Bab 18

3.6K 184 0
                                    

Dirga Saputra

Hari ini aku sebenarnya ingin tidak masuk ke kantor dulu karena sedang tidak enak badan, akan tetapi hari ini ada meeting penting yang harus kuhadiri.

Sejak semalam aku demam tinggi disertai nyeri kepala dan sampai sekarang demamnya belum turun. Ya mungkin karena aku belum sempat minum obat penurun panas. Maklum saja persediaan obatku sudah habis.

Sekarang perutku terasa lapar dan betapa sedihnya aku saat melihat isi kulkas. Di dalam sana hanya ada sekotak susu cair kemasan dan sebuah apel. Akhirnya aku minum susu cair tersebut kemudian bergegas mandi dan ganti baju. Setelahnya aku memesan taksi karena aku sudah tidak sanggup menyetir ke kantor.

Untunglah jalanan belum begitu ramai, jadi aku bisa tiba di kantor dengan cepat. Sekarang masih jam 6.40 dan kantor masih sepi.

Aku menuju ruanganku dan berbaring di sofa. Aku sudah tidak kuat lagi. Kepalaku sakit sekali dan badanku meriang.

Lebih baik aku tidur sebentar agar saat meeting nanti nyeri kepala ku berkurang.

**

Angela Jelita

Pagi tadi sebelum berangkat ke kantor aku membantu Bunda memasak untuk sarapan.

Aku tiba-tiba ingat kalau Mas Dirga pernah minta dibuatkan bekal dan aku menyetujuinya. Aku tidak ingin berhutang janji walau mungkin Mas Dirga tidak ingat akan hal itu.

Jadi aku membuat dua bekal hari ini. Satu untukku, satu lagi untuk Mas Dirga. Menu makanannya nasi putih, perkedel jagung, sayur tahu tauge, dan ayam goreng. Ya, semoga saja Mas Dirga menyukai masakanku dan Bunda.

"Jel, tumben bawa bekalnya dua? Apa kamu nanti lembur?"

"Nggak, Bun. Ini yang satu bekalnya buat atasan Jelita yang sepupunya Siska. Waktu itu dia pernah lihat Jelita bawa bekal, terus dia bilang kapan-kapan ingin dibuatin bekal juga. Jelita nggak mau ingkar janji aja, Bun. Walau hanya soal bekal makanan seperti ini.." jelasku.

"Ooh begitu ya. Hmm, Bunda seperti mencium aroma jatuh cinta kayaknya. Hihihii.." canda Bunda.

"Jatuh cinta beraroma gitu, Bun? Hahahaa.. Nggak, Bun. Kami cuma sebatas atasan dan bawahan juga teman aja."

"Ya sudah, yang penting sekarang kamu harus berangkat. Nanti terlambat kalo kesiangan."

"Iya, Bun.." ujarku lagi sambil memasukkan tempat bekal dan sendok garpu ke dalam tas plastik.

"Ini bawa sekalian buah jeruknya, buat cuci mulut," lanjut Bunda.

"Ok, Bun."

Ayah dan Mila sudah berada di meja makan. Kami sarapan bersama. Aku hanya sarapan sedikit saja karena nanti di kantor aku akan menghabiskan bekalku.

"Jelita pamit berangkat duluan ya Yah, Bun, Mil.."

***

Sesampainya di kantor aku melihat Mas Dirga tengah tidur di sofa. Aku menaruh bekal makanan untuknya di atas meja. Namun saat aku berjalan mendekatinya, wajahnya tampak kemerahan dan berkeringat. Dia tampak menggigil.

Aku meletakkan punggung tanganku di keningnya dan ternyata dia demam.

Ya Tuhan, badannya panas sekali.

Aku segera mencari handuk kecil bersih di dalam tasku. Aku membawanya untuk mengelap badanku kalau aku kehujanan. Maklumlah, saat ini sudah musim hujan.

Aku masuk ke dalam kamar mandi yang ada di ruangan sebelah dan membasahi handuk. Aku juga meminta tolong seorang petugas cleaning service membawakan mangkuk untukku. Tentunya mangkuk itu akan aku isi air untuk kompres.

Aku meletakkan handuk itu di kening Mas Dirga dan tak lama kemudian petugas cleaning service tadi datang membawakan mangkuk. Aku segera mengisi mangkuk itu dengan air hangat.

Semoga demamnya turun..

Aku ingat jam 9 nanti Mas Dirga ada jadwal meeting. Tapi dengan keadaannya yang seperti ini aku rasa dia tidak bisa hadir.

Aku harus memberitahu Siska..

Aku menelepon ke HP Siska dan tidak ada jawaban. Akhirnya aku meninggalkan pesan via SMS dan WA ke nomornya.

"Eeengghhhh.." Mas Dirga mengigau dalam tidurnya.

HP ku berdering dan ternyata Siska yang menelepon.

"Jel! Gimana Mas Dirga?" tanya Siska.

"Dia demam tinggi, Sis. Dia masih tidur. Udah aku kompres tapi demamnya belum turun." jelasku.

"Ok, aku kesana sekarang.." ujar Siska.

"Baiklah," balasku lalu mengakhiri sambungan panggilan telepon.

"Mas, apa Mas mendengarku?".

Perlahan matanya terbuka dan mengerjap-ngerjap.

"Jelitttaaa.." ujarnya lemah.

Terdengar suara langkah kaki mendekati kami. Aku menoleh dan mendapati Siska dengan raut wajah cemas.

"Jel.. Apa dibawa ke RS aja gitu ya?" tanya Siska padaku.

"Iya, Sis."

"Tolong bawakan laptopku kesini.. Aku harus rapat.." pinta Mas Dirga sambil melihat ke arahku.

"Mas udah jangan kerja dulu. Mas tuh lagi sakit. Nanti kalau tambah parah gimana?!" cegah Siska.

Mas Dirga menggelengkan kepalanya. "Pagi ini ada meeting penting, Sis. Aku harus hadir." Dia tetap berusaha bangun dibantu Siska dan aku.

"Iya, Mas. Istirahat dulu aja. Ngomong-ngomong Mas udah minum obat belum? Sarapan?" tanyaku.

"Belum minum obat. Sarapan cuma minum susu," jawabnya lemah.

Aku berjalan ke meja kerjaku mengambil dompet kecil di tas dan mencari obat penurun panas di dalamnya.

"Mas harus makan dulu terus minum obat penurun panas. Ini aku udah bawain Mas bekal. Dimakan ya sekarang," terangku. Aku membuka kotak bekal makanan dan menyajikannya di atas meja.

"Wahhhh! Asyik banget sih dibawain bekal.. Buat aku mana?" ucap Siska.

"Iya nanti aku buatin buat kamu juga, Sis.. Sekarang Mas Dirga mau makan pakai apa? Ini ada perkedel jagung, sayur tahu tauge, dan ayam goreng."

"Duh, Jelita perhatian banget ya. Sering-sering sakit aja kalo gitu, Mas.. Hahaha!" goda Siska lagi.

"Siska, kasian kan Jelita digodain gitu sama kamu. Oya, apa kamu bisa gantiin Mas dulu buat meeting pagi ini?" ucap Mas Dirga.

"Iya bisa kok. Aku ke ruang meeting sekarang. Jel, aku titip dia ya. Oya, jangan mau ya kalo dia nyuruh kamu buat nyuapin dia. Hahaha, bye!" jawab Siska.



Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang