07 : Sosok Mengerikan

384 206 107
                                    

Hallo semua!

Jam berapa baca ini?
.

Apa kabarnya?
.
Jangan lupa vote+komen ya sebelum membaca, terimakasih!

Happy and enjoyy🍒
--------------------------

Dua hari setelah Kiara sadar, ia baru diperbolehkan beraktivitas selain duduk dan tidur. Kini, ia bisa beranjak dari ranjang dengan bantuan kursi roda, karena kakinya masih lemas dan tak mampu menopang berat tubuhnya. Ia juga diharuskan berlatih berjalan perlahan.

Dokter Heru keluar dari ruang perawatan setelah memeriksa kondisi Kiara.

“Ibu, Ibu mau ke mana?” tanya Kiara, suaranya terdengar lirih.

Neva menoleh, matanya sedikit menyiratkan kelelahan. “Ibu mau ke kantor Ayah sebentar, ya? Ada pertemuan penting dan Ibu harus mendampingi Ayah,” jawabnya sambil mencoba tersenyum.

Kiara menghela napas panjang, merasa frustrasi. Ia sangat ingin keluar, menikmati udara segar pagi ini, tetapi rencananya tampak suram.

“Kiara nggak papa, kan? Ibu tinggal?” tanya Neva.

“Iya, nggak papa, Bu,” jawab Kiara, suaranya menyiratkan keraguan.

“Bagaimana kalau nanti sore Ibu bisa temani Kiara jalan-jalan ke luar ruangan? Kiara bosan di sini terus,” pinta Kiara, wajahnya menunjukkan harapan yang samar.

Neva menganggukkan kepala sambil merias wajahnya dengan riasan formal. “Iya, tapi Ibu nggak janji ya? Takutnya pertemuan ini bisa saja sampai larut malam.”

“Katanya sebentar, Bu?” Kiara bertanya, nada suaranya penuh rasa kesedihan.

“Iya, Ibu sama Ayah berusaha biar pertemuannya cepat selesai. Tapi kamu juga tahu seringkali pertemuan itu bisa berlarut-larut, kan?” Neva berusaha mengalihkan perhatian Kiara.

“Nanti Kiara sendirian sampai malam dong, Bu? Takut...” Kiara menggerakkan kursi rodanya mendekat, wajahnya tampak cemas.

Neva terdiam sejenak, lalu menatap Kiara dengan penuh perhatian. “Takut? Biasanya kamu berani, kan?”

“Iya kah?” Kiara menjawab bingung, raut wajahnya mengindikasikan ketidakpastian. Neva berusaha menyembunyikan rasa gugupnya. Apa yang dikatakannya hanyalah kebohongan; Kiara tidak berani ditinggal sendirian. Sebelumnya, jika dia harus pergi bersama Aryo, Kiara selalu ada di samping Eza.

“Beneran, Bu? Kiara seberani itu? Kok bisa lupa ya?” tanya Kiara dengan keraguan.

“Iya, wajar kalau kamu lupa. Kamu itu masih hilang ingatan,” Neva menekankan, berusaha meyakinkan dirinya sendiri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Dokter Heru juga telah menjelaskan tentang kondisi Kiara, tetapi Neva tetap merasa was-was.

Kiara mengangguk, tetapi keraguan masih menyelimuti hatinya. “Tapi, Bu, nggak tahu kenapa sekarang Kiara merasa takut kalau ditinggal sendirian. Rasanya ada yang memantau dari luar ruangan.”

Neva menelan saliva, mencoba menenangkan ketakutan Kiara. “Huhs! Nggak boleh bilang kayak gitu. Itu cuma perasaan Kiara saja. Nanti Ibu akan telepon Raka, minta tolong supaya dia menemani kamu setelah pulang sekolah,” kata Neva berusaha terdengar optimis.

“Tapi Kiara takut ngerepotin Raka, Bu,” Kiara berkata pelan, merasa bersalah jika harus bergantung pada teman.

“Nggak kok, Raka juga kemarin nitip pesan kalau butuh apa-apa, hubungi dia saja. Toh, siapa lagi yang bisa menemani kamu selain dia, kan?” Neva berusaha meyakinkan, tetapi dalam hatinya, dia merasa cemas dengan keputusan itu.

Just Me (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang