21 : Saling Meragukan

237 128 73
                                    

Hai semuanya!
Maaf karena kemarin nggak update sesuai jadwal. Maaf atas keterlambatan updatenya, semoga kalian memaklumi dan tetap membaca ya..
.

Happy and Enjoy
—————————

Raka mengamati gundukan tanah di depannya dalam keheningan. Di sebelahnya, Liam juga duduk diam, menatap sendu ke arah batu nisan sahabatnya yang terukir nama yang tak akan pernah mereka lupakan. Seiring waktu, Raka mulai merasa tubuhnya dikerumuni nyamuk-nyamuk yang tampak lebih agresif dari biasanya. Walau matahari terik, gigitan nyamuk-nyamuk itu menyengat.

Ia bergumam sambil menggaruk lengan dan kakinya. "Bang, udah selesai belum 'mediasinya'?"

Liam menoleh, menatap adiknya dengan wajah sebal. "Mediasi apaan? Gue kan udah bilang bakal lama di sini. Ada apa, sih?"

"Ini banyak nyamuk, njir!" keluh Raka sambil berusaha menepuk nyamuk yang berterbangan di sekelilingnya.

Liam terkekeh dan mengangkat bahu. "Ya, salah sendiri datang ke sini pakai baju hitam-hitam. Rasain tuh!"

Raka hanya bisa mendecak kesal sambil mengomel pelan, mengikuti gaya bicara Liam yang selalu mengejek. Pikirnya, kalau datang ke tempat seperti ini memang cocoknya pakai warna gelap. Nyatanya, Liam malah mengenakan kaos putih dan celana cokelat terang, berbanding terbalik dengan dirinya yang berpakaian serba hitam.

Ia menatap sekitar, menyapu pandangan ke segala penjuru makam yang sunyi. Hanya suara angin dan daun-daun kering yang terbawa angin, menciptakan suasana sepi yang mencekam. Matanya tertumbuk pada dua pohon beringin tua di kejauhan, berdiri berdampingan dan menjulang tinggi dengan akar yang besar menjalar ke segala arah. Katanya, pohon itu disebut sebagai pohon kembar—ratusan tahun usianya, saksi bisu bagi mereka yang datang dan pergi.

Raka bergidik, menyadari kesunyian yang semakin terasa berat.

Raka mengusap lehernya yang tiba-tiba terasa dingin, bulu kuduknya berdiri saat hembusan angin menyentuhnya. "Bang, kalau lo ke sini cuma buat melamun, mending kita pulang aja, deh. Gue takut lo kesambet," ucapnya dengan nada setengah bercanda.

Liam hanya menggeleng kecil. "Gue nggak melamun."

"Lah, terus ngapain? Dari tadi diem aja." Raka bisa mendengar helaan napas panjang dari kakaknya, seolah ada beban yang tak terlihat namun terasa begitu berat.

"Bang, sebenarnya ada apa sih? Lo kayak menyembunyikan sesuatu."

"Maksud lo?"

Raka mendesak, "Gue tahu, tadi malam Kak Lika ke kedai lo. Ngapain dia? Bukannya dia sudah tunangan?"

Liam terdiam sejenak sebelum menjawab, "Lika batal tunangan. Calon tunangannya ketahuan selingkuh."

Jawaban itu mengejutkan Raka. "Terus, gimana?"

Liam mengedikkan bahunya. "Gue juga nggak tahu. Cuma sekarang gue merasa bersalah sama Eza. Gue nggak bisa bahagiain Lika."

Raka mengernyit. "Kok jadi lo yang merasa bersalah, Bang?"

Liam menghela napas berat. "Karena gue nggak tahu apa-apa soal hubungan Lika dan tunangannya. Kalau gue tau dari awal, mungkin bakal gue seleksi dulu calon tunangannya." Raka menggeleng tak percaya. Ternyata, di balik sikapnya yang sering cuek, Liam begitu peduli dengan masa lalu sahabatnya dan Lika.

"Hm, gue jadi ikut sedih sama apa yang dialami Kak Lika," ucap Raka lirih, mengalihkan pandangan ke makam di hadapannya. Mereka kembali tenggelam dalam pikiran masing-masing.

Dalam benak Raka, terbayang masa-masa ketika Lika, Eza, dan Liam selalu bersama saat kuliah dulu, sering pergi bertiga untuk mengerjakan tugas. Ia dulu mengira Liam yang menaruh hati pada Lika, tapi ternyata justru Eza yang menjalin hubungan dengannya.

Just Me (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang