Angela Jelita
Sudah 3 hari ini aku membawakan bekal untuk Mas Rico sebagai ganti atas payungnya yang aku minta.
Aku teringat kenangan saat aku bersama Mas Dirga dimana aku membawakan bekal untuk kami makan bersama setiap pagi.
"Angela, kamu mau bawa kemana bekal makanannya?" tanya Reva teman sekelompokku saat aku hendak pergi dari ruang koas.
"Ini, ehm.. Dokter Rico pesan masakan." jelasku.
"Oh iya, kamu buka catering kan ya?! Aku mau dong pesen juga. Soalnya bosen makanan kantin.." ucap Reva.
"Boleh boleh.. Nanti aku kasi daftar menunya. Aku nganterin makanan ini dulu ya, Rev.." lanjutku.
"Oke!"
Untunglah aku memang membuka catering, jadi tidak masalah bagiku mengantar makanan ini ke ruang Mas Rico. Aku tidak enak kalau Reva atau yang lain menyangka yang tidak-tidak padaku. Mereka tidak tau kalau sebenarnya kami sudah saling mengenal sebelumnya.
Aku sudah sampai di depan ruang kerja Mas Rico dan karena Mas Rico belum datang, maka aku menitipkan makanan untuknya pada seorang suster yang menjadi asistennya.
"Permisi, Suster. Maaf, apa saya boleh menitipkan makanan ini untuk Dokter Rico?" tanyaku.
"Ya, tentu saja. Nanti saya berikan pada beliau."
"Terima kasih, saya permisi dulu."
"Sama-sama."
Aku mampir ke food court sebentar untuk membeli air mineral. Saat aku sedang membayar di kasir, pundakku ditepuk pelan oleh seseorang dari belakang. Spontan saja aku menoleh.
"Ini benar kamu, Jel?"
"Sss..Saammyy?!" Aku kaget sekali dapat bertemu lagi dengannya di sini.
"Dok, maaf ini kembaliannya.." ujar petugas kasir padaku.
"Oh iya, terima kasih banyak, Mbak."
"Jel.."
"Sam, sorry ehm aku duluan ya."
"Kamu pulang jam berapa nanti, Jel? Aku boleh bicara? Ehm, atau gak, aku boleh minta nomormu yang baru? Tapi kalau kamu keberatan, gak apa-apa."
Aku pernah merasa sakit hati pada Sammy, tapi itu dulu. Ya sekarang aku menganggapnya sebagai teman saja dan aku memaafkannya. Jadi..
"Oke, biar aku ketik di handphone mu saja.." ujarku lagi.
"Ini.." balas Sammy sambil memberikan handphone nya padaku.
Aku mengetikkan sederet nomor baruku kemudian mengembalikan handphone pada Sammy. "Itu nomorku, Sam. Kalau begitu, aku permisi dulu ya."
"Thank's, Jel.."
***
Rico Marcellino
"Selamat pagi, Dokter Rico.." sapa Suster Clara.
"Selamat pagi juga, Suster Clara."
"Saya perhatikan beberapa hari ini ada koas cantik yang mengantarkan makanan ini untuk Dokter," ujar Suster Clara seraya memberikan kotak makanan padaku.
"Iya, dia Angela Jelita. Dia yang pernah menjadi tunangan almarhum Dirga, Suster."
"Benarkah? Gadis itu pasti sangat kehilangan sosok almarhum yang begitu baik."
"Ya, Suster Clara." Dan mengalirlah ceritaku mengenai pertemuanku dengan Angela dan pesan-pesan yang diminta almarhum Dirga semasa hidupnya.
"Perasaan saya mengatakan kalau dia jodoh Dokter Rico. Dari pertemuan kalian yang tak terduga itu misalnya."
"Mungkin hanya kebetulan."
"Tak ada yang kebetulan di dunia ini, Dok. Semua pasti ada tujuannya. Mungkin memang sudah jalannya."
Aku hanya terdiam mendengarkan ucapan Suster Clara sambil memakan bekal dari Angela.
"Apa yang Dokter rasakan saat terakhir kalian bersama? Apa ada rasa ingin melindungi atau yang lainnya?"
Ada.. Saat melihatnya menunggu di halte, aku mencemaskannya. Saat melihatnya menangis, aku malah memeluknya.
"Diam artinya iya loh, Dok. Berarti benar, Dokter tertarik padanya. Bisa juga jatuh cinta, tapi Dokter belum mau mengakuinya."
"Saya masih takut jatuh cinta, Suster.." ungkapku.
"Cobalah belajar untuk membuka hati lagi, Dok. Saya rasa dia gadis yang baik dan pantas untuk dicintai. Saya juga yakin Dokter bisa. Jangan sampai keduluan orang lain, Dok. Nanti Dokter nyesel loh."
"Suster Clara, terima kasih.."
"Baiklah, saya keluar dulu ya, Dok."
Aku pun mengangguk.
Apa benar yang dikatakan Suster Clara kalau tidak ada yang kebetulan?
Usai menghabiskan makanan dari Angela, aku melakukan rutinitas harianku yaitu visit ke ruangan dan memeriksa pasien di poli.
Tak terasa sekarang sudah jam setengah 4 sore dan aku sangat lapar. Aku berjalan ke arah food court untuk mengisi perutku. Aku memesan nasi soto ayam dan secangkir teh manis panas.
Food court sore ini cukup ramai. Meja dan tempat duduk yang tersisa hanya sedikit. Aku akhirnya memilih meja kosong di ujung dekat taman. Sambil menunggu pesananku datang, aku membalas pesan-pesan yang masuk ke handphoneku.
"Permisi, ini pesanannya, Dok."
"Oh ya, terima kasih."
Aku pun menghentikan aktivitas membalas pesan-pesan itu dan menggeser mangkok sotonya agar lebih dekat denganku.
Aku mulai makan sambil sesekali memperhatikan sekelilingku. Pandanganku terpaku pada sosok seorang wanita yang aku kenal beberapa bulan ini, Angela.
Dia sudah melepas jas putihnya dan sedang berbincang dengan seorang pria. Dari bahasa tubuhnya, Angela tampak kikuk berada di sebelah pria itu. Apalagi saat pria itu mulai memegang tangan Angela. Angela berusaha melepaskan tangannya dari pegangan tangan pria itu dengan pelan.
Akkhh, siapa sebenarnya pria itu? Mengapa dia memegang tangan Angela?
Aku menghentikan kegiatan makanku karena dadaku berdebar. Hatiku terasa panas. Aku merasa cemas melihat Angela bersama pria itu. Aku rasanya ingin pergi ke sana dan menarik Angela agar jauh dari pria itu.
Tunggu, ada apa denganku? Perasaan ini.. Tidak.. Ini tidak mungkin.. Tidak mungkin aakkkuu, cemburu??!

KAMU SEDANG MEMBACA
Love & Economy
Romance3 kali menjalin cinta, 3 kali pula hubungan itu harus kandas karena penyebab yang sama. Penyebabnya adalah perbedaan status ekonomi keluarga seorang wanita cantik yang bernama Angela Jelita yang tidak sederajat dengan keluarga mantan-mantannya itu...