Bab 23

3.2K 147 0
                                    

Angela Jelita

"Jel, ayo kita ke dalam. Udara semakin dingin, aku gak mau kamu sakit. Ayah, Bunda, dan Siska juga pasti sudah menunggu kita."

"Iya, Mas. Yuk kita pamit ke mereka."

"Terima kasih ya semua udah bantuin acara kami malam ini. Sorry sampai larut malam gini." ucap Mas Dirga pada orang EO, pelayan, dan pemain musik. Aku juga ikut menyalami mereka dan berpamitan.

Malam ini aku sangat bahagia. Aku dilamar oleh Mas Dirga dan kini kami resmi bertunangan.

Kami menemui Ayah, Bunda, dan Siska. Mereka tampak bahagia untuk pertunangan kami. Dan rupanya mereka sempat melihat kami lewat video call dari salah seorang anggota EO. Siapa lagi yang menyuruh orang itu kalau bukan Siska. Astagaaaa.. apa mereka juga melihat kami berciuman?

Mas Dirga akhirnya pulang, karena aku yakin dia juga malu sepertiku. Ayah dan Bunda juga sudah pamit tidur. Tinggal hanya ada aku dan Siska yang masih terjaga.

"Ehemmm.. Jel, tenang aja. Kita gak ngeliat kalian ciuman kok, hahaha! Kita cuma sampai kamu ngucapin kesediaan kamu nerima Mas Dirga, hihihi.." bisik Siska padaku.

Siska sialan. Dia bisa saja membaca pikiranku ke arah sana..

"Sissskaaaa! Awas ya kamuu.." ujarku seraya mencubit pinggangnya.

"Awww! Hahahahaaaaaa! Ada yang blushing tuhhh.. Wkwkwkk.."

"Siskaaaa.. Udah donggg.." pintaku.

Siska akhirnya memelukku dan mengucapkan selamat. "Sorry dehhh.. Btw, selamat ya, sahabat terbaikku yang cantik ini akhirnya dilamar juga.. Aku mendoakan kebahagiaanmu selalu.."

"Makasihhh, Siskaaa." balasku. Aku melepaskan pelukanku dan menyuruhnya pulang. "Hush sana pulang, udah malem loh.. Besok kan harus kerja."

"Ishh.. Padahal masih pengen ngobrol tauuuu.."

"Besok deh yaa. Sekalian kita bahas yang buat ultah Mas Dirga.

"Kok manggilnya masih mas? Yayang dong.. Hahahaaa!"

Aku pelototi Siska agar berhenti menggodaku.

"Oke dehhh.. Byeee, Jel!" ujar Siska sambil berlari.

Aku masuk ke dalam kamar dan berganti pakaian. Aku membersihkan wajah dan mencuci wajah, tangan dan kaki di kamar mandi. Malam ini Mila izin menginap di rumah temannya, jadi sekarang aku tidur sendiri.

Aku merebahkan tubuhku dan menarik selimut. Aku kembali melihat cincin yang melingkar di jari manisku.

Ku ambil amplop pemberian Mas Dirga tadi dan membuka kertas selembar di dalamnya, lalu kubaca ulang. Surat beasiswa pendidikan untukku.

Aku bangun dan melihat buku tabungan di dalam tasku. Saat ini saldonya sudah Rp 12.400.000,-. Selama 6 bulan ini aku bersama Mila berbisnis online dan catering kecil-kecilan bersama Bunda. Hasil bagianku selalu aku masukkan tabungan.

Aku sekarang bingung. Kalau aku berhenti bekerja di hotel dan melanjutkan koas di rumah sakit, aku jadi tidak punya penghasilan tetap.

Kalau menggunakan uang di tabungan ini, paling hanya bisa untuk beberapa bulan saja. Bagaimana untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, sekolah Mila, dan lainnya.

***

Dirga Saputra

Astaga Siska, bikin aku malu aja pake nyuruh orang buat nge-video call-in acara melamar tadi. Mau ditaruh dimana muka aku ke Ayah sama Bunda kalau mereka melihat aku mencium Jelita.

Aku sekarang sudah di apartemenku. Apa aku telepon Jelita ya menanyakan yang soal Siska tadi?

"Hallo, Mas.."

"Hallo, Sayang.. Belum tidur?"

"Belum. Kamu udah sampai apartemen?"

"Udah kok. Uhm, Ayah sama Bunda marah gak?"

"Marah kenapa?"

"Ehmm.. Itu loh yang soal Siska nge-video call-in acara kita. Kan takutnya.."

"Oohhh.. Hahahaaa! Ternyata kita sepikiran yaa, Mas.. Aku juga tadi malu banget.. Tapi Siska bilang, dia cuma lihat sampai aku bilang bersedia nerima kamu.. Ayah sama Bunda juga gak ada marah-marah.."

"Baguslah kalau begitu.. Ya udah, tidur gih.. Sampai besok.. Nite, sweetheart.."

"Nite too.."

"Kok aku gak dipanggil sweetheart juga, Jel? Kan pengen gitu dipanggil sesuatu yang romantis.."

"Ya ampun, Mas.. Udah gede juga.. Ya udah nanti aku pasti panggil dengan sebutan khusus, tapi aku pikirin dulu apa sebutannya."

"Janji yaaa.."

"Janji.."

"Bye.."

"Bye.."

Kadang aku geli sendiri kenapa aku jadi seperti ABG yang baru pacaran. Padahal ini bukan kali pertama aku pacaran.

Terdengar bunyi ringtone hp-ku..

Siapa yang menelepon malam-malam begini?

Rico Marcellino calling..

"Halo, Co.."

"Gaaaa.. Sorry ganggu loe.. Gue.. Guee.. di depan pintu loe.."

"Ok, bro.. Sebentar.."

Aku segera bergegas membukakan pintu untuk Rico.

"Gaaa.." Rico menghamburkan badannya kepadaku dan menangis..

"Ayo masuk dulu, bro. Jangan depan pintu gini."

Aku mendudukkan Rico di sofa dan mengambilkan minuman untuknya.

"Minum dulu, Co.." ucapku saat menyerahkan segelas air putih padanya.

"Thank's.."

"Loe kenapa?" tanyaku.

"Gue tadi ngeliat Cathy di jalan pas mau pulang. Dia bareng sama pacarnya itu dan hati gue masih sakit ngeliat mereka." jawab Rico. Dia masih menangis dan menunduk.

Aku tepuk bahu Rico dan duduk di sampingnya. "Lupain dan maafin mereka, Co. Buka hati loe untuk cewe lain. Percayalah, cinta sejati itu ada.."

"Apa gue bisa?"

"Gue tau loe pasti bisa. Dan semua itu harus diniatin dari diri loe sendiri.

"Uhm.. Boleh gue nginep disini malem ini?"

"Bolehlah, Co. Anggep aja rumah sendiri. Loe pake aja kamar tamu. Kalo loe mau makan, tinggal masukin ke microwave aja masakan di meja makan.."

"Thank you, bro.."

"Gue duluan ya, Co."

"Oke.."

Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang