam cukup lama.

"Jel.." Akhirnya Sammy membuka pembicaraan kembali. Sammy memegang tanganku dan menggenggamnya. "Maaf untuk semuanya. Maafin aku.."

Aku perlahan berusaha melepaskan genggaman tangannya padaku. "Aku udah maafin kamu kok, Sam.."

"Andai aja dulu aku lebih berani memperjuangkan cinta kita.."

"Yang lalu biarlah berlalu, Sam. Itu udah jalan yang kamu pilih. Gak perlu menyesali yang udah terjadi. Jalani saja kehidupan saat ini. Kita bisa tetap menjadi teman kok.." balasku sambil tersenyum padanya.

"Makasihhh, teman. Hehehe.. Kamu memang baik, Jel.. Akuuu.. Uhm, aku udah lama sebenernya nyari kamu. Tapi kamu udah gak di rumah yang dulu. Aku gak bisa melepaskan rasa bersalah aku sama kamu.." ungkap Sammy. Wajahnya tampak sangat menyesal.

"Iya kami pindah, Sam. Sam, kamu bisa tenang sekarang. Kamu kan udah bisa ketemu aku dan aku udah maafin kamu.." jelasku lagi.

"Makasih, Jel. Kalau begitu aku nanti bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang." Sammy menundukkan wajahnya.

"Tunggu.. Maksud kamu apa, Sam? Kamu bisa jelasin ke aku?" Aku penasaran dengan perkataannya barusan.

"Hidupku gak lama lagi, Jel. Aku sakit.. Akuuu.. Akkuuu.."

"Angela Jelita.." ujar seseorang di sampingku. Aku menoleh ke sumber suara itu dan mendapati Mas Rico dengan wajah tegasnya memperhatikanku. "Bisa ikut saya sebentar?" tanyanya.

Ada apa dengan Mas Rico? Mengapa kali ini dia tampak seperti... Tak terbantahkan?!

"Maaf, Dok. Tapiii.." ujarku pada Mas Rico bimbang.

"Oh silakan, Dok. Uhm, Jel, sepertinya aku harus pergi sekarang. Lain waktu kita ngobrol lagi. Makasih ya, Jel. Mari, Dok.." ujar Sammy sambil pamit.

"Sam, maaf ya. Nanti kita ngobrol lagi. Makasih juga, Sam. Hati-hati.."

"Santai aja, bye!"

Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang