04 : Tipuan dan Tiruan

445 230 129
                                    

Hallo, selamat malam semua!
Gimana kabarnya? Semoga baik-baik saja
.
.
Sebelum baca, jangan lupa Vote, komen, dan kasih tanda ⚡ kalau ada typo ya!
.
.
Happy and Enjoyy🍒
--------------------------

“Identitas jenazah bernama Kara Renjani, apakah Anda dari keluarga jenazah ini?”

Raka terdiam. Itu bukan nama sahabatnya. Melihat respon Raka yang kebingungan, perawat itu membuka wajah jenazah yang mereka bawa. Sontak Raka memanglingkan wajahnya ketika beberapa detik sudah melihat wajah jenazah itu. Detik berikutnya, Raka merasa seolah dunia di sekelilingnya berhenti berputar. Itu bukan Kiara.

“Bukan! Maaf, saya kira itu teman saya, Kiara Lovenia Sandrina,” kata Raka, suaranya bergetar.

Salah satu perawat memberi kode untuk melanjutkan langkahnya. Raka menghela napas kasar, merasakan ketakutan yang menyelimutinya. Perasaan campur aduk itu semakin parah saat ia melihat perawat keluar dengan jenazah yang sempat ia kira adalah Kiara. Nama jenazah itu pun mirip dengan Kiara—Kara. Untungnya, pikirannya masih bisa bekerja di tengah ketidakpastian ini.

Pintu ruang ICU kembali ditutup. Namun, sebelum perawat yang menutup pintu itu bisa mengunci, Raka berlari menghentikan gerakan perawat itu.

“Maaf, Bu! Bagaimana keadaan pasien bernama Kiara Lovenia Sandrina?”

Perawat yang sudah berusia lanjut itu menatap Raka dengan tatapan penuh empati, kemudian membuka kembali satu pintu ruang ICU dan melongok ke dalam sebelum menutupnya lagi demi menjaga suhu ruangan.

“Apa benar kondisi teman saya mengalami penurunan?” Raka bertanya lagi, harap-harap cemas.

Perawat itu mengangguk pelan, membuat jantung Raka berdegup kencang. “Pasien bernama Kiara sempat mengalami henti jantung. Namun, puji Tuhan, mukjizat datang. Kini kondisinya sudah lebih membaik, dan ada kemungkinan dia akan sadar tak lama lagi.”

Satu per satu beban di pundak Raka terasa terangkat. Lega mengalir dalam dirinya, memberikan harapan yang telah ia nantikan.

“Pasien juga sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat. Jika Anda kerabatnya, silakan segera mengurus kepindahan pasien,” kata perawat itu dengan nada tenang.

Raka mengangguk, mengumpulkan kembali kekuatannya. Dirasa cukup, perawat itu melangkah kembali ke dalam ruang ICU, meninggalkan Raka yang kini merasakan harapan bersemi dalam hatinya.

“Raka!”

Suara itu memanggilnya, dan Raka segera menoleh. Keluarganya muncul di ujung lorong, bersama dengan kedua orang tua Kiara yang juga bergegas mendekat.

“Di mana Kiara? Tadi yang lewat bukan Kiara, kan?” tanya Neva dengan nada khawatir. Raka bisa melihat bekas air mata mengalir di pipi wanita itu, menambah berat rasa cemas yang ia rasakan.

Raka menggeleng, berusaha tersenyum meskipun hatinya bergetar. “Syukur bukan, Tante. Kiara ada di dalam. Kata perawat tadi, Kiara sempat mengalami henti jantung, tapi sekarang kondisinya sudah membaik. Dia bahkan sudah bisa dipindahkan ke ruang rawat,” jelas Raka, bersyukur saat mendengar suara serempak mengucap syukur kepada Tuhan.

“Kalau begitu, Om akan urus administrasi kepindahan Kiara dulu,” kata Aryo, yang langsung diangguk Raka.

“Berarti Kiara sudah sadar?” tanya Baskala, harap-harap cemas.

“Belum, Yah. Cuma kondisinya yang membaik. Kemungkinan besar tidak lama lagi dia akan sadar,” jawab Raka, suaranya sedikit bergetar di akhir kalimat.

Just Me (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang