22 : Sekolah Baru

216 128 99
                                    

Yey double up!
Ini sebagai permintaan maaf karena kemarin nggak bisa update sesuai jadwal, hehe ..
.
Gimana perasaan kalian tentang ini?
.

Happy and Enjoy♡
——————————

Jarum jam menunjukkan pukul lima pagi, dan Kiara sudah bangun lebih awal. Setelah menunaikan kewajibannya sebagai umat muslim, ia membereskan tempat tidur dengan rapi. Sebelum sholat tadi, Kiara sudah lebih dulu membersihkan diri, jadi nanti ia tinggal berganti pakaian saja.

Tak lupa, ia menyapu dan mengepel kamar hingga balkon, memastikan setiap sudut tetap bersih dan segar. Udara pagi ini terasa sejuk, menambah semangatnya untuk memulai hari pertama di sekolah yang baru.

Masih ada waktu sebelum jam sekolah dimulai pukul tujuh. Karena ini hari pertamanya, ia diminta datang tepat saat jam pelajaran dimulai. Kiara pun memikirkan penampilannya nanti. Ia ingin memberikan kesan yang baik kepada teman-teman barunya sebagai murid baru yang rapi dan sopan, baik dalam penampilan maupun sikap. Dalam benaknya, ia sudah mempersiapkan mentalnya untuk bertemu orang-orang baru.

Namun, sedikit rasa cemas terselip. Sejak kecil, Kiara terbiasa bermain hanya dengan Raka. Walau sering diajak Raka atau Liam bermain di sekitar rumah, ia lebih sering hanya diam dan mengikuti ke mana pun Raka pergi. Ia bahkan merasa sangat bergantung pada Raka dulu. Berkat dorongan sahabatnya itu, Kiara belajar untuk percaya diri dan, pada akhirnya, ia bisa memiliki banyak teman saat SMP, di luar lingkup pertemanannya dengan Raka.

Ketika mereka memasuki masa SMA, Raka memutuskan untuk bersekolah di tempat yang berbeda demi membiasakan Kiara untuk mandiri. Meskipun begitu, Raka masih setia mengantar dan menjemputnya setiap hari. Sekarang, di sekolah yang baru ini, Kiara harus berani tanpa kehadiran Raka. Ia merasa sedih, tapi apa boleh buat jika keputusan orang tuanya sudah demikian.

Setelah memastikan kamarnya bersih, Kiara melangkah turun ke lantai dasar. Ia berniat menyiapkan bekal untuk sekolah. Sampai di dapur, ia melihat sang Ibu sedang memasak, aroma masakan yang harum memenuhi ruangan.

"Pagi, Ibu!" sapa Kiara ceria.

Namun, tanpa membalas sapaan Kiara, Neva hanya berkata, "Sarapannya belum matang, kamu mandi dulu saja."

Kiara menggeleng. "Aku sudah mandi tadi, Bu."

Ibunya menatapnya sebentar, mengamati pakaian rumah yang masih dikenakan Kiara. "Kenapa belum pakai seragam?"

Kiara tersenyum tipis. "Nanti saja, Bu, biar nggak lecek seragamnya."

Ia menoleh ke ruang tamu. "Ayah belum bangun?"

Neva menjawab sambil terus memasak. "Dia sudah pergi kerja."

Kiara terkejut. "Kerja? Kapan, Bu?"

Neva mengetuk-ngetukkan spatula pada wajan dengan ritme yang agak keras, tanda kekesalan yang coba ditahan. Tampaknya, hubungan antara Ayah dan Ibu belum membaik sejak pertengkaran kemarin. Wajahnya menunjukkan kekesalan yang mendalam.

"Ibu nggak tahu, capek sama Ayah kamu. Makin hari semakin mencurigakan! Kamu pikir, orang mana yang pergi pagi-pagi buta, alasannya proyek," kata Neva, suaranya mengandung nada kesal.

Kiara terdiam, rasa kecewa bercampur cemas mulai merayapi benaknya. Jika Ayahnya pergi sepagi ini, berarti ia tak bisa mengantarnya ke sekolah di hari pertamanya.

"Jadi, Ayah nggak bisa antar aku ke sekolah dong, Bu?" tanya Kiara dengan nada lesu.

"Enggak. Biar nanti Ibu saja yang antar," jawab Neva, suaranya masih terdengar jengkel.

Just Me (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang