Bab 13

3.7K 182 0
                                    

Rico Marcellino

Lelah dan lapar sedari tadi sudah kurasakan. Kulihat jam tanganku dan waktu sudah menunjukkan jam 5 sore. Saatnya untuk pulang. Kututup laptop dan memasukkan beberapa file ke tas kerjaku. Lalu berjalan menuju parkiran. Aku ingin cepat-cepat makan. Gerimis mulai turun, udara pun terasa semakin dingin.

Rasanya aku ingin makan nasi goreng di dekat apartemen Siska. Semoga belum terlalu ramai.

Segera kulajukan mobilku lebih cepat menuju tempat nasi goreng itu berada. Ya walau tempatnya di pinggir jalan, tapi rasa nasi goreng itu enak. Kadang kalau sedang ramai-ramai nya, kita sampai harus mengantri panjang.

Sesampainya disana, aku memarkirkan mobilku dulu di depan sebuah toko yang sudah tutup di dekat penjual nasi goreng. Aku pun mengambil payung di jok belakang dan turun menghampiri tenda yang menjual makanan yang aku inginkan.

"Bang, nasi gorengnya 1 ya, makan disini." ujarku.

"Siap, Den. Pedes atau nggak?" tanya abang penjual nasi goreng itu padaku.

"Nggak pedes deh, Bang.." jawabku lagi.

Aku pun mencari tempat duduk yang masih kosong dan tersisa 2 bangku lagi dengan posisi berhadapan.

Untunglah masih ada bangku kosong..

Sambil menunggu pesananku datang, aku memainkan hp ku dan melihat sekelilingku. Tiba-tiba mataku terpaku pada salah satu pengunjung yang baru datang. Dia seorang wanita muda yang cantik. Sepertinya wanita itu agak menggigil karena kehujanan. Dan beberapa detik kemudian wanita itu sudah berdiri di hadapanku.

"Mas, maaf. Apa bangkunya terpakai?" tanya wanita itu padaku sambil menunjuk ke arah bangku di depanku.

"Tidak, Mbak. Silakan duduk." jawabku.

"Terima kasih.." ujarnya lagi.

Tidak lama kemudian pesananku datang. Aku mengangguk padanya sambil tersenyum seolah-olah menawarkan untuk makan duluan. Dia pun membalas senyumanku.

Manis sekali senyumnya..

***

Angela Jelita

Aku saat ini sudah sampai di tempat jualan nasi goreng yang aku inginkan. Sepanjang perjalanan tadi, hujan turun agak lebat. Alhasil jaket dan juga celana panjangku basah.

Ahh dingin sekali..

Aku pun kemudian memesan 4 porsi nasi goreng. 3 porsi kubawa pulang, dan 1 porsi lagi aku makan disini. Tadinya aku mau makan di rumah tapi apa daya perutku sudah sangat keroncongan, belum lagi hujan yang kian lebat.

Saat aku duduk dan menunggu pesananku datang..

"Aduhhhh! Saakkiitttt!" seru wanita hamil di sebelahku sambil memegang perutnya. Dia lalu mencengkeram tanganku kuat. Kami yang ada di sana panik karena teriakannya.

"Bu, atur nafas ibu yaaa.. Ibu tenang.. Tarik nafas.. Hembuskan.. Terus atur seperti itu.." ucapku.

"Tolooonng Mbak kabari suami sa... Akhhhh! Sssaaakkkiit lagi Mbakk!" teriak ibu itu lagi sambil terus memegang tanganku.

Pria yang tadi duduk di hadapanku kini berada di sampingku.

"Mbak! Ibu ini harus kita bawa ke RS. Biar di jalan kita coba hubungi suaminya. Saya ambil mobil saya dulu." kata pria itu padaku lalu dia berlari ke arah parkiran.

Kami yang ada di sana membantu sang ibu itu masuk ke mobil pria tadi di bangku belakang. Ada juga ibu-ibu yang memberikan semangat agar wanita di sampingku ini kuat.

Aku ikut pergi karena khawatir dengan ibu itu. Pria tadi bergegas masuk di kursi kemudi dan melajukan mobilnya. Jadilah hanya ada kami bertiga di dalam mobil itu.

"Aaaakkkkhhhh!" teriak Ibu itu lagi.

"Ibu sabar ya sebentar lagi kita sampai di rumah sakit. Ibu atur nafasnya ya. Tarik nafas, hembuskan." ujar pria itu.

"Mbak ini beri Ibu minum dulu." ujarnya lagi sambil memberikan sebotol air mineral.

"Saya ngompol Mas, Mbak!" seru Ibu ini lagi.

"Ketuban ibu sudah pecah, 5 menit lagi kita sampai RS ya Bu.." ucapnya lagi.

Aku tetap berusaha menenangkan Ibu ini dan sedikit bertanya padanya dari mulai nama dan riwayat kehamilannya. Karena biasanya diperlukan saat masuk di IGD.

"Oya Mbak ini hp saya, tolong kabari suami saya ya." pinta Ibu Gina. Setelah sesi tanya jawabku, diketahui bahwa ibu ini bernama Gina dan suaminya bernama Anton. Ibu Gina tidak memiliki sanak saudara di sini dan ternyata dia tinggal di apartemen yang sama denganku.

"Baik Bu."

"Kita sampai." ucap pria itu. "Mari kita masuk."

Kulihat di depan IGD 2 orang perawat dan 1 orang dokter sudah menunggu dan membantu menurunkan Ibu Gina dari mobil. Aku dan pria tadi ke bagian pendaftaran berbekal KTP yang dibawa Ibu Gina. Kami juga sudah mengabari Pak Anton yang ternyata sedang dalam perjalanan pulang dinas dari luar kota. Mungkin 3 jam lagi baru sampai.

"Mbak tenang saja, Ibu Gina sudah ditangani oleh tim medis di sini. Kami akan berusaha yang terbaik. Oya daritadi kita belum berkenalan. Nama saya Rico " ucapnya sambil tersenyum dan mengulurkan tangan kanannya.

"Saya Angela Jelita. Terima kasih banyak Mas sudah membantu." jawabku sambil menjabat tangannya.

"Sama-sama. Saya rasa bukan saya saja yang membantu, tapi Mbak juga. Karena Mbak sudah membantu menenangkan pasien. Hehehe.. Jarang ada yang bisa setenang Mbak. Biasanya kalau orang lain malah ikutan panik. Ehm.. Mbak Angela mau saya antarkan pulang dulu? Biar saya saja nantu yang menunggu sampai suami Ibu Gina datang." tanyanya.

"Ehm jangan Mas, saya tidak apa-apa. Tidak enak kalau Mas jadi nunggunya sendiri. Kan saya juga mengantarkan Ibu Gina ke sini." jawabku.

"Tidak apa-apa. Sebentar saya masuk dulu bilang ke dokternya kalau saya mau mengantar Mbak pulang dulu."

"Baik, Mas. Terima kasih."



























Love & EconomyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang