12 : Kilas Balik Masa Lalu

322 165 130
                                    

Halo semuanya!
Ayo kita menjelajah masa lalu Kiara di part ini, semoga kalian senang. Dan jangan lupa vote, komen dan share ya!
.
.

Happy And Enjoy♡
.
.

POV Beberapa Tahun Silam

Dulu, Kiara kecil selalu bermain dengan teman satu-satunya, Raka. Saat itu, usia mereka masih sekitar enam tahun—usia yang penuh dengan tawa polos dan kenakalan kecil khas anak-anak.

Karena kedua orang tua Kiara sering bekerja hingga malam, ia lebih sering menghabiskan waktu di rumah Raka. Rumah Kiara, meski bersebelahan, selalu terasa sepi. Pintu depan terkunci rapat, seperti menghalangi Kiara untuk masuk, seolah-olah rumah itu sendiri tak ingin ditempati. Kedua orang tuanya memang mengunci rumah saat mereka pergi, dan hanya pulang setelah maghrib. Jadi, tidak ada yang tertarik untuk bermain di sana.

Sebaliknya, rumah Raka terasa hidup. Di sana ada kakak Raka, Liam, yang sering ikut bermain bersama mereka. Ditambah lagi, Ibunda Raka, Safila, selalu menyambut mereka dengan senyum hangat. Safila, yang sudah berhenti bekerja sejak menikah dengan Baskala, selalu ada di rumah, mengawasi permainan anak-anak dengan penuh perhatian.

Namun, seperti anak kecil lainnya, ada kalanya Kiara merasa bosan bermain dengan Raka dan Liam. Keinginan untuk menjelajah selalu menggelitiknya. Salah satu kenakalan yang sering ia lakukan adalah menyelinap ke rumahnya yang sunyi, sendirian.

Suatu siang, ketika Raka dan Liam sedang sibuk bermain mobil-mobilan, Kiara memutuskan untuk pergi ke rumahnya sendiri. Rumah itu tepat di sebelah rumah Raka, tapi seolah menjadi dunia yang berbeda. Ia tahu rumah itu selalu terkunci, tapi Kiara kecil tidak kehabisan akal. Dengan kursi kecil yang sering ia gunakan di taman samping rumah, ia memanjat jendela kamar kosong yang rusak dan biasa dijadikan gudang.

Begitu berhasil masuk, Kiara menutup jendela itu kembali, memastikan tidak ada yang tahu ia berada di dalam. Ia takut Tante Safila atau Raka menyadari keberadaannya dan melaporkan hal ini kepada orang tuanya. Jika itu terjadi, Kiara pasti akan dimarahi habis-habisan karena bermain di dalam rumah tanpa pengawasan. Orang tuanya selalu khawatir Kiara akan bermain dengan kompor atau merusak barang berharga.

Namun, bagi Kiara kecil, semua kekhawatiran orang tuanya terasa berlebihan. Baginya, mereka hanya pelit—tidak ingin membiarkannya bersenang-senang di rumah yang luas dan kosong itu.

Rumah berlantai dua itu bisa dikatakan luas, tapi terasa hampa ketika hanya diisi oleh Kiara kecil. Ia berlarian bebas, menikmati kebebasan yang jarang ia rasakan. Suara langkah kakinya yang kecil menggema di dinding, memenuhi kesunyian yang biasanya menguasai rumah.

Saat ia hendak menaiki tangga menuju lantai dua—menuju kamarnya—tiba-tiba ia mendengar suara seseorang memanggilnya.

"Kiara!"

Dengan cepat, Kiara kecil menoleh, dan matanya tertuju pada seorang anak perempuan yang berdiri di dekat pintu ruang tamu. Anak itu mungkin seusianya, mengenakan gaun putih yang cantik di matanya. Mata Kiara berbinar melihat anak perempuan itu, senang karena akhirnya ada teman yang bisa bermain dengannya di rumah ini.

"Halo! Kamu siapa?" tanya Kiara dengan riang sambil menghampiri anak itu.

"Aku Rabella. Boleh kita berteman?" jawab anak perempuan itu, suaranya lembut tapi terdengar begitu nyata.

Kiara kecil tersenyum lebar. "Tentu saja! Ayo, kita bermain!"

Mereka berdua berlari-larian di dalam rumah yang luas itu, mengisi setiap sudutnya dengan tawa dan suara langkah kecil yang bergema di dinding kosong. Hingga akhirnya, kelelahan menghampiri Kiara. Napasnya mulai tersengal, dan keringat mengalir di pelipisnya, membuatnya terhenti.

Just Me (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang