4.

13.1K 1K 44
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote dan komen. Terima kasih.
_______________________________________

"Apa kalian tau geng Pikers? Mereka nantangin kita buat balapan motor minggu depan," ucap Aksa. Kini, semua anggota geng Argos sedang berkumpul di markas yang biasa mereka tempati untuk berdiskusi atau sekadar mengobrol santai.

Ziad yang tadinya tengah duduk di sofa sembari menyenderkan kepalanya menjadi menoleh ke arah Aksa dengan alis bertaut. "Geng Pikers? Yang ketua gengnya misterius itu?"

Aksa mengangguk. "Iya, dan gue udah terlanjur nerima tantangan mereka."

"Oke, gue mah selalu setuju sama keputusan lo, Sa." Satya menimpali.

"Gue juga," ujar semua anggota Argos kompak.

Gio bangkit dari duduknya, ia berjalan mondar-mandir seperti orang yang sedang memikirkan sesuatu hal.

"Lo kenapa, Gi?" tanya Satya.

"Kalian ngerasa aneh nggak si sama ketua geng Pikers? Dia kayak nutupin rahasia besar, terus ... semua anak Pikers lebih milih musuhan sama kita. Itu maksudnya apa?"

"Yang lo omongin bener juga. Pokoknya, kita harus hati-hati sama mereka," tutur Cesario.

Setelah membicarakan hal penting, mereka pun berbincang-bincang asyik lainnya. Satya dan Gio seperti biasa bertengkar memperdebatkan hal yang tidak penting sama sekali, membuat suasana di markas tersebut menjadi semakin ramai.

Keesokan paginya, Aksa berjalan santai menuju kelas XII IPA 2. Kehadiran Aksa selalu menjadi perhatian para siswi yang berada di sekitarnya, namun Aksa tak mempedulikan, ia tetap melangkahkan kaki dengan dagu terangkat dan senyum tipis yang tercetak jelas di wajah tampannya.

"Aksa." Panggilan seseorang itu seketika menghentikan langkah Aksa. Aksa kenal betul dengan suara ini.

"Hai," sapanya saat sudah berada di samping Aksa. "Setelah dua minggu nggak ketemu, apa kamu masih ingat sama aku?"

Aksa tak langsung menjawab, ia menatap ke atas, seolah sedang berpikir keras. "Mm ... siapa ya?"

"Iihh, Aksa! Masa lupa!" Gadis itu mencubit pinggang Aksa berkali-kali, membuat sang empunya tertawa karena merasa geli.

"Hahaha, iya, iya, ampun!" ucap Aksa. "Aku masih inget kok sama kamu, Cia."

Mendengar penuturan Aksa barusan, Cia mendengkus kesal. Ia melipat kedua tangannya di depan dada, matanya menatap ke arah lain--tidak mau menatap mata Aksa. "Nyebelin!"

"Yuk kita ke kelas!" Tanpa menunggu persetujuan dari Cia, Aksa merangkul bahu gadis itu, hingga mau tak mau Cia harus mengikuti langkah kaki Aksa.

Bagi siapa pun yang melihat kedekatan Aksa dan Cia pasti akan mengira kalau mereka berpacaran, padahal pada kenyataannya tidak. Mereka berdua dekat hanya sebatas sahabat saja, tidak lebih.

"Andai Cia itu gue," ujar Qila sembari mengerucutkan bibirnya, merasa iri dengan kedekatan Aksa dan Cia.

"Sebenernya mereka berdua pacaran nggak si?" tanya Sheila.

Qila menggeleng lemah. "Gue nggak tau, semoga aja mereka nggak pacaran. Lagian ngapain Cia balik lagi ke Indo? Udah bagus di luar negeri biar nggak deket-deket sama pangeran gue!"

"Bener, dia sok kecantikan banget!" timpal Sheila.

Sedangkan Luna yang sejak tadi hanya diam mendengarkan ucapan kedua sahabatnya, kini mulai membuka suara. "Masih pagi jangan gibah!"

Sontak, Qila dan Sheila langsung menatap ke arah Luna secara bersamaan.

"Lo juga cemburu kan liat kedekatan mereka? Secara, kemarin Aksa mau lo jadi pacarnya, nah sekarang setelah Cia dateng, lo kayak nggak dianggep gitu." Sheila mencoba memanas-manasi Luna.

AKSAFA (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang