Bab 6

5.2K 249 2
                                    

Dirga Saputra

Senin pagi ini cuaca begitu cerah. Kulirik arloji yang tersemat di tangan kiriku menunjukkan pukul 08.50 Aku telat! Kalau saja semalam dia menolak tawaran Zico, Albert, Louis dan Reno untuk pesta, pasti dia tidak akan bangun kesiangan dan berakhir di tengah kemacetan seperti ini.

Apa aku jalan kaki aja ya? Toh jarak ke hotel tidak terlalu jauh. Biar nanti Pak Parjo aku suruh ambil mobilku di sini.

Akhirnya aku memarkirkan mobilku di sebelah kiri jalan di depan sebuah rumah makan padang yang belum buka.

Kuambil jas dan tas kerjaku di jok belakang.

Setelah mengunci mobil, aku pun berlari menuju hotel.

"Selamat pagi, Pak Dirga! Tumben pagi ini kok lari-lari ke kantornya? Mobilnya kenapa Pak?" ucap Pak Parjo satpam hotel saat aku berhenti di depan pos satpamnya sambil terengah-engah.

"Ah Pak Parjo, selamat pagi juga. Hhh.. Kebetulan langsung ketemu Bapak. Bisa tolong ambilkan mobil saya yang terparkir di RM Padang Salero Bundo? Macet banget ini soalnya, jadi aja saya tinggalin mobilnya. Ini kunci mobil saya, kalo udah, tolong bawakan kuncinya ke ruangan saya ya.." jelasku.

"Siap, Pak. Oya Pak, Bapak mending ke toilet dulu dech Pak. Acak-acakan itu rambutnya kayak habis kena badai," ucap Pak Parjo lagi.

"Hehehe.. Biarin dech yang penting gak ngurangin ketampanan saya, hahaha.. Makasih ya, Pak!" ujarku sambil berlari memasuki lobby.

Ahhh lebih baik aku ke toilet dulu. Malu juga khan kalo penampilanku berantakan.

Sesampainya di toilet, aku mencuci muka dan membasahi rambutku sedikit. Kurapikan tatanan rambutku dengan jari-jari tangan. Lalu kukeringkan wajahku dengan tissue yang ada di sudut atas wastafel. Tak lupa merapikan kemeja dan dasiku.

Yap, sudah selesai. Waktunya bekerja, ujarku dalam hati.

Aku segera menuju ruanganku menggunakan tangga. Ya seperti biasa, aku memilih tangga daripada lift semenjak ruanganku pindah di lantai 2. Lebih efisien saja menurutku.

Tiba-tiba saja aku teringat pada Siska. Siska memintaku untuk mempekerjakan sahabatnya Jelita sebagai asisten pribadi merangkap sekretarisku.

Dia pasti sedang di ruanganku sekarang. Hmm, apa dia benar-benar cantik seperti namanya?

Kulangkahkan kaki menuju ruangan kerjaku. Sebelum membuka pintu, kupersiapkan senyum terbaikku.

Saat kubuka pintu, kulihat ada seorang wanita muda cantik yang menoleh kepadaku hingga tatapan matanya kini bertemu dengan mataku.

Cantik sekali! Hmm.. tampak menggemaskan.. Dan hei dia terpesona padaku heum? Hihihi, lucu sekali ekspresi wajahnya. Polos. Matanya yang tak berkedip dan ehemm mulutnya yang sedikit terbuka tidak mengurangi kecantikannya.
Bidadarikah dia? Dan jantung ini ahh kenapa jadi berdebar tak karuan ya? Jatuh cintakah aku? Atau ini hanya keterpesonaan sesaat?

"Halo cantik, sebegitu tampankah diriku hingga membuat dirimu tak berkedip dan bahkan uhukk uhukkk maaf, mulutmu sampai terbuka yaa sedikit," kekehku geli.

Sepertinya wanita ini baru menyadari sikapnya itu. Sungguh menggemaskan hahaahaa!

"Ehem.. aa.. anuuu.. ehhh.. Pak.." jawabnya kikuk.

"Hahahahaa.. Kok jadi nervous gitu sich? ucapku sambil melangkah mendekatinya. Dia tampak menunduk malu.

"Aku Dirga" ucapku lagi. Dia tampak mengangkat wajahnya yang kini tampak merah bak kepiting rebus.

"Engg.. Maaf Pak Dirga.. Maafkan kelancangan saya ehemm atas sikap saya yang kurang sopan.." jawabnya gugup.

"Gapapa kok. Aku malah seneng diliat wanita secantik kamu."

"Ehhh.." jawabnya kikuk.

Aku mengulurkan tangan kananku ke depan sambil menampilkan senyum terbaikku.

"Tampaknya tadi aku sudah memperkenalkan diriku dan aku belum mengenalmu cantik, hehehe.. Boleh kenalan?" ujarku lagi seraya mengedipkan mata kananku dan menahan tawa.

"Maaf, Pak. Perkenalkan saya Angela Jelita. Saya sekretaris baru Pak Dirga yang bekerja mulai hari ini."

Setelah perkenalan yang menggemaskan tersebut, kujelaskan bahwa hari ini aku akan membantunya menjelaskan tugasnya sebagai asisten pribadi dan sekretarisku.

Hmmm, aku jadi teringat akan cerita Siska 2 minggu yang lalu. Awalnya Siska mendatangi apartemenku dan kami hanya sekedar ngobrol serta makan malam. Tentu saja aku yang masak untuk makan malam. Hehehe, hebat bukan? Siska ini adalah adik sepupuku kesayanganku yang mana hingga detik ini tidak bisa masak. Dia sering ke tempatku hanya untuk numpang makan. Ccckkk, dasar pemalas. Heheehe! Tapi bagaimana pun dia, aku sangat sayang padanya. Apa pun keinginannya selalu aku turuti, ya walau terkadang aku merasa sangat sangat terpaksa melakukannya demi tidak ingin Siska sedih. Seperti permintaannya kali ini yang memintaku untuk menerima sahabatnya sebagai asisten merangkap sekretarisku.

Kami telah selesai makan malam dan mencuci piring. Aku duduk di balkon apartemen diiringi Siska yang mengambil tempat kosong dan duduk di sampingku. Kami duduk dalam diam ditemani dinginnya udara malam sambil menatap indahnya langit yang bertaburan bintang-bintang.

Ini momen yang sangat aku cintai di malam hari. Memandang langit malam yang indah seakan menciptakan ketenangan di dalam batinku. Siska pun menyukai kegiatan ini. Dia pernah mengatakan bahwa setiap kali dia memandang langit, seolah-olah di sana ada Ayah dan Ibunya. Hal itulah yang dapat menenangkannya.

" Mas Dirga.." ujar Siska memecah keheningan.

"Ya.." balasku.

"Aku bisa minta tolong gak?"

"Minta tolong apa, Sis?"

"Begini.. Aku punya sahabat yang lagi nyari kerja tetap di kantoran. Namanya Angela Jelita. Dia pengen aku tempatin di Sunshine Hotel, tapi sebagai asisten pribadi sekaligus sekretaris Mas. Boleh?"

"Lho kenapa gak jadi sekretaris kamu aja, Sis? Lagian dia khan sahabat kamu dan sepertinya aku juga gak terlalu memerlukan asisten dan sekretaris. Aku ada Pak Alex dan Pak Ryan yang bantuin kerjaan aku."

"Aku tau kok, Mas. Tapi aku khan gak enak nyuruh-nyuruh sahabatku sendiri kalo dia jadi sekretarisku. Jadi mendingan dia jadi asistenmu aja, daripada dia jadi asistennya Mas Bagas yang playboy atau Mbak Alya yang sangar abis. Mau ya ya ya? Please.. Nolongin adik sepupumu ini berkah lho, Mas.. Gaji Mas aku tambahin dikit dech.. Heheheee!"

"Nyogok nie ceritanya? Heummm.."

"Kalo itu dirasa perlu ya aku lakukan, hahaha! Tenang aja, Mas, Jelita cantik dan pintar lho. Pake banget malah! Anaknya juga sopan dan gak sombong. Hanya saja aku berhutang budi dan nyawa kepada keluarganya. Apalagiiiii.." ucap Siska seolah tercekat saat dia ingin melanjutkan ceritanya.

"Apalagi apa, Sis?" tanyaku.

Siska tampak gusar. Dia beberapa kali menghela nafas keras.

"Ada apa? Kamu bisa cerita ke aku."

"Nasib keluarganyaaaa.. Nasib keluarganya berubah gara-gara perbuatan Om Tanu!" ucap Siska yang awalnya lembut menjadi berubah keras dengan penuh penekanan.

"Apaaaa?!" aku pun menolehkan kepalaku medengar ucapan Siska barusan. Nama itu lagi.

Kulihat raut wajah Siska berubah kaku seolah memendam kemarahan, tangannya pun terkepal hingga kuku-kukunya memutih.

"Sebenarnya apa yang Om Tanu lakukan? Cepat ceritakan padaku, Sis!" tanyaku lagi penasaran. Aku geram sekali mendengar Siska menyebutkan nama Om Tanu. Ada apa sebenarnya? Hal apalagi yang bajingan itu lakulan? Mengapa perasaanku jadi tak enak? Shit!

Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang