Bab 41

4.5K 162 0
                                    

Rico Marcellino

10 bulan kemudian..

"Angelaaa.. Sayanggg.. Ya ampun, kamu jangan ngepel. Nanti kalau kepleset atau jatuh gimanaaa.." ucapku khawatir sambil berlari menghampiri istriku. Aku baru saja pulang dari rumah sakit dan melihat Angela tengah mengepel lantai.

"Gak apa-apa, Mas. Kan kalo banyak gerak malah bagus. Biar ngelahirinnya lancar." ucap Angela sambil mengelus-elus perut buncitnya.

"Kamu istirahat aja ya sekarang, biar Pak Min yang lanjutin ngepel.. Duduk yuk disini.. Aku ambilin minum dulu ya." ajakku pada Angela agar duduk di sofa.

Kami benar-benar bahagia karena Tuhan langsung memberikan kami kepercayaan dengan menganugerahkan buah hati kepada kami.

Saat ini kandungan Angela telah mencapai 9 bulan 6 hari. Aku juga sudah mengambil cuti mulai besok.

Aku duduk di samping Angela dan memeluknya. Aku mencium keningnya lalu beralih mencium perutnya.

"Hai anak-anak, Papa. Met siang.. Kalian udah laper kan? Ini Papa bawain cemilan buat kalian." ucapku pada bayi kembar di dalam perut Angela. "Sayang, ini aku bawain kue pesenan kamu."

"Makacihhh yaaa, Papa." jawab Angela senang sambil menirukan suara anak kecil.

"Sayang, aku gak sabar melihat si kembar lahir.." ucapku lagi sambil melirik Angela.

"Apalagi aku, Mas. Aku gak sabar liat wajah mereka, lebih mirip kamu atau aku, hehehe.." ujar Angela sambil meraih tanganku ke perutnya.

Aku mengusap perut Angela dan kembali menciumnya berkali-kali. Aku sangat menyukai momen dimana aku berbicara dengan bayi kembar kami di dalam kandungan Angela.

"Putra putri Papa yang ganteng dan cantik, bantu semangatin Mama ya buat ngelahirin kalian nanti. Papa sayang kalian.." ucapku lagi sambil mengelus-ngelus perut Angela.

Aku mendekatkan wajahku ke arah Angela. Kami pun akhirnya berciuman cukup lama sampai..

"Aarrgghhhh! Mass! Argghh!" teriak Angela. Dia memegang perutnya sambil memejamkan mata.

"Sayangg.. Udah kontraksi?!" sahutku panik.

"Iya, Mas. Aakkhh.. Sebenernya udah dari tadi pagi udah mulai kontraksi, sebentar-sebentar tapi dan gak sering."

"Duh, sayang kenapa kamu gak bilang?!"

"Akkhh.. Sakkiitt.. Mas.."

"Iiiyaaa Sayang.. Sebentar ya kita ke rumah sakit.."

"Pak Minnn! Mbok Jahhh!!"

"Siap Den!" ucap Pak Min.

"Tolong siapkan mobil ya, Pak. Kita ke rumah sakit.. Mbok Jah, tolong bawakan tas perlengkapan Angela untuk melahirkan di kamar ya. Sekalian hpnya ya, Mbok. Nanti taruh di bangku depan aja tasnya."

"Baik, Den.." ucap Mbok Jah tergopoh-gopoh.

"Sayang, atur nafas yaaa.. Tarik nafas, hembuskan.. Tarik nafas lagi, hembuskan. Aku bantu kamu bangun ya. Kita ke mobil.." Aku memapah Angela menuju garasi dengan perlahan. Keringat bercucuran di kening Angela karena menahan rasa sakitnya.

Setelah Angela masuk ke mobil, aku meminta Mbok Jah untuk mengabari orang tua Angela dan juga Mbak Della untuk menyusul ke rumah sakit.

"Aaarrgghhh! Masss.. Sakit lagi.."

"Sabar ya, aku akan nemenin kamu terus.. Atur nafas yaaa kayak waktu senam hamil.. Iya teruss kayak gitu.."

20 menit kemudian kami sampai di rumah sakit. Aku sebelumnya sudah menghubungi bagian IGD dan sesampainya disana Angela langsung dibawa ke bagian kebidanan. Ayah, Bunda, dan Mbak Della juga susah sampai disini.

Aku terus berada di sisi Angela menunggu sampai pembukaan benar-benar lengkap. Aku mengusap-ngusap punggungnya setiap kali dia merasakan kontraksi.

Setelah berjam-jam kami menunggu, akhirnya tiba waktunya untuk Angela melahirkan. Dokter kandungan yang membantu persalinan Angela adalah dokter Risa dan dokter anaknya adalah Mbak Della.

Aku menemani Angela di ruang bersalin. Angela menggenggam erat tanganku. "Sayang, mengedannya yang kuat yaa.. Kamu bisa.."

"Iya, Mas.." ucap Angela.

"Angela, kalau terasa mulas silakan mengedan. Matanya dibuka ya, mulutnya ditutup, tarik nafas dan mengedan yang kuat.."

"Eeeeeeegggghhhhhhhhh!" Angela mulai mengedan. Aku berusaha menyemangatinya.

"Iya bagusss.. Begitu mulas lagi, mengedan lagi ya.. Atur nafasnya Angelaaa."

"Mass.. Argghh.. Eeeeeegggghhhhh!"

"Ayo Sayang.." Aku mencium kening Angela untuk memberikan semangat.

Saat kontraksi terjadi lagi, Angela mengedan lagi. Begitu seterusnya.

"Eeeeeegggggghhhhhhhhh!"

"Iya bagus Angelaa.. Kepalanya udah mulai keliatan."

Perasaanku sangat kacau hari ini, ada kepanikan dan ketakutan melihat perjuangan Angela melahirkan bayi kembar kami. Memang sebagai dokter, aku sering melihat dan pernah mendampingi ibu hamil yang akan melahirkan, tapi kali ini terasa beda karena yang melahirkan adalah Angela istriku sendiri.

"Eeeeeegggggghhhhhhhh! Agghh.."

"Ok, atur nafas lagi yaa.. Mulai mengedan lagi saat mulas."

"Sayang, kamu pasti bisa." Aku mengusap kepalanya dan mencium tangannya yang kini semakin erat menggenggam tanganku.

"Eeeeeeegggggggghhhhhhh!!"

"Oeekk! Oekk!" tangis bayi pertama kami.

"Putra kalian sudah lahir.. Tinggal putrinya.."

Aku dan Angela menitikkan air mata bahagia.

"Semangat ya, Sayang.."

Angela hanya mengangguk lemah. Wajahnya memucat.. Kemudian Angela merasakan beberapa kali kontraksi lagi dan akhirnya putri kecil kami lahir.

"Eeennngghhhh!"

"Ayo Angela sedikit lagiii.."

"Oekkkk! Ooeeekk!! Oekk!"

Aku menangis melihat kedua bayi kembar kami lahir ke dunia ini. Aku mendekati bayi-bayi mungil kami yang sedang diperiksa dan dibersihkan. Aku kembali mencium Angela.

"Masss.." Angela menangis.

"Selamat yaa untuk kalian berdua, bayi-bayinya sehat.." ujar Mbak Della padaku dan Angela.

"Angela, Rico.. Selamat yaa."

"Makasih, Ris.." ujar Angela lirih.

"Thank's, Ris.." ujarku.

"Angela.. Makasih, Sayang karena kamu telah melahirkan mereka.. I love you.."

"I love you too, Mas.. Makasih juga udah mendampingi aku selama persalinan tadi."

Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang