14 : Merahasiakannya

268 149 92
                                    

Selamat malam (Jumat) !!!
.
Sebelum membaca, yuk vote terlebih dahulu sebagai bentuk dukungan kalian♡
.
Happy and enjoy!!!
———————

Ada yang ikut kita, Bu ...

Kalimat itu terpendam di dalam hati Kiara, lidahnya terasa kaku untuk berbicara. Badannya mulai tak nyaman, dan gerakannya terasa semakin kaku. Neva, merasakan ketidakberdayaan putrinya, mengusap lembut ujung kepala Kiara sambil berusaha membaca doa yang bisa ia ingat.

Kepanikan mulai melanda Aryo dan Neva. Aryo berpikir apakah ini efek samping dari sakit yang dialami Kiara sebelumnya. Apakah ini tanda bahwa Kiara belum sepenuhnya sembuh? Ia merasa bingung dan tak tahu harus berbuat apa.

"Apa kita bawa Kiara ke rumah sakit terdekat, Yah?" tanya Neva, suaranya bergetar.

"Iya. Nanti kalau kita menemukan rumah sakit, kita mampir ke sana. Setahuku, daerah ini tidak ada rumah sakit, kita sudah masuk jalan tol," jawab Aryo, berusaha tenang.

"Kamu bisa sambil kompres Kiara? Kita usahakan supaya panasnya menurun," lanjut Neva, mengangguk pada saran suaminya. Ia segera mengambil baskom dan air dari bagasi mobil.

Perjalanan malam itu terasa panjang. Aryo biasanya ingin menikmati waktu malam, tetapi kali ini ia berharap malam segera berakhir. Detik demi detik berlalu, hingga tak terasa pagi menjelang. Sinar matahari tampak malu-malu muncul di ufuk timur, menerangi jalan yang dilalui.

Kiara melenguh pelan, merasakan kepalanya berdenyut dan punggungnya pegal karena tidur dalam posisi tidak nyaman semalaman. Untungnya demam yang ia rasa tadi malam sudah menghilang. Ia menyadari mobil berhenti, tetapi hawa panas tidak terasa, hanya sejuk dari celah kaca mobil yang dibuka setengah.

Dengan susah payah, ia beranjak dari posisi tidur dan menyibak selimut yang menghangatkan tidurnya, lalu duduk menyandar. Ia melihat sekeliling, tetapi tak ada Ayah dan Ibunya di dalam mobil. Mesin mobil mati. Mungkin mereka singgah di rest area?

Jam tangan putih di pergelangan tangannya menunjukkan pukul setengah enam pagi. Pantas saja udara terasa dingin.

Drrtt!!!

Getaran singkat dari jam tangannya mengalihkan perhatian Kiara. Ponselnya tergeletak di sebelahnya. Ia melihat satu pesan dari sahabatnya yang menanyakan kabarnya. Jemarinya segera mengetik balasan dengan lincah.

Tiba-tiba, pintu mobil terbuka.

"Sudah bangun?" tanya Neva, wajahnya terlihat lega.

Kiara mengangguk. "Iya, Bu."

"Ayo, sarapan dulu. Nanti kita lanjut lagi, dan jangan sampai perut kosong. Takut mual," kata Aryo, diikuti anggukan Kiara.

Setelah sarapan singkat, mereka melanjutkan perjalanan. Kiara terkejut mengetahui bahwa mereka sudah tiba di kota Semarang.

Hiruk-pikuk kota mulai terlihat, menggantikan rimbunnya jalan yang sebelumnya diapit hutan-hutan. Suara kendaraan dan aktivitas pagi hari mengisi udara, membawa sedikit semangat baru bagi Kiara.

Ada kelegaan dalam hati Aryo karena malam yang melelahkan akhirnya terlewati. Untung saja demam Kiara sudah mereda setelah dikompres semalaman. Ia melirik Neva yang tertidur, paham bahwa mereka berdua memang butuh istirahat setelah begadang lama.

"Apa masih jauh, Yah?" tanya Kiara, suaranya pelan.

"Sebentar lagi," jawab Aryo, berusaha menenangkan.

"Rumah kita di daerah mana memangnya, Yah?"

"Ayah ambil rumah yang letaknya lumayan dekat sama tempat kerja proyek baru Ayah. Rumah baru kita di perumahan Malapa, dan itu letaknya jauh dari pusat kota. Walau begitu, akses ke kota nggak terlalu sulit. Masih ada angkutan umum yang lewat daerah situ," jelas Aryo dengan antusias.

Just Me (Tahap Revisi)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang