15 : Menyesuaikan Diri

273 148 121
                                    

Selamat malam (Jumat) semua!!!
.
Apa kabarnya kalian? Semoga selalu baik ya!
.
Jangan lupa sebelum membaca, klik tombol bintang di bawah ya, tinggalkan jejak kalian oke?
.
Terima kasih
.

Happy and enjoy♡
——————————

Kiara baru saja terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia melirik jam di samping tempat tidur, dan menunjukkan pukul setengah lima pagi.

Sayup-sayup, suara adzan berkumandang, meski terdengar jauh. Mungkin itu berasal dari desa sekitar perumahan ini, karena setahunya, belum ada masjid di perumahan Malapa.

Segera, ia beranjak dan menunaikan kewajibannya sebagai seorang muslim.

Setelah selesai, ia mencari-cari keberadaan Rabella, namun sosok itu tak terlihat di sudut manapun. Kiara memanggil nama Rabella dalam hati, berharap sahabatnya muncul, namun tetap tidak ada yang datang. Entahlah, ia merasa lebih baik untuk segera melanjutkan harinya.

Seiring berjalannya waktu, mentari mulai memunculkan semburat sinarnya.

Kiara membuka gorden kamarnya dan terkejut saat melihat balkon kecil di luar. Di sana terdapat meja dan kursi yang nyaman. Ia menggeleng senang, tak menyangka fasilitas rumah barunya sangat lengkap. Ia yakin akan sangat betah tinggal di rumah baru ini.

Sambil menikmati udara pagi, Kiara melakukan gerakan peregangan kecil. Udara sejuk menyegarkan tubuhnya.

Tak banyak perbedaan antara udara pagi di sini dan di rumah lamanya di Bandung. Meskipun tinggal di pemukiman yang padat, udara pagi di Bandung juga sangat sejuk. Namun, ia harus mengakui bahwa udara di tempat tinggal barunya ini terasa lebih segar, dikelilingi oleh pepohonan yang membatasi dinding pagar setinggi tiga meter.

Pepohonan yang cukup rindang memang tidak mengalahkan padatnya bangunan rumah perumahan ini. Beberapa halaman rumah juga memiliki pohon besar. Di sebelah balkon kamarnya, terlihat pohon mangga yang cukup besar.

Letaknya yang berada di sebelah timur membuat sinar mentari pagi ini sedikit terhalang oleh lebatnya pohon yang tingginya hampir mencapai atap rumah lantai dua. Ukuran pohon itu memang besar, dan jarak lantai satu ke lantai dua juga tidak terlalu tinggi.

Keberadaan pohon itu membuat udara di sekitarnya semakin segar, seolah banyak oksigen yang tercurahkan dari daun-daunnya.

Namun, meski cahaya sudah mulai merembes masuk, itu belum cukup untuk menerangi seluruh ruangan. Tiba-tiba, Kiara merasakan ada yang bergerak di antara ranting dan dedaunan pohon mangga yang berjarak dua meter dari balkon. Ia mencoba memfokuskan penglihatannya, menekan tajam matanya ke arah pohon.

"Kiara? Sedang apa?" suara Rabella tiba-tiba terdengar.

Kemunculan Rabella tidak menghilangkan fokus Kiara. Ia mengisyaratkan dengan tangan agar Rabella diam sejenak.

"Apa itu?" gumamnya, sambil terus menelisik ke arah pohon mangga.

"Ooh, itu kuntilanak," jawab Rabella dengan santai.

"Hah?!" Kiara sontak membekap mulutnya karena terkejut dan ketakutan sekaligus.

"Jangan menakutiku, Rabella!" teriaknya pelan, berusaha menahan getaran di suaranya.

"Aku tidak berniat menakuti Kiara. Kan, Kiara bertanya, jadi aku menjawab karena aku tahu!" Rabella menjelaskan, tapi Kiara sudah tidak bisa mendengar dengan jelas lagi.

Ia menggelengkan kepalanya, langsung masuk ke dalam kamarnya, diikuti oleh sosok Rabella. Kiara menutup pintu balkon dan menguncinya, berusaha menenangkan diri.

Just Me (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang